Perlombaan Senjata Nuklir Kembali Dimulai, Amerika-Rusia-China Adu Kekuatan Nuklir, Siapa yang Kuat?

AS dikabarkan tengah bersiap memulai kembali uji coba senjata nuklir setelah hampir 33 tahun menghentikan aktivitas tersebut.

Editor: Amirullah
Istimewa
Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyebut rudal ini sebagai senjata hipersonik non-nuklir yang mampu menempuh jarak jauh dan berkecepatan Mach 10, sepuluh kali kecepatan suara. AS kini akan memulai kembali uji coba senjata nuklir mereka sebagai respons uji coba senjata nuklir yang dilakukan Rusia dan China. 

Seperti diketahui, Amerika Serikat dan Federasi Rusia telah sepakat untuk melucuti persenjataan nuklir mereka dalam apa yang dikenal sebagai perjanjian New START pada Februari 2011 silam.

Perjanjian pembatasan senjata nuklir antara AS dan Rusia, New START, ini akan berakhir pada bulan Februari.

Simulasi visual dari efek benturan, kilatan cahaya, dan awan jamur akibat ledakan bom nuklir.
Simulasi visual dari efek benturan, kilatan cahaya, dan awan jamur akibat ledakan bom nuklir. (SERAMBINEWS/ndtv)

Baca juga: Mualem: Nelayan Harus Jadi Ujung Tombak Kebangkitan Ekonomi Aceh

Rusia Sudah Uji Coba Burevestnik dan Poseidon

Meski perjanjian ini masih berlaku, Rusia terus melanjutkan pengujian sistem persenjataan yang mampu membawa senjata nuklir.

Putin mengatakan pada Rabu pekan kemarin kalau negaranya telah menguji torpedo Poseidon berkemampuan nuklir.

Pernyataan Putin ini hanya beberapa hari setelah negara itu juga mengumumkan kalau rudal jelajah bertenaga nuklir Burevestnik telah menempuh jarak sekitar 8.700 mil dalam uji terbang selama 15 jam.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Rusia akan melakukan uji coba nuklir jika negara lain melakukannya terlebih dahulu, dan seorang pejabat senior Rusia juga mengatakan AS telah mempersiapkan diri untuk uji coba nuklir.

Kremlin pada Kamis pekan lalu menyatakan bahwa uji coba Burevestnik dan Poseidon tidak termasuk dalam kategori nuklir.

"Kami berharap, terkait uji coba Burevestnik dan Poseidon, informasi tersebut telah dikomunikasikan dengan benar kepada Presiden Trump," ujar juru bicara Kremlin Dmitry Peskov setelah pengumuman Trump.

"AS sudah menguji senjata nuklirnya dengan cara serupa," ujar Hans Kristensen, anggota tim pakar nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika (FAS), pada Kamis silam.

Sejatinya, Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif tahun 1996 melarang semua uji coba ledakan nuklir. 

AS menandatangani perjanjian tersebut tetapi belum meratifikasinya, sementara Rusia menarik ratifikasinya pada tahun 2023. 

Namun, kedua belah pihak harus menarik tanda tangan mereka jika tidak lagi berniat mematuhi perjanjian tersebut.

Leonid Slutsky, ketua komite urusan internasional parlemen Rusia, mengatakan "kekacauan" akan menyusul dimulainya kembali uji coba hulu ledak nuklir AS.

Baca juga: Anjlok! Harga Emas Antam Hari Ini Turun Lagi, Cek Sekarang Harga Emas Hari Ini 5 November 2025

AS Gelontorkan Ratusan Juta Dolar

Pejabat Trump dilaporkan membahas dimulainya kembali uji coba nuklir selama pemerintahan sebelumnya (era Joe Biden) setelah menuduh Rusia dan China melakukan uji coba nuklir "berkekuatan rendah", yang dibantah oleh kedua negara.

Administrasi Keselamatan Nuklir Nasional AS melakukan "ledakan kimia" bawah tanah di Nevada bulan ini "untuk meningkatkan kemampuan Amerika Serikat dalam mendeteksi ledakan nuklir berdaya ledak rendah di seluruh dunia," kata pemerintah AS.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved