Sejarah

Makam Meurah II, Jejak Raja-raja Aceh yang Hilang Ditelan Waktu

Di sebuah sudut tenang di Desa Ulee Lueng, Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar, terdapat sebuah tempat yang menyimpan kisah masa lalu

Penulis: Hendri Abik | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS.COM/FOR SERAMBINEWS
KOMPLEKS MAKAM - Suasana kompleks Makam Meurah II/ Foto Kiriman Ahyan Ariefuzzaki SMAN 1 Darul Imarah Aceh Besar 

Bagi masyarakat Aceh, sebutnya sebutan Meurah bukanlah nama sembarangan. 

Ia adalah gelar bangsawan untuk para penguasa wilayah semacam raja kecil yang diangkat oleh sultan sebelum datangnya Islam. 

Gelar ini bahkan telah dikenal jauh sebelum berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam.

“Sebutan Meurah juga pernah disandang oleh Meurah Pupok, putra Sultan Iskandar Muda, serta Meurah Silu, pendiri Kerajaan Samudera Pasai yang kemudian dikenal sebagai Sultan Malik al-Saleh,” jelasnya.

 Dahulu, katanya wilayah makam ini termasuk dalam Kerajaan Darul Kamal. 

Namun setelah kerajaan itu ditaklukkan oleh Kerajaan Meukuta Alam, daerahnya menjadi bagian dari Kesultanan Aceh Darussalam di bawah Sultan Ali Mughayat Syah. 

Sejak itu, kawasan ini menjadi tempat peristirahatan para bangsawan dan tokoh penting Aceh.

“Beberapa makam di sini diyakini milik Said Husain Shatha dan Raja Abdullah Al-Malikul Mubin. Dalam buku Aceh Sepanjang Abad karya sejarawan Muhammad Said, disebutkan bahwa Raja Abdullah merupakan ayah dari Sultan Inayat Syah, yang memiliki tiga putra, yaitu sultan Muzaffar Syah, Raja Meukuta Alam, Sultan Alauddin Riayat Syah, Raja Kerajaan Daya di akhir abad ke-15, dan Syamsu Syah, yang dikenal lewat makamnya bernama Kubeu Poteumeureuhom,”ujarnya.(*)

 

 

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved