Fadli Zon Bantah Soeharto Terlibat Peristiwa 1965, Mana Buktinya?

Fadli Zon pun mempertanyakan apa bukti Soeharto terlibat pembunuhan massal 1965-1966.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat ditemui di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (10/8/2025) malam. 

Dalam konferensi pers tersebut, Romo Magnis-Suseno menyebut Soeharto memang berjasa untuk Indonesia.

Namun, rekam jejak pelanggaran HAM berat dan praktik korupsi selama masa pemerintahan Soeharto tidak bisa diabaikan.

"Jasa Pak Harto tidak perlu disangkal, tetapi dari seorang Pahlawan Nasional dituntut lebih, dituntut bahwa ia tidak melakukan hal-hal yang jelas melanggar etika, dan mungkin juga jahat," kata Romo Magnis dalam konferensi pers yang disiarkan kanal Youtube YLBHI, Selasa (4/11).

"Tidak bisa disangkal bahwa Soeharto yang paling bertanggung jawab atas satu dari lima genosida terbesar umat manusia di bagian kedua abad ke-20, yaitu pembunuhan sesudah '65-66."

Peristiwa 1965 telah diakui sebagai pelanggaran HAM berat oleh pemerintah pada era Joko Widodo.

Berbagai laporan dari akademisi dan sejarawan menyatakan sekitar 500.000 hingga lebih dari satu juta jiwa terbunuh dalam peristiwa tersebut.

Baca juga: Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Ribka Tjiptaning: Hanya Bisa Membunuh Jutaan Rakyat Indonesia

Ketua PP Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

 

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad mendukung wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.

Dadang menilai Soeharto sebagai tokoh penting yang layak mendapat penghargaan.

Dadang beralasan, jasa-jasa Soeharto dianggap besar selama berkiprah di militer kemudian menjadi penguasa.

Dadang menyebut Soeharto berjasa besar terhadap perjuangan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia.

“Kami mendukung Bapak Soeharto sebagai pahlawan nasional karena beliau sangat berjasa kepada Republik Indonesia, sejak masa revolusi kemerdekaan hingga masa pembangunan,” kata Dadang dalam keterangan di Jakarta.


Menurut Dadang, Soeharto turut berjuang selama perang kemerdekaan dan memainkan peran penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. 

Selama menjabat sebagai presiden, pimpinan Muhammadiyah itu pun menilai Soeharto berhasil menjalankan pembangunan secara terencana lewat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).

Dadang menilai keberhasilan rezim Orde Baru-nya Soeharto dapat dilihat dari swasembada pangan pada 1980-an, menekan pertumbuhan penduduk dengan Keluarga Berncana (KB), serta menciptakan stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved