Jurnalisme Warga
Melihat Aktivitas Pelatihan Pembelajaran Mendalam di SMAN 1 Leupung
Sekolah yang dipilih adalah SMA Negeri 1 Leupung yang berlokasi di Gampong Deah Mamplam, kecamatan Leupung, Aceh Besar. Sekolah tersebut
Oleh: Nelliani MPd, guru SMAN 1 Baitussalam
BAGI saya, perjalanan pada Sabtu, 22 November 2025 memberikan pengalaman berharga dalam rangkaian proses pelatihan pembelajaran mendalam (PM). Hari itu penulis dan rombongan pelatihan PM jenjang SMA kabupaten Aceh Besar melaksanakan open class kedua. Kami didampingi Pak Jhon Abdi dari Dinas Pendidikan dan Ibu Cut Deni Fitri Nadia dari BGTK Aceh yang selama ini membersamai pelatihan ini.
Sekolah yang dipilih adalah SMA Negeri 1 Leupung yang berlokasi di Gampong Deah Mamplam, kecamatan Leupung, Aceh Besar. Sekolah tersebut berjarak 18 km dari ibu kota provinsi dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. SMA ini dipimpin oleh Sabariah, S.Pd., M.Pd.
Dalam gerimis yang masih menyapa sejak semalam, iring-iringan mobil rombongan memasuki perkarangan sekolah. Kedatangan kami disambut hangat oleh kepala sekolah dan stafnya. Dengan ramah ia mempersilahkan kami menuju suatu ruangan yang telah disiapkan.
Baca juga: MAS Gelar Pelatihan Pembelajaran Deep Learning dan Kurikulum Berbasis Cinta
Memasuki gerbang sekolah yang tak jauh dari jalan Banda Aceh- Calang itu mata saya tak berkedip. Saya sempat kehilangan kata menggambarkan apa yang baru saya lihat. Rupanya bukan penulis saja, semua yang hadir merasakan kekaguman yang sama. Tidak menyangka ada sekolah sekeren ini di atas gunung. Bahkan ada yang nyeletuk, “sekolah ini lebih bagus dari sekolah paling favorit di Aceh”.
Benar saja, lingkungan sekolah ini sangat asri, bersih dan tertata. Posisinya yang berada di ketinggian, berhadapan langsung dengan lautan di seberangnya memberi warna tersendiri. Tak terlihat sampah, puntung rokok atau plastik sisa makanan berserakan di halaman atau ruang kelas.
Sepertinya warga sekolah sangat menjaga kebersihan lingkungan. Ini tentu bukan kerja personal petugas kebersihan semata, ini jelas tanggung jawab kolektif semua warga sekolah, guru, staf maupun siswa yang terbina dengan baik.
Sepanjang mata memandang terlihat gedung dan halaman dikelilingi pohon-pohon yang ditanam dengan rapi. Nuansa hijau sangat kentara. Pohon-pohon itu mengalirkan udara bersih dan sejuk, menghadirkan lingkungan belajar yang nyaman dan menenangkan. Tak ketinggalan aneka tanaman hias berjejer di sisi kiri kanan jalur masuk dan sudut-sudut ruangan menambah indah mata memandang.
Bu Sabariah bercerita, bagaimana ia bersama staf berjuang keras membenahi sekolah. Di awal bertugas di sini, ia melihat siswa merokok, pake sandal, membuang sampah sembarangan, kondisi “tidak tertib” terlihat dimana-mana. Pelan-pelan ia mengubah persepsi anak, menyadarkan mereka pentingnya budaya bersih, hidup sehat dan teratur.
“Saya bilang ke mereka merokok itu tidak sehat, jangan biasakan. Jika nanti kalian ikut tes masuk polisi akan mempengaruhi nilai kesehatan. Saya juga mengajari mereka mengelola sampah. Memisahkan sampah organik dan anorganik, yang organik mereka olah menjadi kompos dan yang anorganik dijual atau didaur ulang yang dapat memberikan nilai ekonomis untuk anak-anak sendiri” jelasnya.
Belajar mendalam
Kedatangan kami di SMAN 1 Leupung untuk mengadakan open class tahap dua. Open class adalah sesi observasi langsung dimana guru mengajar menggunakan pendekatan pembelajaran mendalam (berkesadaran, bermakna dan menggembirakan) di depan guru lain yang berperan sebagai pengamat. Tujuannya untuk mendorong kolaborasi, berbagi praktik baik dan merefleksi antar guru sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Ada tiga guru yang diobservasi yaitu guru kimia, bahasa Indonesia dan ekonomi. Penulis berkesempatan hadir di kelas kimia sebagai observer bersama beberapa guru lain. Kali ini yang menjadi guru modelnya adalah ibu Rosita dari SMA Modal Bangsa.
Tugas observer adalah mengamati secara objektif dan sistematis jalannya pembelajaran, mencatat data yang relevan dan memberikan umpan balik konstruktif kepada guru yang mengajar untuk pengembangan profesional guru tersebut dan sebagai pengetahuan tambahan bagi guru lain. Observasi berfokus pada prinsip-prinsip dalam pendekatan deep learning.
Awalnya saya sempat berpikir ibu Rosita yang berlatar sekolah favorit dengan siswa-siswa pilihan akan kewalahan melaksanakan pembelajaran. Ternyata saya salah, anak-anak ini cukup kritis. Meskipun berasal dari wilayah pesisir, mereka punya daya nalar yang baik, mudah nyambung dengan materi. Guru model tidak merasa sendiri, muncul diskusi kecil dan jawaban-jawaban cerdas meskipun agak segan dan malu-malu.
Setelah open class, kepala sekolah mengajak kami melihat-lihat berbagai inovasi siswa. Di sini, kami takjub bukan kepalang. Tak pernah terbayangkan, anak-anak pesisir yang hari-harinya berteman dengan laut, pantai, hutan dan gunung, yang belajar dengan fasilitas seadanya, yang jauh dari pusat-pusat keilmuan mampu melahirkan karya-karya brillian. Sekali lagi saya kehabisan kata-kata mengungkapkannya.
Kami diperlihatkan 12 produk inovasi. Seluruhnya hasil penelitian panjang para siswa bersama guru pembimbing. Uniknya, ide-ide mereka berangkat dari permasalah sehari-hari dan fokus pada gaya hidup berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
Saya sempat mencatat beberapa diantaranya seperti minyak daun gelinggang anti jamur kulit, minyak daun suharto penyembuh luka, bubuk daun jomblang sebagai anti pembusukan daging, kolagen sisik ikan Bandeng menjaga kesehatan kulit dan bubuk kulit udang sebagai pengganti micin.
Marsya dan Nadia, siswa kelas 11 dengan bangga memperlihatkan kepada penulis hasil karyanya. Didampingi pembimbing, mereka menceritakan bagaimana perjalanan risetnya hingga menghasilkan sebuah produk bernilai yaitu Kapur dari Cangkang Keong Mata Leumo Sebagai Penjernih Air.
“Tempat tinggal kami bu di wilayah pesisir, di sini airnya kurang jernih. Kami baca-baca jurnal dan mencari tahu apa yang bisa dilakukan untuk membuat air di rumah agar lebih jernih. Kebetulan di pantai banyak cangkang keong, kami bersihkan, kemudian cangkang itu dikeringkan, dibakar baru ditumbuk,” jelas Marsya dengan sangat meyakinkan.
Ulvi dan 2 temannya membuat produk Minyak Daun Bawang Perasa Makanan Bebas Micin. Ia memulai risetnya karena menemukan banyak makanan yang dijual mengandung micin.
“Sekarang ini banyak makanan mengandung micin, jadi kami timbul ide membuat sesuatu agar terhindar dari zat tersebut”. Ulvi sangat lancar menjelaskan proses pembuatan daun bawang hingga menjadi minyak bebas micin. Ia juga paham menguraikan senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman tersebut beserta khasiatnya. Anak ini punya literasi dan publik speaking yang mumpuni, batin saya.
Bu Sabariah mengatakan tujuan dari kegiatan ini untuk melatih kemandirian dan mengembangkan keterampilan wirausaha siswa. “Kami ingin setelah tamat nanti mereka bisa menggunakan keterampilan ini sebagai ide bisnis yang membuka jalan wirausaha”. Ia juga sedang merintis kerja sama dengan beberapa pihak untuk proses pengembangan inovasi siswa sehingga bernilai jual tinggi.
Hari itu kami belajar banyak dari siswa-siswi Leupung. Anak-anak yang sehari-harinya berteman dengan laut dan gunung telah lebih dulu mempraktekkan pembelajaran mendalam. Mereka mengajarkan kami bagaimana sejatinya pendekatan ini dilaksanakan.(*)
Email : nellianimnur@gmail.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/sma-1-leupung-9il.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.