Kupi Beungoh

Mengapa Mendirikan Fakultas Kedokteran di UTU?

Pendirian Fakultas Kedokteran di Universitas Teuku Umar bukan ambisi institusional, tetapi kebutuhan strategis nasional dan urgensi lokal.

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Prof.Dr.dr. Rajuddin, SpOG(K).,Subsp.FER, Guru Besar Universitas Syiah Kuala; Ketua IKA UNDIP Aceh dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh 

Berdasarkan data Riskesdas dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI 2022), Aceh menempati peringkat ketiga nasional dengan prevalensi stunting sebesar 33,2 persen, jauh di atas rata-rata nasional 21,6 %.

Di kawasan barat-selatan, kondisinya bahkan lebih serius seperti di Kabupaten Aceh Barat Daya, angka stunting mencapai 33,2 %, wasting 8,2 %, dan underweight 22,3 % (Dinas Kesehatan Abdya, 2023). Sementara di Aceh Barat, prevalensi stunting mencapai 27,4 % (Rembuk Stunting Aceh Barat, 2023).

Angka-angka ini menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak balita mengalami gangguan pertumbuhan kronis, menandakan kegagalan sistemik dalam gizi ibu-anak, sanitasi, dan pola asuh.

Intervensi medis semata tidak cukup maka diperlukan pendekatan interdisipliner yang memadukan edukasi gizi, perilaku hidup bersih, dan perbaikan layanan primer semua merupakan domain kedokteran komunitas.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Bayi (AKB)

Meski tren provinsi Aceh menunjukkan perbaikan, tantangan di wilayah barat-selatan tetap tinggi. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Aceh (2024), AKI di Aceh mencapai 98 per 100.000 kelahiran hidup, turun dari 172 pada tahun 2020, namun masih di atas target nasional (<70>

Sementara Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Aceh Barat tercatat 14,65 per 1.000 kelahiran hidup (BPS Aceh, 2023). 

Faktor dominannya meliputi persalinan tanpa tenaga kesehatan terlatih, keterlambatan rujukan, dan komplikasi obstetrik yang tidak tertangani tepat waktu. Isu ini sangat relevan bagi FK-UTU karena berkaitan langsung dengan kualitas layanan primer dan sistem rujukan.

Dokter dengan orientasi komunitas berperan penting dalam deteksi dini risiko kehamilan, pendampingan ibu hamil, serta penguatan sistem rujukan cepat di tingkat kabupaten.

Keterbatasan Akses Layanan Primer dan Rujukan Cepat

Secara geografis, wilayah Barat-Selatan Aceh terdiri dari daerah pesisir, pegunungan, dan pulau-pulau kecil. Jarak antarfasilitas kesehatan cukup jauh, dengan waktu tempuh rujukan ibu hamil atau gawat darurat bisa mencapai 2–4 jam ke RSUD rujukan di Meulaboh.

Data Profil Kesehatan Aceh Barat (2022) menunjukkan cakupan pelayanan kesehatan primer masih di bawah target nasional: kunjungan K4 ibu hamil hanya 76 %, imunisasi dasar lengkap 83 %, dan persalinan oleh tenaga kesehatan 88 %. Sementara idealnya, ketiga indikator tersebut harus mendekati 95–100 %.

Kondisi ini memperkuat alasan bahwa sistem kesehatan wilayah ini memerlukan dokter dengan kemampuan promotif-preventif dan keterampilan manajemen kesehatan masyarakat, bukan hanya kemampuan klinis.

Ketiga permasalahan tersebut membentuk “triad risiko kesehatan daerah” stunting sebagai indikator gizi kronik, AKI/AKB sebagai indikator kegagalan sistem pelayanan maternal-neonatal, dan akses rujukan sebagai indikator kelemahan sistem primer.

Semuanya bermuara pada keterbatasan tenaga medis dan distribusi dokter yang tidak merata. Dengan demikian, orientasi kedokteran komunitas menjadi strategi paling rasional secara ilmiah.

Model ini berfokus pada: Pertama, pendekatan promotif-preventif berbasis komunitas untuk menurunkan stunting dan meningkatkan gizi keluarga.

Kedua, pelatihan dokter dengan kemampuan deteksi dini risiko kehamilan dan manajemen kegawatdaruratan ibu-anak di wilayah dengan jarak rujukan jauh. Dan penguatan sistem kesehatan primer (primary health care) melalui riset komunitas dan program intervensi kesehatan masyarakat yang berkelanjutan.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved