Update Revisi UUPA

DEM Aceh: Revisi UUPA Harus Hadirkan Keadilan Energi Bagi Masyarakat, Bukan Sekadar Teks Hukum

Tapi revisi ini harus benar-benar menghadirkan keadilan dalam pengelolaan energi, memastikan manfaat migas dan sumber daya alam lainnya dirasakan

|
Penulis: Jafaruddin | Editor: Mursal Ismail
Serambinews.com/HO
REVISI UUPA - Ketua Divisi Pengembangan SDM DEM Aceh, Nafis Mumtaz, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tidak boleh berhenti sebagai dokumen formal belaka atau sekadar penyempurnaan regulasi. Tapi revisi ini harus benar-benar menghadirkan keadilan dalam pengelolaan energi, memastikan manfaat migas dan sumber daya alam lainnya dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh, bukan hanya segelintir pihak. 

Tapi revisi ini harus benar-benar menghadirkan keadilan dalam pengelolaan energi, memastikan manfaat migas dan sumber daya alam lainnya dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh, bukan hanya segelintir pihak.

Laporan Jafaruddin I Aceh Utara

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tidak boleh berhenti sebagai dokumen formal belaka atau sekadar penyempurnaan regulasi.

Tapi revisi ini harus benar-benar menghadirkan keadilan dalam pengelolaan energi, memastikan manfaat migas dan sumber daya alam lainnya dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh, bukan hanya segelintir pihak.

Demikian antara lain disampaikan Ketua Divisi Pengembangan SDM DEM Aceh Nafis Mumtaz, dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Minggu (14/9/2025).

Untuk diketahui revisi UUPA tersebut secara resmi telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Kumulatif Terbuka Tahun 2025 di DPR RI.

“Revisi ini kebutuhan mendesak untuk memperkuat otonomi khusus yang telah disepakati dalam perjanjian MoU Helsinki, terutama dalam pengelolaan sektor energi yang menjadi tulang punggung pembangunan daerah Aceh,” ujar Nafis.

Salah satu poin paling krusial dalam revisi UUPA terdapat pada Pasal 160 tentang pengelolaan minyak dan gas bumi.

Baca juga: Terkait Revisi UUPA, Tu Bulqaini Minta Pusat Tak Main-main dengan Wewenang Aceh

Ketentuan Pasal 160 ini menjadi dasar hukum bagi diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Sebelum revisi, kata Nafis, Pasal 160 menegaskan bahwa pengelolaan migas dilakukan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh, dengan kontrak kerja sama kepada pihak ketiga hanya dapat dilakukan atas persetujuan bersama dan pengawasan dari DPRA.

Namun, ketentuan tersebut masih menimbulkan keterbatasan yang dianggap kurang berpihak pada kedaulatan dan kepentingan Aceh.

Setelah revisi, kata Nafiz, Pasal 160 diarahkan untuk memberikan kewenangan yang lebih luas bagi Aceh dalam mengelola migas, termasuk memperbesar porsi kendali dan manfaat untuk daerah.

“Revisi ini juga menegaskan pentingnya prinsip partisipasi, transparansi, dan keadilan dalam pengelolaan energi, agar hasilnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Aceh, bukan hanya menjadi keuntungan bagi pusat atau pihak luar,”: katanya.

Ketua Divisi Pengembangan SDM DEM Aceh, juga menegaskan bahwa revisi saja tidak cukup tanpa adanya mekanisme transparansi, partisipasi publik, dan pengawasan ketat.

Baca juga: Gubernur Aceh Mualem dan Forbes Bahas Revisi UUPA

Tanpa itu, revisi hanya menjadi teks hukum tanpa membawa dampak nyata bagi masyarakat Aceh.

Tantangan utama bukan hanya memperluas aturan, tetapi memastikan revisi UUPA disahkan dan diimplementasikan secara sungguh-sungguh demi kepentingan rakyat.

Dan juga kritik-kritik yang sering muncul dalam proses revisi ini tidak bisa diabaikan.

Salah satu isu utama adalah batasan pengelolaan wilayah laut Aceh yang selama ini hanya diatur sampai 12 mil laut.

Banyak pihak menuntut agar pengelolaan BPMA tidak hanya terbatas pada wilayah tersebut, melainkan diperluas bahkan sampai melampaui batas 12 mil laut, mengingat potensi sumber daya alam Aceh yang luas dan strategis.

“Ini menjadi prioritas utama yang harus tetap diperjuangkan agar Aceh benar-benar berdaulat atas wilayah energi yang berada di sekitarnya,” ujarnya.

Baca juga: Revisi UUPA: JK Soroti 2 Poin Perjanjian Helsinki Belum Dituntaskan Pemerintah: Lahan dan Bendera

Selain itu, keputusan-keputusan strategis yang selama ini dipegang oleh pemerintah pusat, seperti pengangkatan Kepala BPMA, penetapan Wilayah Kerja (WK) migas, hingga penentuan harga gas dan minyak, juga harus jadi point penting untuk diusulkan dan diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Aceh.

Meskipun usulan ini kerap dianggap sulit untuk direalisasikan dalam konteks politik dan hukum nasional saat ini, tidak berarti hal itu harus dilepaskan dari upaya perjuangan.

Kritikan tersebut justru menjadi bahan evaluasi penting untuk memperkuat posisi Aceh dalam pengelolaan energi demi kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

DEM Aceh terus mendorong para legislator Aceh DPR RI, DPD RI dan unsur pemerintahan terkait agar konsisten memperjuangkan revisi UUPA hingga tuntas disahkan.

Sinergi antara wakil Aceh di pusat dengan DPRA serta Pemerintah Aceh menjadi kunci agar revisi ini tidak berhenti di meja pembahasan, tetapi benar-benar menjadi payung hukum yang berpihak pada rakyat Aceh.

Selain itu, DEM Aceh berkomitmen mengawal proses revisi UUPA secara transparan, mendorong keterlibatan aktif masyarakat dan elemen kampus agar revisi ini tidak sekadar menjadi janji politik, melainkan membawa manfaat nyata bagi rakyat Aceh.

Baca juga: VIDEO - Lengkap, Pernyataan TA Khalid di Rapat Baleg soal Revisi UUPA Masuk Prolegnas Prioritas 2025

“MoU Helsinki bukan hanya dokumen damai, melainkan janji politik yang harus diwujudkan dalam kebijakan nyata. “Jangan biarkan janji itu berubah menjadi sekadar ilusi,” pungkas Nafis. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved