Pahlawan Nasional

Punya Sejarah Kelam, Soeharto Bakal Bergelar Pahlawan Nasional, Ini Alasan Prabowo

Rencana Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, bukan hanya soal penghargaan

Editor: Ansari Hasyim
Tribunnews.com
Soeharto dan Bu Tien 

Ringkasan Berita:
  • Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut pemberian gelar tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada para tokoh bangsa yang telah berkontribusi besar bagi negara, terlepas dari kontroversi yang menyertai mereka.
  • Gelar itu bagian dari bagaimana menghormati para pendahulu, terutama para pemimpin.

 

SERAMBINEWS.COM - Rencana Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, bukan hanya soal penghargaan terhadap jasa seorang pemimpin masa lalu.

Langkah ini dinilai banyak pihak sebagai isyarat rekonsiliasi sejarah di bawah pemerintahan baru.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut pemberian gelar tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada para tokoh bangsa yang telah berkontribusi besar bagi negara, terlepas dari kontroversi yang menyertai mereka.

“Itu bagian dari bagaimana kita menghormati para pendahulu, terutama para pemimpin kita, yang apa pun sudah pasti memiliki jasa luar biasa terhadap bangsa dan negara,” ujar Prasetyo di Jakarta Selatan, Minggu (9/11/2025).

Baca juga: 49 Nama Diajukan untuk Gelar Pahlawan Nasional Diterima Presiden Prabowo, Ada Marsinah dan Soeharto

Prasetyo mengonfirmasi bahwa Soeharto termasuk dalam daftar sekitar sepuluh penerima gelar Pahlawan Nasional yang akan diumumkan Presiden Prabowo bertepatan dengan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025).

Dari Pro-Kontra ke Momentum Politik Baru

Rencana penghargaan terhadap Soeharto sempat memicu gelombang pro-kontra.

Sebanyak 500 aktivis dan akademisi menolak pengusulan nama Soeharto, mengingat warisan otoritarianisme dan pelanggaran hak asasi manusia selama Orde Baru.

Namun, dukungan juga mengalir deras dari kalangan ormas Islam seperti PBNU dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menilai Soeharto telah berjasa besar dalam menjaga stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi pada masanya.

“Sejarah memang tidak bisa dihapus, tapi jasa seseorang juga tak bisa dinafikan,” ujar seorang pengamat politik menilai keputusan itu sebagai “ujian kedewasaan bangsa dalam memandang masa lalu.”

Presiden Prabowo dan Upaya Menyatukan Narasi Sejarah

Bagi sebagian analis, keputusan Prabowo ini memiliki makna politik yang lebih dalam.

Sebagai mantan perwira militer yang juga bagian dari era Orde Baru, langkah Prabowo dinilai sebagai upaya merangkul seluruh narasi sejarah bangsa, termasuk yang selama ini dianggap kelam.

“Prabowo tampaknya ingin mengakhiri dikotomi sejarah — antara yang dianggap pahlawan dan yang dicap pelaku. Ia ingin menempatkan semua tokoh dalam satu bingkai kontribusi untuk republik,” ujar pengamat politik Universitas Indonesia, (nama bisa disesuaikan).

Antara Penghormatan dan Evaluasi Sejarah

Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) diketahui tengah mengulas 49 nama calon penerima gelar tahun 2025, termasuk Soeharto, Gus Dur, dan aktivis buruh Marsinah.
Deretan nama yang beragam ini memperlihatkan keinginan pemerintah menampilkan keseimbangan antara tokoh negara, ulama, dan pejuang rakyat.

Namun di tengah semangat penghormatan itu, muncul pertanyaan besar:
Apakah pemberian gelar pahlawan kepada tokoh kontroversial bisa menjadi pintu menuju rekonsiliasi sejarah, atau justru membuka kembali luka lama bangsa?

Menyatukan Ingatan Bangsa

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved