Kasus Korupsi Kuota Haji Belum Ada Tersangka, Uang Rp 26 Miliar hingga 4 Mobil Disita KPK

Tak hanya sejumlah uang, KPK juga menyita beberapa aset lainnya, yaitu 4 unit mobil dan 5 bidang tanah serta bangunan.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (1/8/2025). 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Total ada 1,6 juta Dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 26 miliar yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan korupsi kuota haji pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Tak hanya sejumlah uang, KPK juga menyita beberapa aset lainnya, yaitu 4 unit mobil dan 5 bidang tanah serta bangunan.

“Sampai dengan saat ini, tim penyidik telah melakukan penyitaan kepada beberapa pihak terkait, sejumlah uang dengan total USD 1,6 juta, 4 unit kendaraan roda empat, serta 5 bidang tanah dan bangunan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (2/9/2025).

Meski demikian, KPK belum mengungkapkan pemilik dari sejumlah uang dan beberapa aset yang disita dari kasus kuota haji tersebut.

 Budi mengatakan, penyidik masih akan terus mendalami aliran uang terkait praktik jual beli kuota tambahan haji 2024 tersebut.

Dia juga mengatakan, penyitaan aset-aset tersebut sebagai bagian dari upaya untuk pembuktian perkara sekaligus langkah awal KPK dalam mengoptimalkan asset recovery atau pemulihan keuangan negara.

“Terlebih dugaan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi ini mencapai nilai yang cukup besar,” ucap dia.

Baca juga: Kasus Korupsi Kuota Haji: KPK Sita Uang Senilai Rp 26 Miliar, 4 Mobil, dan Tanah

Belum ada tersangka

Adapun KPK telah menaikkan status perkara kuota haji ini dari penyelidikan ke tahap penyidikan pada Sabtu (9/8/2025), setelah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi.

Namun, KPK belum menetapkan tersangka.

Lembaga antirasuah baru menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik umum untuk kasus kuota haji tersebut.

Di kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

KPK juga sudah melakukan beberapa kali penggeledahan terkait perkara ini, yaitu di kantor Kementerian Agama, rumah pribadi Yaqut Cholil Qoumas, dan kantor biro perjalanan haji dan umrah.

Dalam perkara ini, KPK telah memeriksa beberapa saksi, di antaranya eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks Stafsus Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Maktour, Fuad Hasan Masyur.

KPK juga telah mencegah ketiga orang tersebut bepergian ke luar negeri mulai 11 Agustus 2025.

Keputusan ini berlaku selama 6 bulan.

Selain itu, KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi mulai dari pihak Kementerian Agama, travel haji dan umrah, serta asosiasi penyelenggara haji dan umrah. 

Di antaranya, Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah dan Deputi Keuangan BPKH Irwanto.

Kemudian, Firman M Nur selaku Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri); Kushardono selaku Staf PT Tisaga Multazam Utama; dan Agus Andriyanto selaku Kepala Cabang Nur Ramadhan Wisata Surabaya.

Selanjutnya, Achmad Ruhyadi selaku Staf Keuangan Asosiasi Mutiara Haji; Arie Prasetyo selaku Manager Operasional PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour); Arsul Azis Tana selaku Ketum Kesthuri Komisaris PT Raudah Eksati Utama; dan Eris Herlambang selaku Staf PT Anugerah Citra Mulia.

Baca juga: KPK Segera Umumkan Tersangka Korupsi Kuota Haji Usai Geledah Rumah Yaqut Cholil

 

Periksa Eks Menag Yaqut, KPK Gali Kronologi Kuota Haji Tambahan dan Dugaan Aliran Uang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami kronologi kuota haji tambahan 2024 hingga keputusan membagi kuota tersebut secara proporsional untuk kuota haji khusus dan haji reguler menjadi 50 persen.

Materi tersebut didalami KPK saat memeriksa eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai saksi dalam kasus kuota haji 2024 di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Senin (1/9/2025).

 “Penyidik mendalami terkait dengan kronologi kuota tambahan yang kemudian melalui keputusan menteri dilakukan plotting atau pembagian kuota haji khusus dan juga kuota haji reguler,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).

Budi mengatakan, KPK juga mendalami dugaan adanya aliran uang dari pembagian kuota haji tambahan tersebut.

“Dan juga terkait dengan dugaan-dugaan aliran uang dari pembagian kuota haji tersebut, itu juga didalami oleh penyidik dalam pemeriksaan,” ujarnya.

Sebelumnya, eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas irit bicara usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 pada Senin (1/9/2025).

Pantauan Kompas.com, Yaqut diperiksa hampir 7 jam; ia tiba di Gedung Merah Putih pukul 09.18 WIB dan keluar dari Gedung KPK pada 16.19 WIB.

“(Pemeriksaan hari ini) memperdalam keterangan yang saya sampaikan di pemeriksaan sebelumnya. Jadi, ada pendalaman,” kata Yaqut.

Yaqut mengatakan, penyidik menyodorkan sekitar 18 pertanyaan terkait kuota haji 2024. 

Namun, ia tak spesifik menyampaikan isi pemeriksaan tersebut.

“Insya Allah, kalau saya enggak salah ada 18 (pertanyaan). Materi ditanyakan ke penyidik,” ujarnya.

Yaqut juga tak banyak bicara saat ditanya soal aliran fee dalam kasus dugaan korupsi kuota haji.

 Dia mengatakan hal tersebut sebaiknya ditanyakan kepada KPK. “Ditanyakan ke penyidik,” ucap dia.

 

Baca juga: Korupsi Kuota Haji, Oknum Kemenag Diduga Terima Pelicin Rp 113 Juta Per Jemaah

Duduk perkara kuota haji  

Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.

Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.

“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” imbuh dia.

KPK menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun.

Selain itu, KPK menduga ada praktik jual beli kuota haji khusus setelah pembagian dari kuota haji tambahan tersebut.

Kuota haji khusus dijual mulai dari Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.

 “Untuk harganya (kuota haji khusus), harganya informasi yang kami terima itu, yang khusus itu di atas Rp 100 jutaan, bahkan Rp 200-300 jutaan gitu ya,” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Tak hanya kuota haji khusus, Asep mengatakan, kuota haji furoda bahkan dijual hingga menyentuh harga Rp 1 miliar.

 “Bahkan ada yang furoda itu, itu hampir menyentuh angka Rp 1 miliar per kuotanya, per orang,” ujarnya.

KPK menduga ada timbal balik atau setoran dana yang diberikan travel haji ke oknum Kementerian Agama (Kemenag) untuk setiap kuota haji khusus yang terjual.

“Berapa besarannya? 2.600 sampai 7.000 (Dollar AS). Jadi 2.600 sampai 7.000 itu adalah selisihnya yang setor ke oknum di Kementerian Agama,” ucap dia.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Abdya Hari ini 3 September 2025, Delapan Wilayah Berawan

Baca juga: Harga Rokok Terbaru September 2025 di Indomaret dan Alfamart, Djarum hingga Esse Alami Penyesuaian

Baca juga: Aksi Mogok Dokter Spesialis RSUD Nagan Raya Berakhir, Layanan Kembali Normal

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved