Nasib Bripda Torino Usai Aniaya Dua Siswa SPN, Anggota Polda NTT Ini Dipecat

Dalam putusan Sidang KKEP Nomor PUT/58/XI/2025/KKEP, Komisi memutuskan sanksi etika.

Editor: Faisal Zamzami
Instagram @flobamorata_repost
DIPECAT- Brigadir Dua (Bripda) TTD, anggota Direktorat Samapta Polda NTT (Nusa Tenggara Timur) diberi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) imbas menganiaya dua siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Kupang. 

Ia merupakan putra daerah Kota Kupang.

Tugas-tugasnya yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) melalui fungsi preventif dan penanggulangan gangguan.

Tugas-tugas ini meliputi pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli (Turjawali), pengendalian massa (termasuk unjuk rasa), pengamanan objek vital, serta bantuan sarana dan prasarana seperti bantuan satwa (K-9) dan bantuan SAR.

Polda NTT Juga Hukum Polisi Perekam Video

Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), menghukum Bripda Gilberth Hein de Reynald selaku perekam dan pembuat video kasus penyiksaan 2 siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Kupang, NTT. Bripda Gilbert Hein de Reynald diketahui bertugas di Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda NTT.

"Bripda Gilberth Hein De Reynald Puling dijatuhi hukuman demosi. Sidang oleh Komisi Kode Etik Polri digelar kemarin, setelah sidang Bripda Torino Tobo Dara," kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Polisi Hendry Novika Chandra, kepada Kompas.com, Rabu (19/11/2025).

Hendry menyebut, Bripda Gilberth Hein De Reynald Puling dinyatakan terbukti tidak menghentikan penganiayaan dan justru merekam kejadian tersebut tanpa upaya melerai.

 Putusan Sidang KKEP Nomor PUT/59/XI/2025/KKEP menetapkan sanksi etika yakni perilaku dinyatakan sebagai perbuatan tercela.

 Kemudian, sanksi administratif, penempatan di tempat khusus (Patsus) selama 20 hari.

 "Mutasi bersifat demosi selama 5 tahun," ujar Hendry.

Terhadap putusan itu, Bripda Gilberth Hein De Reynald Puling menyatakan pikir-pikir.

Hendry menegaskan bahwa Kapolda NTT memberikan perhatian serius terhadap setiap tindakan kekerasan dalam proses pendidikan maupun kedinasan.

“Kapolda menegaskan bahwa pola-pola kekerasan tidak boleh menjadi bagian dari pembinaan. Polri berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang humanis dan jauh dari praktik kekerasan,” jelasnya.

Ia menambahkan, sidang kode etik menjadi bukti bahwa setiap pelanggaran akan diproses secara transparan sesuai prosedur.

Polda NTT lanjut dia, akan terus memperkuat pengawasan internal, pembinaan personel, dan penegakan kode etik.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved