Jurnalisme Warga

Bahagia Menjadi Bagian dari EMT Pertama di Indonesia

EMT Muhammadiyah adalah bagian dari Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC)/Lembaga Resiliensi Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Editor: mufti
IST
dr. ASLINAR, Sp.A, M.Biomed 

dr. ASLINAR, Sp.A, M.Biomed., Anggota Emergency Medical Team (EMT) Muhammadiyah dan Wakil Ketua MDMC PWM Aceh, melaporkan dari Banda Aceh

Setelah melalui perjuangan panjang selama sembilan tahun, akhirnya Emergency Medical Team (EMT) Muhammadiyah lolos verifikasi World Health Organization (WHO) dan menjadi EMT internasional pertama di Indonesia.

EMT Muhammadiyah adalah bagian dari Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC)/Lembaga Resiliensi Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang selama ini sudah banyak melakukan rangkaian respons dan kegiatan pelayanan kesehatan di berbagai wilayah di Indonesia, bahkan di luar negeri. Mulai dari Gaza (tahun 2009), Filipina (2013), Nepal (2015), Bangladesh, untuk membantu migran Rohingya (2016-2017), Pakistan (2022), dan Turkiye (2023). Bahkan, pada saat membantu misi banjir besar di Pakistan, EMT Muhammadiyah menjadi satu-satunya tim medis yang dikirim dari sektor nonpemerintah.

Pengumuman resmi kelulusan verifikasi WHO itu disampaikan pada hari Minggu, 19 Oktober 2025, di Aula Masjid KH Sudja’ RS PKU Gamping, Sleman, Yogyakarta. Pengakuan bergengsi ini menjadikan EMT Muhammadiyah sebagai tim ke-63 di dunia dan yang pertama dari Indonesia.

Untuk Asia Tenggara, EMT Muhammadiyah adalah EMT internasional ke-4 setelah NIEMS dari Thailand, Mercy dari Malaysia, dan Singapore EMT dari Singapura.

Untuk wilayah Samudra Pasific Bagian Barat, EMT Muhammadiyah merupakan EMT ke-18.

Pengakuan WHO adalah bukti kualitas kemanusiaan global Muhammadiyah mulai dari respons darurat, pemulihan pascabencana, hingga penguatan sistem kesehatan masyarakat, sangat terandal.

Tim verifikasi WHO menyampaikan hasil penilaian yang menyatakan bahwa EMT Muhammadiyah telah memenuhi seluruh standar internasional untuk respons bencana global.

Proses verifikasi WHO yang berlangsung dua hari, yaitu 18-19 Oktober 2025, mencakup evaluasi yang sangat ketat dan menyeluruh, meliputi penilaian kelengkapan administratif berupa dokumen berbagai  standard operating procedure (SOP), manajemen tim, dan penilaian lapangan.

Tim penilai juga mendatngi tenda  EMT untuk mengevaluasi kesesuaian antara SOP dengan kelengkapan peralatan yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan, kesiapan personal tim untuk operasional EMT dalam memberikan layanan medis darurat yang cepat, profesional, dan terkoordinasi dengan baik di tengah situasi bencana.

Saya termasuk salah satu anggota EMT Muhammadiyah tersebut. Rasa haru dan bangga serta sangat bahagia karena ikut memiliki andil dalam berbagai tahapan proses verifikasi WHO dimaksud.

Saya dan seorang rekan bidan bertugas di tenda ‘maternal and child care’ di mana kami memberikan layanan untuk semua pasien anak dan juga layanan untuk ibu hamil dan menyusui.

Saya dan 34 orang lainnya terpilih untuk bertugas di tenda EMT saat kedatangan tim WHO, juga termasuk salah satu dari tim yang mempresentasikan SOP, khususnya SOP pelayanan berbagai kasus penyakit pada bayi dan anak.

Setelah pengumuman lulusnya EMT Muhammadiyah, banyak yang bertanya kepada saya bagaimana caranya bisa bergabung sebagai anggotanya.

Untuk menjadi anggota EMT Muhammadiyah, harus melalui seleksi pada saat dilakukan perekrutan. Sebelum mengikuti seleksi, harus memenuhi persyaratan tertentu. Di antaranya, calon anggota adalah kader Muhammadiyah (dibuktikan dengan kartu NBM atau Nomor Baku Muhammadiyah), pernah terlibat dalam kegiatan penanggulangan bencana lokal, nasional, atau internasional, serta mendapat rekomendasi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) setempat.

Selain itu, harus sehat jasmani dan mental yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan ‘medical check up’, bisa menguasai bahasa Inggris (melampirkan hasil tes TOEFL).

Setelah persyaratan administrasi dinyatakan lengkap, maka si calon diwajibkan mengikuti serangkaian ujian.

Ujian dimulai secara darng (online) dengan uji pengetahuan tentang kebencanaan dan juga ilmu medis. Selanjutnya, ujian wawancara dalam bahasa Inggris, yang diadakan di tingkat pusat, yaitu di Jakarta serta ujian fisik.

Ujian fisik yang dimaksud adalah untuk menilai kemampuan fisik calon anggota EMT dengan berlari sejauh 1 kilometer dengan membawa beban 15 kilogram yang diisi dalam ransel. Alhamdulillah, setelah mengikuti semua persyaratan dan ujian tersebut, saya dinyatakan lulus sebagai anggota EMT Muhammadiyah, satu satunya dari Aceh.

Tahapan selanjutnya adalah semua anggota EMT wajib mengikuti berbagai pelatihan untuk peningkatan kapasitas diri. Di antaranya, pelatihan International Emergency Medical Team Training yang diadakan di Malang, Jawa Timur, selama tiga hari. Pelatihan tersebut berisi transfer ilmu tentang bagaimana layanan berbagai tipe EMT, bagaimana tahapan dalam merespons setiap bencana, terutama di luar negeri, bagaimana menyiapkan dan menghitung kebutuhan logistik dalam setiap respons bencana, bagaimana manajemen ‘database’ dan cara pelaporan, serta banyak sekali materi yang sangat bermanfaat, merupakan ilmu baru, terutama bagi saya.

Satu bulan setelahnya kami mengikuti pelatihan di lapangan. Di situ saya dan teman-teman belajar bagaimana berkolaborasi bersama untuk membangun tenda EMT sampai bisa digunakan untuk pelayanan saat respons bencana.

Semua anggota tim—laki laki maupun perempuan, dan apa pun profesinya, apakah dokter, bidan, perawat atau tenaga logistik—semuanya harus bisa dan ikut serta bahu-membahu untuk mendirikan tenda.

Setelah itu, kami intens berdiskusi dalam grup WhatsApps dan mengikuti berbagai pelatihan lainnya secara daring. Ini wajib diikuti oleh semua anggota EMT. 

Jadi, untuk bergabung menajdi anggota EMT memang membutuhkan waktu yang panjang sampai kemudian EMT Muhammadiyah terverifikasi WHO sebagai EMT Type 1 Fix.

Dukungan dari keluarga besar Muhammadiyah dan juga masyarakat luas melalui Lazismu sangat diharapkan terus mengalir untuk kelancaran kegiatan EMT Muhammadiyah.

Semoga apa yang sudah kami capai,  EMT Muhammadiyah semakin meneguhkan semangat kemanusiaan (Humanity Beyond Borders) dan juga menambah kebermanfaatan untuk umat di seluruh dunia.

Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain? Mohon doanya untuk kami supaya bisa terus berpartisipasi aktif membantu seluruh manusia, baik yang seiman maupun yang tidak, karena sejatinya kita membantu atas dasar kemanusiaan, tanpa membedakan suku, agama, dan bangsa orang yang akan dibantu. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved