Kupi Beungoh

Mengapa Mendirikan Fakultas Kedokteran di UTU?

Pendirian Fakultas Kedokteran di Universitas Teuku Umar bukan ambisi institusional, tetapi kebutuhan strategis nasional dan urgensi lokal.

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Prof.Dr.dr. Rajuddin, SpOG(K).,Subsp.FER, Guru Besar Universitas Syiah Kuala; Ketua IKA UNDIP Aceh dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh 

Oleh: Prof.Dr.dr. Rajuddin, SpOG(K).,Subsp.FER

Pendirian Fakultas Kedokteran di Universitas Teuku Umar bukan ambisi institusional, tetapi kebutuhan strategis nasional dan urgensi lokal.

Berdasarkan data BPS Aceh tahun 2023, wilayah Barat Selatan Aceh meliputi delapan kabupaten dari Aceh Jaya hingga Aceh Singkil memiliki populasi lebih dari 1,2 juta jiwa dengan hanya 338 dokter umum, atau rasio 1:3.551.

Rasio ini jauh di bawah standar WHO 1:1.000 dan menempatkan wilayah tersebut dengan kesenjangan tenaga medis tertinggi di Indonesia.

Selama ini, sebagian besar lulusan fakultas kedokteran di Aceh (terutama dari USK) cenderung terserap di kota besar seperti Banda Aceh, Medan, dan Jakarta.

Akibatnya, Rumah Sakit Kabupaten dan puskesmas di Meulaboh, Nagan Raya, hingga Aceh Singkil mengalami kekurangan tenaga medis dan spesialis.

Pendirian FK-UTU menjadi intervensi struktural untuk membalikkan pola tersebut yaitu melahirkan dokter dari daerah, untuk daerah.

Secara geografis, Meulaboh adalah simpul tengah kawasan barat-selatan, dikelilingi empat Rumah Sakit daerah dan akses ke pesisir Samudra Hindia, menjadi laboratorium alam bagi kesehatan masyarakat pesisir.

Secara kelembagaan, UTU telah bertransformasi dari universitas agraris-maritim menjadi universitas riset berbasis kebutuhan wilayah (regional needs-based university). 

Sehingga, pembentukan FK bukan ekspansi, tetapi evolusi logis dari mandat tridarma UTU dalam mendukung pembangunan manusia dan sistem kesehatan daerah.

Dari sisi kebijakan nasional, pendirian FK-UTU juga sejalan dengan program pemerintah yaitu percepatan pemerataan dokter dan dokter spesialis yang dicanangkan Kementerian Dikti-Saintek bersama Kementerian Kesehatan. 

Pemerintah mendorong model Academic Health System (AHS) berbasis wilayah agar setiap provinsi memiliki lebih dari satu pusat pendidikan kedokteran, terutama di area yang berjarak jauh dari ibu kota provinsi. Dengan jarak lebih dari 250 kilometer dari Banda Aceh, kawasan Barat-Selatan jelas memenuhi kriteria tersebut.

Baca juga: Terkait Kasus Wastafel, Golkar Pastikan Beri Pendampingan Hukum Untuk Kader

Mengapa Keunggulannya pada Kedokteran Komunitas?

Pemilihan kedokteran komunitas (community medicine) sebagai bidang unggulan Fakultas Kedokteran Universitas Teuku Umar (FK-UTU) Adalah pilihan tepat karena sesuai hasil analisis ilmiah terhadap pola penyakit dan determinan sosial kesehatan di kawasan Barat-Selatan Aceh. 

Analisis data Riskesdas, Profil Kesehatan Aceh, dan laporan dari kabupaten menunjukkan bahwa wilayah ini masih dibayangi tiga persoalan utama yang saling berkaitan yaitu tingginya prevalensi stunting dan gizi buruk pada anak, masih tingginya angka kematian ibu dan bayi baru lahir, serta rendahnya akses terhadap layanan kesehatan primer dan sistem rujukan cepat yang efektif.

Ketiga persoalan ini tidak dapat diatasi dengan memperbanyak rumah sakit atau menambah jumlah dokter spesialis, tetapi menuntut pendekatan kedokteran yang berpijak pada komunitas. Pendekatan yang memadukan ilmu klinis dengan pemahaman sosial, budaya, dan perilaku masyarakat. Di sinilah keunggulan FK-UTU menemukan relevansinya.  

Baca juga: Fadhlullah Minta Dukungan DPR RI untuk Fasilitas dan Alat Kesehatan RS Regional di Aceh

Stunting dan Gizi Buruk Anak

Berdasarkan data Riskesdas dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI 2022), Aceh menempati peringkat ketiga nasional dengan prevalensi stunting sebesar 33,2 persen, jauh di atas rata-rata nasional 21,6 %.

Di kawasan barat-selatan, kondisinya bahkan lebih serius seperti di Kabupaten Aceh Barat Daya, angka stunting mencapai 33,2 %, wasting 8,2 %, dan underweight 22,3 % (Dinas Kesehatan Abdya, 2023). Sementara di Aceh Barat, prevalensi stunting mencapai 27,4 % (Rembuk Stunting Aceh Barat, 2023).

Angka-angka ini menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak balita mengalami gangguan pertumbuhan kronis, menandakan kegagalan sistemik dalam gizi ibu-anak, sanitasi, dan pola asuh.

Intervensi medis semata tidak cukup maka diperlukan pendekatan interdisipliner yang memadukan edukasi gizi, perilaku hidup bersih, dan perbaikan layanan primer semua merupakan domain kedokteran komunitas.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Bayi (AKB)

Meski tren provinsi Aceh menunjukkan perbaikan, tantangan di wilayah barat-selatan tetap tinggi. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Aceh (2024), AKI di Aceh mencapai 98 per 100.000 kelahiran hidup, turun dari 172 pada tahun 2020, namun masih di atas target nasional (<70>

Sementara Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Aceh Barat tercatat 14,65 per 1.000 kelahiran hidup (BPS Aceh, 2023). 

Faktor dominannya meliputi persalinan tanpa tenaga kesehatan terlatih, keterlambatan rujukan, dan komplikasi obstetrik yang tidak tertangani tepat waktu. Isu ini sangat relevan bagi FK-UTU karena berkaitan langsung dengan kualitas layanan primer dan sistem rujukan.

Dokter dengan orientasi komunitas berperan penting dalam deteksi dini risiko kehamilan, pendampingan ibu hamil, serta penguatan sistem rujukan cepat di tingkat kabupaten.

Keterbatasan Akses Layanan Primer dan Rujukan Cepat

Secara geografis, wilayah Barat-Selatan Aceh terdiri dari daerah pesisir, pegunungan, dan pulau-pulau kecil. Jarak antarfasilitas kesehatan cukup jauh, dengan waktu tempuh rujukan ibu hamil atau gawat darurat bisa mencapai 2–4 jam ke RSUD rujukan di Meulaboh.

Data Profil Kesehatan Aceh Barat (2022) menunjukkan cakupan pelayanan kesehatan primer masih di bawah target nasional: kunjungan K4 ibu hamil hanya 76 %, imunisasi dasar lengkap 83 %, dan persalinan oleh tenaga kesehatan 88 %. Sementara idealnya, ketiga indikator tersebut harus mendekati 95–100 %.

Kondisi ini memperkuat alasan bahwa sistem kesehatan wilayah ini memerlukan dokter dengan kemampuan promotif-preventif dan keterampilan manajemen kesehatan masyarakat, bukan hanya kemampuan klinis.

Ketiga permasalahan tersebut membentuk “triad risiko kesehatan daerah” stunting sebagai indikator gizi kronik, AKI/AKB sebagai indikator kegagalan sistem pelayanan maternal-neonatal, dan akses rujukan sebagai indikator kelemahan sistem primer.

Semuanya bermuara pada keterbatasan tenaga medis dan distribusi dokter yang tidak merata. Dengan demikian, orientasi kedokteran komunitas menjadi strategi paling rasional secara ilmiah.

Model ini berfokus pada: Pertama, pendekatan promotif-preventif berbasis komunitas untuk menurunkan stunting dan meningkatkan gizi keluarga.

Kedua, pelatihan dokter dengan kemampuan deteksi dini risiko kehamilan dan manajemen kegawatdaruratan ibu-anak di wilayah dengan jarak rujukan jauh. Dan penguatan sistem kesehatan primer (primary health care) melalui riset komunitas dan program intervensi kesehatan masyarakat yang berkelanjutan.

Dalam konteks ini, dokter lulusan FK-UTU tidak hanya diharapkan menjadi tenaga klinis, tetapi aktor sistemik yang mampu memperbaiki struktur pelayanan kesehatan lokal.

Mereka akan berperan dalam merancang model rujukan cepat, edukasi gizi keluarga, penanganan kehamilan risiko tinggi, hingga mitigasi dampak kesehatan akibat bencana di wilayah pesisir.

Sebagaimana ditegaskan dr. Insan Setiawan A. Tanru, Ph.D, asesor LAM-PTKes: “UTU memiliki keunggulan lokal yang khas. Ketersediaan SDM, komitmen daerah, serta fokus pada kedokteran komunitas menjadikannya unik dan relevan. Isu stunting, kematian ibu, dan keterbatasan akses rujukan di wilayah yang jauh dari Banda Aceh adalah alasan kuat mengapa fakultas ini harus lahir di sini.”

Kedokteran komunitas menjawab ketiga isu tersebut secara langsung. Mahasiswa dididik untuk menganalisis determinan sosial kesehatan, mengelola intervensi berbasis masyarakat, dan mengembangkan program promotif-preventif yang berkelanjutan. Dengan demikian, lulusan FK-UTU diharapkan kompeten secara klinis, dan mampu memimpin transformasi kesehatan di tingkat komunitas.

Selain itu, pendekatan ini sangat sesuai dengan karakter geografis Aceh Barat-Selatan: wilayah pesisir dengan akses transportasi terbatas, populasi tersebar, dan rentan terhadap bencana alam.

Dalam konteks ini, keunggulan “kedokteran komunitas” bukan pilihan akademik, tetapi strategi keberlanjutan agar sistem kesehatan tidak runtuh ketika jarak, infrastruktur, atau cuaca menjadi kendala.

Penutup

Fakultas Kedokteran Universitas Teuku Umar (FK-UTU) lahir dari kebutuhan riil masyarakat Barat-Selatan Aceh, bukan dari ambisi institusional. Dengan menempatkan kedokteran komunitas sebagai fokus utama, FK-UTU berkomitmen melahirkan dokter yang tidak hanya terampil secara klinis, tetapi juga mampu memimpin perubahan sosial di tengah masyarakat. 
 
Dari Meulaboh, Fakultas Kedokteran Universitas Teuku Umar (FK-UTU) menjelma menjadi simbol pemerataan pendidikan kedokteran dan wujud nyata.  Pesan dr. Insan Setiawan A. Tanru, Ph.D, bahwa FK-UTU harus lahir karena kebutuhan dan konteksnya benar-benar nyata. Seperti pepatah Aceh “Bek lagee ureuëng meuh peuët, ureuëng sehat peuët nanggroë” jika rakyatnya sehat, maka negeri akan kuat.

FK-UTU hadir dari pinggiran Aceh untuk menyehatkan bangsa dengan ilmu yang membumi, empati yang tulus, dan pengabdian yang tak berbatas, sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (Hadis Riwayat Ahmad)

Semangat inilah yang menjadi ruh pembukaan FK-UTU, bahwa setiap ilmu yang diajarkan dan setiap pelayanan yang diberikan bukan hanya untuk profesi, tetapi sebagai ibadah dan bentuk kasih sayang kepada sesama. (email:rajuddin@usk.ac.id)

 

Penulis: Guru Besar Universitas Syiah Kuala; Ketua IKA UNDIP Aceh dan Sekretaris ICMI Orwil Aceh 

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved