Berita Lhokseumawe

Akademisi UIN SUNA Lhokseumawe, Pengurus Koperasi Merah Putih Wajib Pahami Risiko Hukum Sejak Awal

Seluruh pengurus Koperasi Merah Putih diingatkan Aceh agar benar-benar memahami dasar hukum serta tanggung jawab

Penulis: Jafaruddin | Editor: Muhammad Hadi
For Serambinews.com
Akademisi UIN Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe, Dr Bukhari MH CM 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Jafaruddin I Aceh Utara

SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON – Seluruh pengurus Koperasi Merah Putih diingatkan Aceh agar benar-benar memahami dasar hukum serta tanggung jawab yang melekat sejak awal pendirian koperasi

Hal itu disampaikan Akademisi UIN Sultanah Nahrasiyah (SUNA) Lhokseumawe, Dr Bukhari MH CM, kepada Serambinews.com, Jumat (31/10/2025).

Ia menegaskan bahwa keberadaan koperasi ini berlandaskan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, yang menjadi langkah strategis pemerintah dalam memperkuat ekonomi rakyat di tingkat akar rumput.

Menurut Dr. Bukhari, meskipun koperasi baru dibentuk, tanggung jawab hukum pengurus berlaku sepenuhnya sejak akta pendirian ditandatangani.

Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, para pengurus koperasi, baik secara pribadi maupun bersama-sama, bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan yang disengaja maupun karena kelalaian.

Baca juga: Persoalan Koperasi Merah Putih di Aceh Utara dari Belum Ada Modal hingga Belum Disetujui Bermitra

“Sejak akta pendirian ditandatangani, pengurus sudah terikat tanggung jawab hukum. Jika terjadi kesalahan dalam penggunaan dana atau laporan keuangan yang tidak transparan, hal itu bisa berujung pidana,” tegas Dr Bukhari.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dasar hukum pembentukan Koperasi Merah Putih tidak hanya bersumber dari Inpres Nomor 9 Tahun 2025, tetapi juga berlandaskan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

Ketiga regulasi tersebut, menurutnya, menjadi fondasi penting dalam mengatur tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas koperasi agar tidak menyimpang dari tujuan utamanya sebagai penggerak ekonomi masyarakat.

Membangun kemandirian ekonomi desa 

Dr. Bukhari menekankan bahwa seluruh pengurus wajib memahami regulasi tersebut secara utuh, agar koperasi tidak sekadar berdiri sebagai formalitas tanpa memahami aturan mainnya.

Ia menegaskan bahwa koperasi merupakan lembaga hukum yang menuntut profesionalisme dalam pengelolaan dana anggota, bukan hanya wadah kebersamaan ekonomi.

Baca juga: Diskop UKM Aceh: Koperasi Harus Beradaptasi dengan Digitalisasi

“Kelalaian atau penyalahgunaan wewenang dalam koperasi dapat dijerat dengan pasal penggelapan atau penipuan. Jadi jangan anggap enteng, karena koperasi juga tunduk pada hukum nasional,” ujarnya mengingatkan.

Dr. Bukhari berharap agar Koperasi Merah Putih benar-benar mampu menjadi instrumen penguatan ekonomi rakyat yang sehat, bersih, transparan, dan berlandaskan hukum.

Ia menilai, apabila koperasi dikelola dengan prinsip akuntabilitas dan integritas, maka cita-cita besar pemerintah untuk membangun kemandirian ekonomi desa akan tercapai secara berkelanjutan.(*)

Baca juga: Sosok Wabup Pidie Jaya Hasan Basri yang Bogem Kepala SPPG, Anak Pensiunan Polisi Lulusan ITB

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved