Opini
Mengadaptasi Deep Learning ala Singapura
DEEP Learning atau Pembelajaran Mendalam (PM) merambah memberi nuansa baru dalam pendidikan di Indonesia.
Khairuddin SPd MPd, Narasumber Nasional Pembelajaran Mendalam dan Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli, Microsoft Educator Certified, Microsoft Innovative Education Expert
DEEP Learning atau Pembelajaran Mendalam (PM) merambah memberi nuansa baru dalam pendidikan di Indonesia. Benar bahwa PM hadir tidak mengubah kurikulum di Indonesia, namun justru menguatkan Kurikulum Merdeka (2024). Diangkatnya Prof Abdul Mu’ti menjadi Mendikdasmen, mulai tahun 2025 Kurikulum Merdeka berlandaskan Pembelajaran Mendalam melalui Permendikdasmen No. 13 tahun 2025.
Pembelajaran mendalam menjadi basis kurikulum nasional. Bukan sekadar pendekatan pembelajaran, PM menjadi ekosistem pengelolaan pendidikan di suatu sekolah. Karena itu, setiap unsur di satuan pendidikan, mulai kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan wajib merepresentasikan pembelajaran mendalam di satuan pendidikannya hingga berdampak pada murid. Keseriusan pemerintah dalam penerapan pembelajaran mendalam terasa sangat intens, bahkan untuk memastikan berjalan dengan baik, Kemendikdasmen membuat pelatihan berjenjang untuk PM dan KKA – Koding dan Kecerdasan Artifisial yang merupakan mata pelajaran pilihan baru mendukung keterampilan abad 21.
Pelatihan PM berjenjang dilaksanakan oleh Kemendikdasmen juga memastikan bahwa narasumber yang mengisi kegiatan sudah memiliki lisensi. Maka tidak seperti dulu, pelatihan kurikulum dapat diakses bebas melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), sehingga siapa pun guru dapat secara inisiatif sendiri mengikuti pelatihan di PMM untuk meningkatkan kapasitas diri. Bahkan diakui pula sertifikatnya untuk kenaikan pangkat golongan.
Sementara PM tidak terdapat pelatihan mandiri. Bahkan peserta pelatihan baik dari sekolah maupun dari guru sudah ditentukan segmentasinya. Sekolah yang ditunjuk untuk memperoleh pembekalan PM adalah sekolah yang memiliki prestasi dengan ukuran rapor pendidikan. Sekolah tersebut di-support tambahan dana operasional sekolah atau disebut BOS Kinerja.
Sementara sekolah lain yang berpartisipasi adalah satuan pendidikan yang memiliki siswa lebih dari 400 orang. Baik penerima BOS Kinerja maupun sekolah yang ditunjuk karena jumlah siswa disebut sekolah sasaran.
Begitu pula peserta pelatihan dari sekolah tersebut. Mereka adalah kepala sekolah dan guru yang mewakili bidang IPA, IPS dan Humaniora pada tingkat menengah atas.
Dengan demikian, jelas bahwa peserta pelatihan yang ditunjuk merupakan representasi sekolah yang akan melakukan diseminasi sekaligus mengawal pelaksanaan PM di sekolahnya berjalan dengan baik. Lalu bagaimana sekolah non sasaran. Apakah satuan pendidikan tersebut tidak boleh mengimplementasikan PM dalam kurikulumnya?
Tentu saja tidak demikian, seluruh sekolah sebagaimana amanah Permendikdasmen No. 13 tahun 2025 harus melaksanakan kurikulum yang berlandaskan pembelajaran mendalam secara gradual. Jika di sekolah menengah atas mulai dari kelas X terlebih dahulu.
Pelatihan PM memang terkesan sangat eksklusif, selain dilaksanakan berjenjang, harus narasumber yang berlisensi juga dengan pola yang sangat terkawal. Bukan hanya sekedar pelatihan, namun implementasi di sekolah pun harus dikawal oleh fasilitator yang memiliki lisensi. Malah untuk memastikan berjalan dengan baik, Kemendikdasmen melarang mutasi kepala sekolah dan guru yang sedang mengikuti pelatihan PM. Hal tersebut dilakukan oleh Kemendikdasmen bukan tanpa alasan. Semata-mata agar anggaran tepat guna, implementasi berjalan terarah dan tanpa bias. Sehingga PM dapat dijadikan pilotting project di sekolah sasaran yang pada nantinya dapat melakukan pengimbasan pada sekolah lain secara masif.
Proyeksi dampak PM
PM diproyeksikan membawa dampak baik bagi kepala sekolah, guru, maupun sekolah itu sendiri. Bagi kepala sekolah, PM menjadi sarana untuk mengoptimalkan perannya sebagai pemimpin pembelajaran, bukan hanya administrator. Kepala sekolah didorong memiliki visi yang mendukung inovasi pembelajaran serta mampu membina guru agar lebih fokus pada peningkatan kualitas belajar siswa, bukan sekadar urusan administratif. Hal ini membantu sekolah bergerak menuju budaya belajar yang lebih kolaboratif, berkesadaran, dan berorientasi pada pengembangan kompetensi peserta didik.
Bagi guru, PM memberikan ruang untuk berkreasi dalam praktik pedagogis yang lebih bermakna, kontekstual, dan menggembirakan. Guru tidak lagi hanya sebagai penyampai materi, melainkan fasilitator yang menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman nyata siswa. Penerapan PM mendorong guru mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, dan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, beban guru yang selama ini berat pada aspek administratif bisa dialihkan menjadi fokus pada inovasi pembelajaran.
Secara keseluruhan, penerapan PM akan memperkuat ekosistem pendidikan yang sehat, kepala sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat terlibat dalam kemitraan mendukung pembelajaran. Sekolah tidak hanya menjadi tempat transfer ilmu, tetapi pusat pengembangan karakter, kreativitas, dan keterampilan abad 21. Lingkungan belajar diciptakan lebih fleksibel, integratif antara ruang fisik dan virtual, serta kontekstual dengan kehidupan nyata siswa.
Jika PM diterapkan secara konsisten dan menyeluruh, kualitas pendidikan Indonesia berpotensi meningkat signifikan. PM berfokus pada pembelajaran yang menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), kreativitas, dan pemecahan masalah--keterampilan yang masih lemah di Indonesia menurut hasil PISA. Dengan transformasi pembelajaran dari sekadar hafalan menuju pemahaman mendalam dan aplikatif, generasi muda Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan global, sekaligus berkontribusi dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Adaptasi Singapura
Namun tentu saja tidak instan, tidak ujug-ujug. Singapura negara yang berhasil menerapkan deep learning sejak 2010 melalui Framework 21st Century Competencies (21CC). Negara kecil ini melakukan perubahan besar-besaran dalam reformasi kurikulum. Termasuk peningkatan kesejahteraan guru. Tahun 2015 Singapura menerapkan Student-Centric, Values-Driven Education, visi untuk memperkuat deep learning melalui pembelajaran berbasis nilai, karakter, dan personalisasi belajar.
Perubahan terus dievaluasi sesuai perkembangan zaman, termasuk digitalisasi di era pandemi. Puncaknya Singapura hadir menjadi negara kecil yang menduduki pering pertama pada PISA tahun 2022. Bukan hanya tertinggi pada aspek literasi, numerasi, sains, namun juga pada creative thinking.
Singapura saja butuh hampir satu dekade untuk membuat negaranya bangkit dan terpandang di bidang pendidikan. Maka tidak mudah bagi Indonesia jika berharap perubahan sesegera mungkin. PM di Indonesia memiliki tantangan yang luar biasa. Menerapkan sistem sebaik Singapura di skala Indonesia jauh lebih kompleks, perlu strategi bertahap. Indonesia memiliki lebih dari 270 ribu sekolah dan jumlah guru yang sangat banyak, hampir 4 juta warga Indonesia berprofesi guru.
Kesejahteraan guru juga menjadi hal yang signifikan berpengaruh pada kualitas pendidikan. Singapura memiliki sistem rekrutmen ketat, hanya top 30 persen lulusan SMA boleh jadi guru, gaji kompetitif, ada jalur karier jelas seperti master teacher, kurikulum spesialis, pimpinan sekolah. Apakah Indonesia dapat menyejahterakan guru semisal dengan gaji Rp15-20 juta per bulan? Dapat saja, sepanjang menjaga dengan baik hasil nikel, tembaga, bauksit, emas, batubara yang semuanya ada di peringkat 10 dunia, termasuk hasil akuisisi Freeport. Semua dikelola tanpa penjarahan koruptor. Memberi skema penghasilan dengan menghapus kesenjangan. Insyaallah pendapatan guru dapat dinaikkan.
Tentu saja Indonesia tidak perlu mengadopsi Singapura 100 % , tapi cukup relevan mengadaptasi nilai-nilai kebaikan deep learning lalu disesuaikan dengan karakteristik dan nilai sosial budaya Indonesia. Sembari terus membenahi disparitas teknologi di daerah tertinggal, keberadaan internet dan listrik. 

                
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.