Disahkan Jadi UU, Mahasiswa Bakal Gugat KUHAP Baru ke MK: Manipulasi dan Catut Nama Koalisi Sipil

Aryo menyoroti adanya kecacatan prosedural dalam penyusunan RKUHAP yang dinilai sengaja memanipulasi masyarakat.

Editor: Faisal Zamzami
Kompas.com/Ridho Danu Prasetyo
Demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Mahasiswa dari sejumlah universitas akan menggugat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru ke Mahkamah Konstitusi (MK).
  • Langkah hukum ini diambil karena proses pembentukan undang-undang tersebut dinilai cacat prosedural dan manipulatif, serta tidak memenuhi unsur partisipasi publik yang bermakna.
  • Fitrah Aryo, Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) menyebut segera mengkaji kembali draf RUU KUHAP yang disahkan oleh DPR RI.

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA – Mahasiswa dari sejumlah universitas akan menggugat Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Langkah hukum ini diambil karena proses pembentukan undang-undang tersebut dinilai cacat prosedural dan manipulatif, serta tidak memenuhi unsur partisipasi publik yang bermakna.

Fitrah Aryo, Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) menyebut segera mengkaji kembali draf RUU KUHAP yang disahkan oleh DPR RI.

"Dugaan manipulasi dalam partisipasi bermakna ini menjadi celah bagi kami untuk mengkaji lebih dalam rencana gugatan uji formal ke Mahkamah Konstitusi," kata Aryo kepada wartawan di depan Gedung DPR, Selasa (18/11/2025).

Aryo menyoroti adanya kecacatan prosedural dalam penyusunan RKUHAP yang dinilai sengaja memanipulasi masyarakat.

Banyaknya organisasi masyarakat sipil yang namanya dicatut seolah-olah mengusulkan sejumlah pasal.

"Kalau UU TNI itu dibahas secara sembunyi-sembunyi, RKUHAP ini dibahas secara manipulatif. Ratusan organisasi, elemen masyarakat sipil dicatut namanya seakan bekerja sama, padahal itu partisipasi semu atau tokenisme," jelas Aryo.

Menurutnya, dalam teori partisipasi publik, ada tiga syarat meaningful participation yaitu hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk dijelaskan. 

"Yang pertama hak untuk didengar, iya dilakukan. Tapi hak untuk dipertimbangkan dan hak untuk dijelaskan itu tidak terpenuhi, usulan masyarakat enggak pernah dipertimbangkan dengan serius," kata dia.

"Apalagi dijelaskan, ini katanya ada yang diakomodir ada yang tidak. Tapi, enggak dijelasin kan, mana yang enggak bisa diakomodasi, apa alasannya?" sambungnya.

Selain itu, Aryo mengungkapkan bahwa draf resmi RKUHAP baru dikeluarkan oleh DPR RI pada Selasa pagi, tepat sebelum pengesahan. 

"Draf yang selama ini mungkin kita kritik adalah draf lama. Mereka menyembunyikan draf tersebut dan ketika hari pengesahan, ternyata mereka punya draf baru yang tentu perlu kita pelajari kembali," ungkapnya.

Oleh karena itu, mahasiswa akan fokus membedah draf final tersebut untuk memastikan apakah pasal-pasal krusial masih memuat ancaman yang sama sebelum resmi mendaftarkan gugatan ke MK.

Baca juga: TOK! DPR Sahkan RUU KUHAP Menjadi Undang-Undang, Berikut 14 Poin Substansi Revisi

MK Bukan Keranjang Sampah

Meski akan menempuh jalur hukum, Aryo menegaskan DPR tidak bisa terus menerus menganggap MK sebagai keranjang sampah, seperti yang disampaikan Wakil Ketua MK, Saldi Isra. 

"Habiburokhman mungkin sekali lagi melempar sampah-sampah ini ke MK. Apa hal-hal yang tidak sanggup dikerjakan secara benar, dilemparkan ke MK," kata dia.


Mahasiswa pun mempertimbangkan untuk melakukan konsolidasi besar antar-kampus dan elemen masyarakat sipil.

Aryo menilai kolaborasi dalam mengajukan uji formal bisa menjadi opsi untuk memperkuat legal standing di hadapan hakim konstitusi. 

"Ini menjadi opportunity yang bagus. Kalau kemarin sifatnya sendiri-sendiri, mungkin ke depan bisa berkolaborasi di dalam memohonkan pengujian formal ke MK," ujar Aryo.

Tak hanya Unpad, Menteri Sosial Politik Kepresidenan Mahasiswa Esa Unggul, Reza Albaihaqi juga menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan kajian mendalam terhadap pasal-pasal bermasalah dalam KUHAP yang baru saja disahkan. 

"Mungkin akan kita kaji lebih dalam terkait pasal-pasal yang bermasalah di dalam Undang-Undang KUHP yang baru ini. Selanjutnya kajian ini akan dibawa untuk kita uji formal dan uji materiil di MK," ujar Reza.

Menurut Reza, desakan pembatalan ini muncul karena DPR dinilai telah mereduksi hak asasi manusia melalui pasal-pasal kontroversial.

Ia juga membantah klaim DPR yang menyebut 99 persen isi KUHAP berasal dari usulan rakyat yang telah diakomodasi. 

"Koalisi masyarakat sipil membantah hal itu. Karena di dalam pasal yang diusulkan itu berbeda jauh substansinya dengan yang diusulkan," kata dia.

Baca juga: Eks Pimpinan KPK Laode Syarif Beberkan Peluang dan Ancaman RUU KUHAP saat Seminar di USK 

DPR Sahkan RUU KUHAP Menjadi Undang-Undang

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (18/11/2025). 

Pengesahan ini menandai pembaruan besar dalam sistem peradilan pidana Indonesia setelah proses pembahasan yang berlangsung panjang.

Rapat paripurna dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani, yang meminta persetujuan dari seluruh fraksi sebelum mengetuk palu pengesahan. Pertanyaan Puan langsung dijawab serempak oleh anggota dewan yang hadir.

“Apakah RUU KUHAP dapat disetujui menjadi undang-undang?” tanya Puan.

Serentak anggota dewan menjawab, “Setuju!”

Pernyataan itu menandai selesainya pembahasan RUU KUHAP di DPR dan secara resmi mengesahkannya menjadi undang-undang yang kelak menggantikan aturan lama.

Puan menegaskan bahwa laporan hasil pembahasan KUHAP yang disampaikan oleh Habiburokhman sudah cukup jelas.

 Pimpinan DPR RI pun berharap publik yang masih menolak proses legislasi tersebut tidak termakan hoaks terkait substansi KUHAP baru yang disahkan.

“Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami dan dimengerti sekali. Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami,” kata Puan.

Dalam penutupan, Puan menyinggung berbagai informasi keliru yang sempat beredar menjelang pengesahan RUU KUHAP.

Ia menggarisbawahi bahwa penjelasan Komisi III sebelumnya telah memberikan dasar yang jelas mengenai substansi perubahan.

“Penjelasan dari Ketua Komisi III sangat jelas. Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu tidak benar. Semoga tidak ada lagi kesalahpahaman,” ujar Puan.

Sebelum pengambilan keputusan, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang diminta maju ke mimbar untuk menyampaikan laporan, juga sekaligus meluruskan beberapa kabar palsu terkait isi RUU KUHAP.  

Politikus Partai Gerindra itu menegaskan adanya empat isu hoaks yang banyak beredar, antara lain mengenai kewenangan penyadapan hingga isu polisi dapat membekukan rekening tanpa dasar hukum.

Habiburokhman menegaskan bahwa informasi-informasi tersebut tidak sesuai naskah final RUU KUHAP yang disahkan.

Pengesahan UU KUHAP yang baru ini menjadi langkah reformasi hukum acara pidana yang diklaim lebih adaptif terhadap dinamika penegakan hukum modern.

Pemerintah dan DPR sebelumnya menyebut pembaruan KUHAP diperlukan untuk memperjelas mekanisme penanganan perkara, memperkuat akuntabilitas penyidik, serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

"Mengingat KUHAP yang ada sekarang itu telah berusia 44 tahun ya. KUHAP Baru ini menuju keadilan yang hakiki. Komisi III bersama rekan-rekan pemerintah mengucapkan syukur Alhamdulillah atas telah selesainya pembahasan RUU tentang KUHAP yang sangat dibutuhkan oleh seluruh penegak hukum di negeri ini yang akan mendampingi penggunaan KUHAP," kata Habiburokhman.

Substansi revisi KUHAP

Sebagai informasi, selama pembahasan, Panitia Kerja RUU KUHAP menyepakati 14 substansi utama yang menjadi kerangka pembaruan hukum acara pidana.

Berikut 14 poin substansi revisi KUHAP yang disepakati DPR:

1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.

2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.

3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.

4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.

5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.

6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.


7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.

8. Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.

9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.

10. Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.

11. Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.

12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.

13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.

14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

Baca juga: Al-Farlaky FC Tekuk Juang FC Dua Gol Tanpa Balas di Liga 4 Zona Aceh

Baca juga: Sekda Sampaikan Raqan APBA 2026, Belanja Aceh Diusul Rp10,33 Triliun

Baca juga: Klikesling Mifa Jangkau 26 Gampong di Aceh Barat, Layani Gratis 1.731 Warga

Sudah tayang di Kompas.com

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved