Opini

Penguatan Perusahaan Melalui Investasi untuk Kesejahteraan

Dalam konteks Indonesia, mesin penggerak ini adalah perusahaan-perusahaan, khususnya di sektor manufaktur yang menjadi tulang punggung

|
Editor: mufti
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Dr Rita Meutia SE MSi Ak, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala 

Dr Rita Meutia SE MSi Ak, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala

KESEJAHTERAAN suatu bangsa tidak lahir dari ruang hampa. Ia adalah buah dari sebuah mesin penggerak yang bernama perekonomian. Dalam konteks Indonesia, mesin penggerak ini adalah perusahaan-perusahaan, khususnya di sektor manufaktur yang menjadi tulang punggung industrialisasi. Namun, agar mesin ini dapat berputar kencang, menghasilkan nilai, dan pada akhirnya menebar "kue ekonomi" yang merata, diperlukan tiga bahan bakar utama: keputusan investasi yang strategis, skema pembiayaan yang inovatif, dan kebijakan dividen yang bijaksana.

Ketiganya bukan hanya sekadar instrumen korporat untuk memaksimalkan laba, melainkan sebuah trisula yang mampu memperkuat fundamental perusahaan, yang pada gilirannya menjadi katalis bagi percepatan perputaran ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas.

Investasi, baik dalam bentuk greenfield (pembangunan baru) maupun brownfield (ekspansi dan modernisasi), adalah napas pertama bagi pertumbuhan. Bagi perusahaan manufaktur Indonesia, investasi tidak lagi sekadar menambah jumlah mesin, tetapi membangun kapasitas yang berdaya saing global di era Revolusi Industri 4.0.
Fakta dan data menunjukkan betapa krusialnya peran investasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2023 sebesar 5,17 persen (y-on-y), dengan kontributor terbesarnya adalah Investasi Modal Tetap (PMTB) yang tumbuh 4,63 persen. Sektor manufaktur sendiri masih menjadi penopang utama, menyumbang sekitar 18,25 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2022. Investasi di sektor ini pun menunjukkan tren positif.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan realisasi investasi di sektor manufaktur pada kuartal I-2023 mencapai Rp 135,6 triliun, tertinggi di antara sektor lainnya, dengan dominasi pada industri logam, makanan, dan kimia farmasi.

Investasi strategis hari ini harus diarahkan pada peningkatan produktivitas dan efisiensi melalui adopsi teknologi.

Misalnya, PT Kalbe Farma berinvestasi besar-besaran dalam otomatisasi dan digitalisasi lini produksinya. Hasilnya, tidak hanya efisiensi yang meningkat, tetapi juga kemampuan menghasilkan produk-produk kesehatan yang lebih berkualitas dan terjangkau. Contoh lain adalah PT Astra International yang gencar berinvestasi dalam pengembangan kendaraan listrik, menyiapkan diri untuk menghadapi masa depan industri otomotif. Investasi semacam ini menciptakan multiplier effect. Ia menyerap tenaga kerja terampil, mendorong riset, dan menciptakan rantai pasok yang lebih kuat, yang kesemuanya memutar roda ekonomi di tingkat akar rumput.

Pembiayaan inovatif

Untuk mendanai investasi strategis tersebut, perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan internal atau pinjaman bank konvensional. Di sinilah pentingnya eksplorasi skema pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan.

Pasar modal Indonesia menjadi salah satu opsi primadona. Emiten manufaktur dapat melakukan rights issue atau penerbitan obligasi korporasi untuk menggalang dana dari masyarakat.

Pada 2022, nilai penghimpunan dana dari rights issue di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai Rp 74,26 triliun, sementara obligasi korporasi juga menjadi pilihan favorit. Pembiayaan melalui pasar modal tidak hanya memberikan modal yang lebih murah (jika dibandingkan dengan suku bunga pinjaman bank untuk jumlah besar) tetapi juga meningkatkan transparansi dan tata kelola perusahaan.

Selain itu, skema pembiayaan syariah melalui penerbitan Sukuk korporasi juga mulai berkembang. Skema ini menarik minat investor yang ingin portofolionya sesuai dengan prinsip syariah. Pembiayaan hijau (green financing) untuk investasi yang ramah lingkungan juga semakin relevan. Bank Dunia dan lembaga keuangan internasional lainnya sering kali menyediakan pembiayaan dengan syarat lunak untuk proyek-proyek berkelanjutan.

