Sebut Tak Ada Pemerkosaan Massal Mei 1998, Menteri Kebudayaan Fadli Zon Digugat ke PTUN

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menggugat Menteri Kebudayaan Fadli Zon atas pernyataannya menyangkal pemerkosaan massal Mei 1998

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat ditemui di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (10/8/2025) malam. 

-Undang-undang 39 tahun '99 tentang hak asasi manusia

-Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, ucapan Fadli Zon dianggap melampaui kewenangannya sebagai Menteri Budaya. 

Mereka menilai pernyataan itu melampaui kewenangan seorang menteri kebudayaan karena menyangkut perkara pelanggaran HAM berat. 

Penanganan dan penyelesaian kasus semacam itu menjadi ranah lembaga berwenang, yakni DPR, Komnas HAM sebagai penyelidik, Kejaksaan Agung sebagai penyidik, serta Presiden Republik Indonesia. 

"Sementara itu, Kementerian Kebudayaan tidak memiliki peran dalam proses penuntasan pelanggaran HAM berat," lanjutnya. 

Selain itu, pernyataannya dinilai sebagai bentuk kebohongan dan informasi yang salah serta menyangkut delegimitasi kerja-kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998. 

Baca juga: Profil dan Riwayat Pendidikan Gibran, Kini Digugat karena Tak Mempunyai Ijazah SMA

Adanya delegimitasi kinerja tim pencari fakta

Dalam konferensi pers tersebut, TGPF Mei 1998 menilai pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon telah melecehkan kerja tim resmi yang dibentuk negara. 

Pernyataan tersebut dianggap mendelegitimasi hasil penyelidikan tragedi Mei 1998.

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas bersama TGPF menegaskan, tim telah bekerja berdasarkan mandat enam kementerian sejak 1998 untuk mengungkap fakta kekerasan, terutama terhadap perempuan Tionghoa. 

Karena itu, pernyataan menteri dinilai tidak berdasar dan berpotensi merugikan korban.

Ketua TGPF Mei 1998 Marzuki Darusman menyatakan, konferensi pers digelar untuk meluruskan pandangan publik dan menjelaskan mengenai gugatan ini. 

Menurutnya, pernyataan menteri bertolak belakang dengan pengakuan negara atas tragedi Mei 1998 sebagai pelanggaran HAM berat.

Lebih lanjut, Marzuki menyatakan bahwa gugatan ini bertujuan untuk melindungi korban melalui pengakuan negara. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved