Opini
Model Otonomi Khusus Aceh yang Berkeadilan dan Berkelanjutan
Dari sini pula modal finansial awal bangsa ini dikumpulkan; dari sumbangan rakyat Aceh
Kedua, alokasi yang belum optimal untuk sektor-sektor produktif dan berkelanjutan. Laporan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menyoroti bahwa sebagian besar dana Otsus masih terserap untuk belanja tidak langsung, seperti gaji dan tunjangan, dibandingkan untuk investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang berkelanjutan.
Ketiga, tata kelola dan transparansi yang masih perlu ditingkatkan untuk mencegah kebocoran dan inefisiensi.
Lantas, seperti apa model pemanfaatan dana Otsus yang berkeadilan, berkelanjutan, dan selaras dengan Syariat Islam?
Pertama, model tersebut harus berbasis pada Kemandirian Ekonomi (Iqtishad). Syariat Islam mengajarkan prinsip kemandirian (al-ghina) dan melarang ketergantungan (al-iqtina').
Dana Otsus harus dialihkan dari sekadar konsumsi menjadi modal untuk membangun kemandirian fiskal. Ini dapat dilakukan dengan mengalokasikan porsi signifikan dari dana Otsus untuk membangun infrastruktur produktif dan mendanai industri halal strategis yang menjadi unggulan Aceh, seperti pertanian organik, perikanan tangkap, pariwisata halal, dan industri pengolahan hasil laut.
Hasilnya harus dapat langsung dinikmati oleh masyarakat banyak, sesuai dengan prinsip maslahah.
Kemudian Mendorong investasi syariah dan pembiayaan melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pemerintah Daerah dapat menjadi penjamin dan fasilitator untuk menghubungkan UMKM dengan sumber pembiayaan syariah.
Kedua, model tersebut harus mengedepankan Keadilan Sosial (Al-'Adalah). Keadilan adalah inti dari Syariat Islam. Dana Otsus harus dijauhkan dari praktik korupsi dan dinikmati secara merata. Yaitu memperkuat transparansi dan akuntabilitas dengan memanfaatkan teknologi digital.
Platform e-budgeting dan e-procurement yang terbuka untuk diawasi publik harus diwajibkan untuk setiap proyek yang menggunakan dana Otsus.
Kemudian memprioritaskan program pengentasan kemiskinan yang menyentuh akar masalah, seperti pelatihan vokasi berbasis Syariat Islam, bantuan modal produktif, dan jaring pengaman sosial bagi fakir miskin dan anak yatim, yang merupakan kelompok prioritas dalam Islam (QS. Al-Baqarah: 177).
Ketiga, model tersebut harus Berkelanjutan (Al-Istiqlaliyah). Pembangunan tidak boleh hanya untuk memuaskan kebutuhan hari ini, tetapi juga untuk generasi mendatang. Caranya dengan menginvestasikan dana Otsus dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) melalui beasiswa pendidikan berkualitas dan program kesehatan yang komprehensif. SDM yang unggul adalah aset berkelanjutan terbaik.
Di samping itu juga perlu mendorong ekonomi hijau (green economy) yang ramah lingkungan. Aceh dengan hutan dan lautnya yang luas dapat memimpin dalam mengembangkan ekonomi sirkular dan ekowisata yang sejalan dengan prinsip Islam sebagai khalifah di muka bumi.
Menuju 2027, Pemerintah Pusat dan Daerah harus duduk bersama merancang skenario pascaberakhirnya dana Otsus. Bukan dengan memutuskan begitu saja, tetapi dengan mengevaluasi capaian dan merancang skema pendanaan alternatif yang mungkin, seperti bagi hasil migas dan SDA lainnya yang lebih adil, atau memperpanjang Otsus dengan fokus dan tata kelola yang baru yang lebih berorientasi pada kemandirian.
Aceh telah membuktikan pengabdiannya yang tulus untuk Indonesia. Kini, adalah tugas negara untuk memastikan bahwa otonomi khusus bukan sekadar janji politis yang habis dalam hitungan tahun, melainkan sebuah komitmen untuk membangun Aceh yang berdaulat secara ekonomi, berkeadilan sosial, dan berkelanjutan sebuah model pembangunan yang tidak hanya memakmurkan bumi Aceh, tetapi juga menjadi cahaya terang yang menuntun pelaksanaan Syariat Islam dalam bingkai keindonesiaan yang lebih luas. Jangan biarkan sang pemodal kembali tertinggal.
Jangan biarkan Aceh terus dalam pusaran kemiskinan, yang akan menambah catatan seolah-olah Jakarta selalu konsisten dalam ketidak jujuran untuk membangun Aceh dari keterpurukan, sehingga perlawanan dari anak bangsa atas ketidak jujuran menjadikan bangsa ini selalu dalam keterpurukan serta jauh dari keberkahan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.