Pojok Humam Hamid
Tambang Rakyat di Aceh: Potensi, Prospek, dan Tantangan
Mayoritas lokasi tambang rakyat tidak memiliki standar keamanan minimal, tanpa alat pelindung diri, ventilasi yang memadai, maupun pelatihan teknis.
Pilihan ini bukan sekadar soal ekonomi jangka pendek, tapi tentang keberlangsungan hidup, kehormatan, dan warisan bagi generasi mendatang.
Dalam konteks pengelolaan tambang rakyat, Aceh bisa belajar banyak dari pengalaman daerah lain, baik di Indonesia maupun negara-negara lain, yang memiliki dinamika dan tantangan serupa.
Di Indonesia, misalnya di Kapias Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, pengelolaan tambang emas rakyat yang terorganisir melalui koperasi dan legalisasi wilayah tambang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus mengurangi dampak kerusakan lingkungan.
Pendekatan legalisasi wilayah tambang rakyat dan pembinaan teknis dari pemerintah daerah menjadi kunci keberhasilan model ini.
Namun, di sisi lain, terdapat juga daerah seperti Nabire, Monokwari, dan Sentani Timur di Propinsi Papua yang mengalami kerusakan lingkungan parah dan konflik sosial akibat pertambangan rakyat yang tidak terkontrol, di mana penegakan hukum dan pembinaan kelembagaan sangat lemah.
Pada tataran global, pengalaman di negara seperti Peru dan Ghana menunjukkan gambaran yang kompleks.
Pengalaman pertambangan rakyat di Peru menunjukkan model yang dapat dijadikan contoh bagi daerah lain.
Pemerintah Peru secara aktif mendukung legalisasi pertambangan rakyat melalui regulasi ketat dan pelibatan komunitas lokal di wilayah seperti Puno, Madre de Dios, dan Cajamarca.
Melalui kerja sama dengan organisasi seperti Artisanal Gold Council, pemerintah memberikan pelatihan teknis, alat pelindung, dan mengatur zona pertambangan sehingga kegiatan pertambangan dapat dilakukan secara profesional dan ramah lingkungan.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat penambang, tetapi juga meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Sebaliknya, pengalaman di Ghana menghadirkan tantangan besar akibat pertambangan rakyat yang berjalan tanpa pengawasan memadai.
Aktivitas galamsey-pertambangan rakyat, di wilayah seperti Western Region dan Ashanti Region menyebabkan kerusakan lingkungan parah, pencemaran merkuri, serta konflik sosial antara penambang ilegal dan masyarakat setempat.
Meskipun pemerintah Ghana telah mengeluarkan operasi penertiban dan membentuk task force khusus, penegakan hukum yang lemah, korupsi, dan keterlibatan pejabat membuat upaya tersebut kurang efektif.
Kondisi ini menimbulkan kerugian sosial dan lingkungan yang luas, sekaligus mengancam kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada tambang ilegal tersebut.
Pengalaman baik Kalimantan Barat dan Peru menunjukkan pentingnya peran pemerintah dalam menyediakan regulasi yang jelas, dukungan teknis, dan mekanisme pengawasan partisipatif agar tambang rakyat dapat menjadi sumber penghidupan yang berkelanjutan.
Sementara pengalaman buruk seperti Kasus Papua dan Ghana mengingatkan bahwa tanpa pengelolaan yang tepat, tambang rakyat dapat menimbulkan kerugian sosial dan lingkungan yang besar.
Aceh dapat menjadikan contoh-contoh tersebut sebagai cermin untuk merancang kebijakan yang tidak hanya menertibkan praktik ilegal, tetapi juga memberdayakan masyarakat secara nyata dengan cara yang profesional dan ramah lingkungan.
Dengan belajar dari keberhasilan dan kegagalan daerah lain, Aceh memiliki peluang untuk membangun model tambang rakyat yang menjadi motor penggerak ekonomi inklusif sekaligus pelindung alam dan budaya lokal.
Pertanyaan kunci yang kini dihadapi oleh pemerintah Aceh adalah mampukah Aceh merancang sistem pertambangan rakyat yang legal, terorganisir, dan berpihak pada masyarakat kecil?
Siapkah pemerintah membangun kelembagaan yang kuat, menyediakan pendampingan teknis, serta menegakkan hukum secara adil dan konsisten?
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
Artikel dalam rubrik Pojok Humam Hamid ini menjadi tanggung jawab penulis.
tambang rakyat adalah
tambang rakyat emas
tambang emas rakyat
tambang emas di aceh
tambang emas di pidie
pojok humam hamid
humam hamid aceh
Serambi Indonesia
Proposal Trump, Otoritas Teknokratis, dan Prospek Damai Palestina |
![]() |
---|
MSAKA21 - Kerajaan Lamuri: Maritim, Inklusif, dan Terbuka – Bagian XII |
![]() |
---|
Kekonyolan Bobby dan “Hikayat Ketergantungan”: Yunnan, Bihar, Minas Gerais, dan Aceh |
![]() |
---|
Ironi Palestina: Koalisi Keuangan Internasional dan Retak Internal Berkelanjutan |
![]() |
---|
MSAKA21: Tiga Indra, Aceh Lhee Sagoe, dan “Soft Hegemonic Transition” - Bagian XI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.