Yang tak kalah penting adalah peran pembiayaan dari perbankan. Bank harus proaktif dalam menawarkan skema kredit investasi dengan tenor panjang dan pembiayaan kompetitif, khususnya untuk sektor-sektor manufaktur yang menjadi prioritas pemerintah sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0, seperti elektronik, otomotif, makanan dan minuman, serta kimia.

Kebijakan dividen

Kebijakan dividen sering kali menjadi area yang penuh dilema. Di satu sisi, pemegang saham (termasuk banyak masyarakat melalui investasi reksadana) menginginkan imbal hasil yang pasti. Di sisi lain, perusahaan membutuhkan laba ditahan untuk mendanai ekspansi dan inovasi di masa depan.

Kebijakan dividen yang bijaksana adalah tentang menemukan keseimbangan yang tepat. Perusahaan yang sedang dalam fase pertumbuhan agresif mungkin memilih untuk membagikan dividen dalam persentase kecil dari laba bersih (payout ratio), dan mengalihkan lebih banyak laba untuk reinvestasi. Sebaliknya, perusahaan yang sudah mapan (mature) dengan arus kas yang stabil dapat membagikan dividen yang lebih besar.

Kebijakan ini memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Secara langsung, dividen yang dibagikan kepada pemegang saham retail adalah tambahan pendapatan yang dapat mereka belanjakan atau investasikan kembali, sehingga uang tersebut kembali berputar dalam ekonomi. Secara tidak langsung, dengan menahan laba untuk investasi produktif, perusahaan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan nilai ekonomi dalam jangka panjang, yang manfaatnya jauh lebih besar.

Data dari BEI menunjukkan bahwa emiten manufaktur konsisten menjadi penyumbang dividen terbesar. Pada tahun 2022, sektor manufaktur menduduki peringkat teratas dalam pembagian dividen tunai. PT Unilever Indonesia Tbk, misalnya, dikenal dengan kebijakan dividen yang konsisten dan tinggi, menarik minat investor jangka panjang.

Sementara itu, perusahaan seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk pada fase awalnya memilih untuk tidak membagikan dividen dan fokus menggunakan modal untuk pengembangan bisnis dan ekspansi, sebuah keputusan yang dipahami oleh investor yang menargetkan pertumbuhan capital gain.

Peran pemerintah

Kekuatan trisula ini akan optimal jika bersinergi. Investasi yang didanai oleh skema pembiayaan yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan ini menghasilkan laba, yang kemudian dialokasikan secara bijak antara dividen untuk memuaskan pemegang saham dan laba ditahan untuk mendanai investasi masa depan, menciptakan siklus virtuoso yang berkelanjutan.

Pemerintah memegang peran krusial sebagai enabler. Kebijakan fiskal yang menarik, seperti tax allowance dan tax holiday untuk investasi di sektor prioritas, perlu terus diperkuat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus terus mendorong inovasi instrumen keuangan dan pembiayaan yang dapat diakses oleh perusahaan. Reformasi regulasi untuk mempermudah perizinan berusaha juga mutlak diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang sehat dimana masyarakat dapat terlibat langsung. Misalkan lewat aplikasi investasi dan reksadana, masyarakat tidak lagi hanya sebagai konsumen pasif.

Seorang guru, dokter, atau mahasiswa dapat membeli saham atau reksadana yang portofolionya berisi perusahaan-perusahaan manufaktur unggulan. Dengan demikian, mereka tidak hanya menikmati dividen, tetapi juga ikut serta memiliki dan mendukung penguatan perusahaan-perusahaan Indonesia. Ini adalah bentuk demokratisasi ekonomi di era modern.

Penguatan perusahaan Indonesia, khususnya di sektor manufaktur, melalui keputusan investasi, pembiayaan, dan dividen yang tepat bukanlah tujuan akhir. Ia adalah sebuah means to an end. Tujuannya adalah terciptanya perputaran ekonomi yang lebih cepat, lebih inklusif, dan berkelanjutan. Setiap rupiah yang diinvestasikan, setiap skema pembiayaan yang inovatif, dan setiap kebijakan dividen yang bijaksana, pada akhirnya bermuara pada satu tujuan mulia: meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan memperkuat perusahaan, kita pada dasarnya memperkuat fondasi ekonomi bangsa, membangun Indonesia yang lebih sejahtera, berdaulat, dan berdaya saing di panggung global.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved