Jurnalisme Warga
IN MEMORIAM, Dr Samsulrizal sang Pendidik yang Mengayomi
DUNIA pendidikan Aceh kembali berduka. Kabar berpulangnya Dr. Drs. Samsulrizal, M.Kes., Dekan FKIP USK
Dua peran ini, meski berbeda konteks, memiliki benang merah yang sama: pelayanan.
Sebagai wakil bupati mendampingi Mukhlis Basyah, ia turun langsung menyentuh denyut nadi masyarakat Aceh Besar. Dalam dunia birokrasi yang sering kali kaku, Samsul dikenal dengan pendekatannya yang humanis. Kemampuannya mendengarkan dan berkomunikasi dengan semua kalangan membuatnya menjadi jembatan yang efektif antara pemerintah dan rakyat.
Pengalaman memimpin di tingkat daerah ini memberinya perspektif holistik tentang tantangan riil di lapangan, yang kemudian dibawanya kembali ke dunia kampus. Ia memahami bahwa pendidikan tidak boleh berjarak dari masalah-masalah kemasyarakatan.
Ketika memimpin FKIP USK, Samsul bukan hanya seorang administrator yang mengurusi administasi dan kurikulum. Ia adalah seorang "bapak" bagi seluruh civitas akademika.
Sebagai dekan, tugas terbesarnya adalah memastikan bahwa FKIP USK tidak hanya mencetak guru-guru yang pintar, tetapi juga guru-guru yang memiliki hati, yang peduli, dan yang mengayomi.
Dalam pandangannya, guru adalah ujung tombak peradaban. Seorang guru harus mampu menjadi teladan, bukan hanya dalam hal ilmu pengetahuan, melainkan juga dalam akhlak dan kepedulian sosial.
Sikap humanis dan kepeduliannya ini mungkin telah dipupuk sejak lama. Catatan bahwa ia pernah menjadi Wakil Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) USK pada era 1990-1992 di bawah kepemimpinan Apridar, menunjukkan bahwa jiwa kepemimpinan dan pengabdiannya telah terasah sejak muda.
Pengalaman di organisasi mahasiswa itu mengajarkannya arti representasi, perjuangan kolektif, dan tentu saja, mengayomi rekan-rekan seperjuangannya.
Pendidik yang mengayomi
Apa sesungguhnya makna "mengayomi" dalam konteks Samsulrizal? Mengayomi bukan berarti lemah atau selalu mengiyakan. Mengayomi adalah tentang memberikan rasa aman, membimbing dengan sabar, mendorong dengan motivasi, dan melindungi proses belajar plus tumbuh kembang anak didiknya.
Di ruang kuliah atau dalam rapat, Samsul hadir dengan senyum yang menenangkan. Ia mudah diajak bicara oleh siapa saja, dari mahasiswa semester awal hingga profesor senior, termasuk penulis sendiri.
Ia mendengarkan dengan saksama sebelum memberikan pendapat atau solusi. Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin, ketegasannya tidak menghilangkan sisi empatinya. Ia mampu mengambil keputusan sulit tanpa harus menyakiti hati.
Sebagai seorang yang berlatar belakang ilmu keolahragaan dan kesehatan, ia memahami bahwa pendidikan adalah tentang membangun manusia seutuhnya “mens sana in corpore sano”, jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Pendekatannya terhadap pendidikan jasmani pasti melampaui sekadar latihan fisik, tetapi juga membangun karakter, disiplin, kerja sama tim, dan sportivitas. Nilai-nilai inilah yang coba ditanamkannya dalam kepemimpinan di FKIP.
Dalam masa kepemimpinannya yang singkat di FKIP (2021-2025), ia mewarisi tantangan besar: memulihkan proses pendidikan pascapandemi dan memastikan kualitas calon guru tetap terjaga di era disrupsi.
Di tengah arus deras teknologi yang mendisrupsi pendidikan, peran guru sebagai pengayom justru semakin krusial. Teknologi bisa menggantikan banyak hal, tetapi tidak bisa menggantikan sentuhan manusiawi seorang guru yang peduli, yang mampu memahami bahasa tubuh murid yang sedang sedih, atau memberikan semangat dengan tatapan tulus. Samsulrizal adalah representasi dari guru yang seperti itu.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.