Ledakan di SMAN 72
Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta Bertambah Jadi 96 Orang, 29 Masih Dirawat, Pelaku Sudah Sadar
"Ada kemungkinan pihak keluarga atau tim medis melakukan rujukan agar korban mendapat pengobatan yang lebih memadai," ucap Budi.
Ringkasan Berita:
- Polda Metro Jaya mengonfirmasi total korban kini mencapai 96 orang naik signifikan dari catatan awal 54 orang.
- Kenaikan drastis ini terjadi karena banyak korban baru memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan setelah merasakan gejala atau luka yang memburuk.
- Polisi mengungkap kondisi terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
SERAMBINEWS.COM - Dua hari pascaledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, angka korban melonjak hampir dua kali lipat.
Polda Metro Jaya mengonfirmasi total korban kini mencapai 96 orang naik signifikan dari catatan awal 54 orang.
Kenaikan drastis ini terjadi karena banyak korban baru memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan setelah merasakan gejala atau luka yang memburuk.
Data juga terus diperbarui melalui verifikasi ulang petugas di berbagai rumah sakit dan klinik.
"Makanya kemarin saat doorstop kami sampaikan 54 orang korban, karena memang data masih bergerak. Setelah dilakukan pendataan ulang, jumlah korban kini mencapai 96 orang," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto di Polda Metro Jaya dilaporkan Antara.
Mayoritas Korban Sudah Pulang
Dari 96 korban, sebanyak 67 orang sudah diperbolehkan pulang setelah kondisi membaik. Mereka umumnya mengalami luka ringan yang tidak memerlukan perawatan intensif.
Sementara 29 orang masih menjalani perawatan medis di tiga rumah sakit: 14 orang di RS Islam Cempaka Putih, 14 orang di RS Yarsi, dan satu orang di RS Pertamina.
"Saat ini yang dirawat berjumlah 29 orang, dengan rincian 14 di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, 14 orang di Rumah Sakit Yarsi, dan satu di Rumah Sakit Pertamina. Sementara 67 orang lainnya sudah pulang ke rumah dalam kondisi lebih baik," jelas Budi.
Satu korban yang dirawat di RS Pertamina diduga memerlukan penanganan khusus. Budi menjelaskan rujukan dilakukan berdasarkan pertimbangan medis atau permintaan keluarga.
"Ada kemungkinan pihak keluarga atau tim medis melakukan rujukan agar korban mendapat pengobatan yang lebih memadai," ucap Budi.
Penanganan korban tersebar di berbagai fasilitas kesehatan, tidak hanya rumah sakit besar tapi juga Puskesmas dan klinik Lantamal, menyesuaikan tingkat keparahan luka masing-masing pasien.
Baca juga: Fakta Insiden Ledakan SMAN 72 Jakarta, Pelaku 17 Tahun dan Suka Nonton Video Kekerasan
Dua Ledakan Saat Khotbah Jumat
Tragedi terjadi Jumat (7/11) sekitar pukul 12.15 WIB di lingkungan SMAN 72 yang berada dalam kompleks Kodamar TNI Angkatan Laut, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Menurut kesaksian warga sekolah, ledakan pertama meledak saat khotbah Salat Jumat sedang berlangsung di masjid sekolah. Siswa dan guru yang sedang beribadah langsung panik.
Belum reda kepanikan, ledakan kedua menyusul dari arah berbeda.
Dua ledakan beruntun ini menyebabkan korban mengalami beragam cedera, mulai luka bakar hingga luka akibat serpihan. Kepanikan massal pun tak terelakkan.
Dari hasil penyelidikan awal, pelaku diduga merupakan salah satu siswa sekolah tersebut.
Siswa itu dikabarkan mengalami perundungan (bullying) yang diduga menjadi salah satu motif di balik aksi itu.
Polisi juga menemukan sejumlah barang bukti di lokasi, termasuk benda yang mirip senjata airsoft gun dan revolver.
Setelah pemeriksaan lebih lanjut, senjata tersebut dipastikan hanyalah mainan.
Polda Metro Jaya bersama instansi terkait masih melakukan investigasi lanjutan untuk memastikan motif dan penyebab pasti ledakan.
Pemeriksaan laboratorium terhadap barang bukti juga tengah berlangsung guna mendapatkan hasil yang sahih secara ilmiah.
Baca juga: VIDEO Viral Ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta Jadi Sorotan Media Asing
Kondisi Pelaku Ledakan SMAN 72
Polisi mengungkap kondisi terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Terduga pelaku kini dilaporkan selamat.
Kondisinya sudah sadar dan berangsur membaik.
Namun, masih harus menjalani perawatan medis.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto mengatakan, pihaknya kini fokus pada proses pemulihan kondisi terduga pelaku.
"Disampaikan oleh Bapak Kapolri memang salah satu dugaan yang melakukan dalam kondisi ini adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Masih dalam perawatan dan kondisinya sudah sadar. Termasuk saat ini kami fokus terhadap pemulihan,” ujar Budi.
Adapun status terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta ialah Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
Dengan demikian, kepolisian melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam kasus ini.
"Penyelidikan dan penanganan peristiwa ini Polri melibatkan KPAI dan tim trauma healing, mengingat adalah korban dan yang diduga melakukan suatu perbuatan adalah anak yang berhadapan dengan hukum. Artinya masih dianggap berstatus anak," ucap Budi. (m31)
Dipicu dari Bullying
Ledakan di masjid SMAN 72 di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025) diduga dilakukan oleh siswa sekolah tersebut.
Polisi menyebut terduga pelaku tengah menjalani perawatan intensif di ruang ICU salah satu rumah sakit dan memastikan kondisinya berangsur stabil setelah sempat mengalami luka di bagian kepala.
Polisi juga menetapkan status terduga pelaku saat ini adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Terkait kabar yang menyebutkan bahwa siswa pelaku peledakan adalah korban bullying atau perundungan, polisi menyebut masih mendalaminya termasuk motif peledakan.
Pakar psikologi forensik yang juga konsultan di Yayasan Lentera Anak, Reza Indragiri Amriel mengatakan peledakan di SMAN 72 diasumsikan berhubungan dengan bullying berdasarkan narasi yang sudah beredar luas.
"Dari kerja-kerja saya di sejumlah organisasi perlindungan anak, saya harus katakan bahwa peristiwa di SMAN 72 adalah satu bukti tambahan tentang bagaimana kita lagi-lagi terlambat menangani perundungan," kata Reza kepada WartaKotalive.com melalui pesan tertulisnya, Sabtu (8/11/2025).
Keterlambatan itu, kata Reza membuat korban, setelah menderita sekian lama, akhirnya bertarung sendirian dan dalam waktu sekejap bergeser statusnya menjadi pelaku kekerasan, pelaku brutalitas, dan julukan-julukan berat sejenis lainnya.
"Korban bullying acap mengalami viktimisasi berulang. Viktimisasi pertama saat dia dirundung teman-temannya. Viktimisasi kedua terjadi saat korban mencari pertolongan. Oleh pihak-pihak yang semestinya memberikan bantuan, korban justru diabaikan, masalahnya dianggap sepele dan biasa, dipaksa bertahan dan cukup berdoa, dst," papar Reza.
Andai mereka melapor ke polisi, misalnya, kata Reza, polisi pun boleh jadi memaksa korban untuk memaafkan pelaku dan secara simplistis menyebutnya sebagai restorative justice.
"Sehingga, terjadilah viktimisasi ketiga," ujar Reza.
Menurut Reza, puncak kesengsaraan korban adalah kekerasan terhadap diri sendiri atau kekerasan terhadap pihak lain.
"Belum sempat kita memberikan pertolongan kepada dia selaku korban, justru hukuman berat yang tampaknya sebentar lagi akan kita timpakan kepada dia sebagai pelaku. Getir, menyedihkan," kata Reza.
Reza menjelaskan sembilan puluhan persen anak yang menjadi pelaku bullying ternyata juga berstatus sebagai korban bullying.
"Data ini membuat persoalan tidak bisa dipandang hitam putih belaka. Idealnya, perilaku perundungan tidak lagi ditinjau sebatas sebagai dinamika jamak dalam proses perkembangan anak," katanya.
Perilaku perundungan, menurut Reza, sudah semestinya disikapi sebagai agresi berkepanjangan dari anak-anak yang mengekspresikan dirinya dengan cara berbahaya, sehingga harus dicegat secepat dan seserius mungkin.
"Menjadikan bullying sebagai perkara pidana pun masuk akal. Tambahan lagi, karena siswa dimaksud masih berusia anak-anak, maka kita harus membuka UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)," kata Reza.
SPPA itu, menurutnya mengingatkan bahwa anak yang melakukan pidana tetap harus dipandang sebagai insan yang memiliki masa depan.
"Negara, termasuk masyarakat, membersamainya menuju masa depan," tambahnya.
Bagaimana UU SPPA mewanti-wanti sedemikian rupa, kata Reza, menginsafkan kita bahwa pada dasarnya pertanggungjawaban pidana (penjara dll) memang dikenakan kepada yang bersangkutan.
"Tapi proses hukum harus meninjau secara multidimensi dan multifaktor. Karena itulah, di persidangan kasus korban bullying menjadi pelaku, saya selalu mendorong hakim agar menerapkan Bioecological Model (BM) dan Interactive Model (IM)," papar Reza.
BM, menurutnya meninjau lima lingkungan yang menaungi kehidupan anak.
Sementara IM melihat anak dan lingkungannya berpengaruh satu sama lain.
"Memang butuh kerja keras lintas pemangku kepentingan untuk merealisasikannya. Itu bertentangan dengan azas persidangan hukum yakni cepat, sederhana, berbiaya ringan," kata Reza.
"Karena itulah, simpulan saya, putusan hakim tetap saja memakai format penyikapan yang sama dengan persidangan terhadap pelaku dewasa. Yakni, sulit bagi korban bullying mendapat peringanan sanksi. Dia tetap sendirian menjalani konsekuensi hukum atas 'aksi kejahatan'-nya," kata Reza.
Baca juga: Hasil Lengkap Piala Dunia U17 2025: Tiga Negara Raih Tiket 32 Besar
Baca juga: Indonesia Berencana Buang "0" di Rupiah Tuai Sorotan Media Asing, Rp1.000 jadi Rp1
Baca juga: Purbaya Target Redenominasi Rupiah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Rampung 2027, Apa Untungnya?
Sumber: Kompas.com
dan WartaKota
| Pernyataan Lengkap Kapolri soal Ledakan di SMAN 72 Jakarta: Pelaku Harus Dioperasi |
|
|---|
| Update Korban Ledakan di SMAN 72 Jakarta: 33 Orang Masih Dirawat di RS, 21 Sudah Dipulangkan |
|
|---|
| Kapolri: Pelaku Peledakan Masih Siswa SMAN 72 Jakarta, Apa Motifnya? |
|
|---|
| Sosok Siswa Diduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta, Berusia 17 Tahun, Disebut Korban Bullying |
|
|---|
| Misteri Orang Tak Dikenal Muncul di Masjid hingga Tercium Bahan Kimia Sebelum Ledakan di SMAN 72 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Korban-ledakan-di-SMAN-72-Jakarta-dirawat-di-Rumah-Sakit-Islam-Cempaka-Putih-Jakarta-Pusat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.