Breaking News

Berita Banda Aceh

Update Revisi UUPA: Jangan Alergi dengan MoU Helsinki, Baleg DPR Gelar Raker dengan Tiga Menteri

Harus kita sadari, berulangkali sudah saya sampaikan, tidak ada UUPA tanpa MoU Helsinki. TA Khalid, Ketua Forbes Anggota DPR/DPD RI asal Aceh

Editor: mufti
COVER KORAN SERAMBI INDONESIA
HEADLINE KORAN SERAMBI INDONESIA EDISI KAMIS 20251120 

Dalam rapat kemarin, TA Khalid juga menyampaikan terima kasih kepada Kemendagri, Menko Polhukam dan Kemenkeu. Ia menjelaskan, UUPA tentu memiliki kekurangan dan ada yang harus diperbaiki. Hal tersebut menjadi dasar dilakukannya revisi UUPA.

"Karena kalau revisinya biasa-biasa saja, untuk apa direvisi. Menyangkut dengan dana otsus, mohon maaf saya bukan tidak sependapat dengan Bang Muslim (Muslim Ayub), saya harus. Tapi saya pertegas, kami di sini bukan minta dana otsus. Kami minta kewenangan khusus," tegasnya dalam forum rapat tersebut.

Pasalnya akibat adanya kewenangan khusus, tentu pemerintah wajib membiayai kekhususan tersebut. "Masa saya disuruh berangkat ke Jeddah tapi tidak diberikan tiket. Masa saya diberikan hak khusus, tapi tidak dibiayai khusus," kata TA Khalid selaku anggota Baleg DPR RI, memberi perumpamaan.

Pasalnya jika bicara anggaran ujar TA Khalid, selama pemerintah memberikan kewenangan khusus untuk Aceh, maka selama itu pula pemerintah wajib memberikan dana untuk Aceh. Terkait masalah implementasi kurang maksimal di lapangan, TA Khalid mengajak semua pihak agar melakukan advokasi secara bersama-sama.

Ia mencontohkan selama 20 tahun terakhir, Aceh tidak pernah membuat anggaran sendiri tanpa koordinasi dahulu dengan pusat. Setiap APBA yang disahkan juga harus koordinasi terlebih dahulu.

"Jadi ada evaluasi, tidak berdiri sendiri. Uang otsus masuk Aceh, bikin suka-suka DPRA, bukan seperti itu. Kalau ada korupsi tangkap," tegasnya.

Tentu dalam perjalanan mengalami kekurangan, sehingga hal tersebut kata TA Khalid, perlu dioptimalkan bersama. Karenanya ia mengajak agar semua pihak dalam forum tersebut, dapat mengoptimalkan revisi tersebut agar lebih maksimal.

Ia mencontohkan, pada pasal 7 UUPA yang menyangkut dengan normal. "Bayangkan kita memberikan UU kewenangan khusus, disaat mereka bikin qanun kan harus ada evaluasi dari Mendagri. Jangan diberi timbangan nasional, nggak jalan, karena dia kewenangan khusus. Tujuan revisi ini tidak lain, untuk memperkuat perdamaian dan memperkuat kewenangan,"pungkasnya.(nal/iw)

Menko Polkam Sorot Dua Pasal

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Djamari Chaniago menegaskan bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dilakukan demi kesejahteraan masyarakat Aceh dan menjaga perdamaian di daerah.

Hal itu disampaikan Djamari usai menghadiri rapat kerja (raker) dengan Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025). Ia menekankan bahwa pembahasan revisi UU Aceh akan ditindaklanjuti melalui rapat-rapat lanjutan untuk memperinci mekanisme evaluasi dan perbaikan.

Menurut Djamari, dari usulan DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh) terdapat delapan pasal perubahan dan satu pasal tambahan. Namun, dari perspektif Kemenko Polkam, terdapat dua pasal yang memerlukan perhatian khusus, yakni Pasal 11 dan Pasal 160.

Pasal 11: Kewenangan Pusat dan Daerah

Djamari menjelaskan, usulan perubahan Pasal 11 berkaitan dengan pengaturan kewenangan antara pemerintah Aceh dan pemerintah pusat. Usulan DPRA adalah mengalihkan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah Aceh dan menetapkannya dalam Qanun Aceh, tanpa mencantumkan peran pemerintah pusat dalam pembinaan maupun pengawasan.

Ia menilai hal ini sangat strategis karena berdampak langsung pada pola hubungan pusat-daerah, efektivitas koordinasi pemerintahan, serta tata kelola urusan pemerintahan di Aceh. Saat ini, pemerintah pusat masih memegang peran sebagai penetap norma, standar, dan prosedur, serta memiliki kewenangan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di Aceh maupun kabupaten/kota lainnya.

"Perubahan konstruksi tersebut pada dasarnya memperluas kewenangan regulasi dan pengawasan pemerintah Aceh. Namun perlu dikaji bersama secara cermat agar tidak menimbulkan tumpang tindih dengan ketentuan peraturan perundang-undangan nasional," jelas Djamari.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved