KUPI BEUNGOH
BPJS Ketenagakerjaan Syariah di Bumi Serambi Mekkah
pekerja di Aceh dapat merasa lebih tenang dan yakin bahwa hak-hak sosial ekonominya terlindungi tanpa harus khawatir melanggar prinsip agama
Oleh : Renggha Prima, S.T., M.H*)
Aceh, tanah yang dijuluki Serambi Mekah bukan hanya dikenal karena sejarah heroiknya, tapi juga karena keistimewaannya dalam menegakkan Syariat Islam dalam tatanan kehidupan masyarakatnya.
Nilai-nilai Islam di Aceh tidak sekadar menjadi identitas budaya, tetapi menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan layanan publik.
Hal ini tercermin dalam berbagai regulasi, salah satunya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Qanun ini mengamanatkan bahwa seluruh lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh harus berlandaskan prinsip-prinsip syariah.
Kehadiran Qanun ini bukan sekadar formalitas hukum, melainkan wujud nyata dari desentralisasi asimetris di Indonesia, di mana Aceh diberi ruang luas untuk mengatur diri sesuai karakter sosial-budayanya yang religius.
Bahkan, dampaknya menjangkau lembaga nasional seperti BPJS Ketenagakerjaan, yang selama ini menyelenggarakan program jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekerja di seluruh Indonesia.
Baca juga: Daftar Peserta yang Dapat Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan, Ini Skema dan Besaran yang Dihapus
Sejatinya, penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan sudah memiliki ruh yang sejalan dengan nilai-nilai Islam yaitu gotong royong, nirlaba, dan akuntabilitas.
Namun, penyempurnaan tetap dibutuhkan agar layanan ini benar-benar memenuhi prinsip syariah secara kaffah.
Langkah konkret dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan melalui terbitnya Peraturan BPJS Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Layanan Syariah Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Provinsi Aceh.
Regulasi ini menjadi tonggak sejarah, menandai perluasan produk BPJS Ketenagakerjaan menuju sistem layanan berbasis syariah.
Bahkan, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga telah menerbitkan fatwa resmi pada tahun 2021 yang menegaskan bahwa jaminan sosial ketenagakerjaan dapat diselenggarakan sesuai prinsip syariah.
Dengan demikian, kehadiran layanan syariah BPJS Ketenagakerjaan bukan sekadar penyesuaian administratif dan menggugurkan kewajiban semata, tetapi langkah besar menuju tata kelola jaminan sosial ketenagakerjaan yang lebih inklusif, berkeadilan dan sesuai dengan nilai religius yang berlaku pada masyarakat Aceh.
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan Prinsip Syariah
Terbitnya Peraturan BPJS Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2021 sebagai upaya dari BPJS Ketenagakerjaan dalam perluasan program agar dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat, terutama di Aceh.
Pada dasarnya, program jaminan sosial ketenagakerjaan berpedoman pada semangat ta’awun (tolong-menolong) dan tabarru’ (derma sosial), yang sejatinya sejalan dengan tujuan jaminan sosial dalam menjamin kesejahteraan sosial melalui perlindungan sosial bagi pekerja dari risiko sosial ketika kehilangan penghasilan akibat kecelakaan kerja, kematian, atau hari tua.
Baca juga: Anggota DPRK Minta Pemko Banda Aceh Lindungi Pekerja Rentan dengan BPJS Ketenagakerjaan
Melalui pendekatan syariah, pengelolaan dana yang bersumber dari iuran peserta oleh BPJS Ketenagakerjaan harus dilakukan dengan prinsip amanah, transparan, dan pengelolaan dana amanat melalui instrument keuangan yang berlandaskan syariah islam.
Dengan begitu, pekerja di Aceh dapat merasa lebih tenang dan yakin bahwa hak-hak sosial ekonominya terlindungi tanpa harus khawatir melanggar prinsip agama.
Kehadiran layanan syariah BPJS Ketenagakerjaan bukan hanya kebutuhan lokal Aceh, tetapi juga cerminan arah baru bagi Indonesia yang semakin terbuka terhadap keuangan syariah.
Aceh dengan keistimewaannya, berpotensi menjadi role model nasional dalam penerapan jaminan sosial ketenagakerjaan berbasis syariah.
Masyarakat Aceh patut berbangga, karena dari Serambi Mekah, semangat jaminan sosial ketenagakerjaan yang berlandaskan syariat islam dimulai, dan tidak menutup kemungkinan juga, hal ini dapat diterapkan diwilayah lainnya di Indonesia.
Jika dijaga konsistensinya, bukan mustahil Aceh akan menjadi inspirasi, bagaimana nilai-nilai Islam dapat bersanding harmonis dengan sistem negara modern.
Pelaksanaan Layanan Syariah BPJS Ketenagakerjaan di Aceh
Aceh memiliki landasan regulasi yang kuat dalam implementasi keuangan syariah melalui Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Sehingga, perluasan program BPJS Ketenagakerjaan pada prinsip syariah harus dilakukan, dan keberhasilan implementasinya harus dipastikan bersama oleh Pemerintah Aceh dan BPJS Ketenagakerjaan.
Saat ini, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Aceh sebanyak 407.773 orang, atau 25,46 persen dari total angkatan kerja sebanyak 1.601.559 orang (sumber : BPJS Ketenagakerjaan), sehingga masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh BPJS Ketenagakerjaan bersama Pemerintah Aceh dalam meningkatkan Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (UCJ) di Aceh.
Sebagai pembanding, BPJS Kesehatan telah menjangkau 5,4 juta dari penduduk Aceh atau sebanyak 97,22 persen. (Sumber :https://aceh.tribunnews.com/2025/06/20/54-juta-warga-aceh-masuk-jkn-deputi-direksi-bpjs-kesehatan-dan-wagub-aceh-bahas-sinergisitas), berdasarkan cakupan kepesertaannya, terdapat perbandingan yang sangat mencolok, meskipun lahir dari Undang-Undang yang sama yaitu UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan sama-sama menyelenggarakan amanah undang-undang dalam melaksanakan program negara yaitu jaminan sosial di Indonesia.
Salah satu faktor tingginya cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Aceh juga didukung melalui kucuran dana pemerintah aceh sebagai bantuan iuran yang disiapkan Pemerintah Aceh melalui program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
Baca juga: Harga Emas di Banda Aceh Hari Ini Tetap Kokoh, 8 November 2025 Masih Dijual Segini Per Mayam
Untuk mengejar ketertinggalan cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan di Aceh, Pemerintah Aceh dan Baitul Mal Aceh sudah menggagas konsep bantuan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja rentan yang ada di Aceh.
Pekerja rentan dapat diartikan sebagai pekerja yang memiliki tingkat risiko sosial ekonomi yang tinggi, namun belum memiliki perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, serta tingkat kemampuan membayar iuran yang rendah.
Sebagai tahap awal, Baitul Mal Aceh memberikan bantuan iuran perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada 1.000 petani miskin yang ada di Aceh Besar sebagai lokasi pilot project, sehingga ini menjadi langkah awal yang sangat strategis bagi Pemerintah Aceh untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja di Aceh secara keseluruhan, dan pekerja rentan secara khusus.
Langkah awal yang dilakukan oleh Baitul Mal Aceh dapat dilakukan pula oleh Baitul Mal yang ada di kabupaten/kota di Aceh, karena Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 102 Tahun 2025 tentang Hukum Penyaluran Zakat, Infak, dan Sedekah dalam Bentuk Iuran Kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa iuran BPJS Ketenagakerjaan boleh dibayar menggunakan dana yang bersumber dari infak dan sedekah, karena pada dasarnya perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pekerja rentan menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah.
Disamping itu, Pemerintah Aceh juga memberikan bantuan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Sawit yang difokuskan kepada para petani/pekebun pada ekosistem perkebunan sawit.
Secara umum, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Daerah sudah mulai menggagas konsep bantuan iuran melalui anggaran daerah bagi pekerja rentan diwilayahnya, antara lain Kota Langsa, dan Kota Banda Aceh.
Baca juga: Janji Purbaya Yudhi Sadewa: Iuran BPJS Kesehatan Tak Akan Naik Sebelum Ekonomi Pulih
Semangat perlindungan ini, sepatutnya dapat ditiru oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya yang ada di Aceh, sekaligus menyebarkan konsep baru dalam pemberian bantuan sosial kepada masyarakat bukan hanya dalam bentuk bantuan langsung berupa uang tunai dan barang, melainkan program perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Karena sesungguhnya, tujuan dari bantuan sosial adalah untuk perlindungan risiko sosial, peningkatan kesejahteraan, mengurangi angka kemiskinan, serta mendukung kemandirian masyarakat.
Melahirkan Kesadaran Sosial Baru
Jaminan sosial ketenagakerjaan yang berasaskan ta’awun (tolong-menolong) dan tabarru’ (derma sosial) harusnya bisa menjadi jalan baru bagi masyarakat Aceh untuk membantu sesama, bahwa jaminan sosial ketenagakerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemberi kerja/badan usaha, melainkan menjadi tanggung jawab bersama pada seluruh lapisan masyarakat, bukankah sikap tenggang rasa dan gotong-royong sudah menjadi norma yang berlaku secara turun-temurun dikalangan masyarakat Aceh?
Nilai tolong-menolong dan gotong royong yang dianjurkan dalam ajaran Islam, juga digunakan sebagai prinsip dasar dalam pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Bergeser dari kebiasaan lama, bantuan berupa program jaminan sosial ketenagakerjaan harus mulai dibiasakan dalam konsep sosial di masyarakat Aceh.
Pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pengusaha bisa menjadi role model dalam memulai kesadaran sosial baru ini, dan bisa dimulai dari lingkungan terkecil terlebih dahulu, sebagai contoh asisten rumah tangga, tukang kebun, penjaga kemanan perumahan, pedagang disekitar rumah, tukang becak dan pekerja lainnya yang ada disekitar kita.
Baca juga: Viral Video 3 Pria Berbaju Putih Lagi Peusijuek ‘Tongkat Pengobatan’ di Masjid Raya Baiturrahman
Pemuka agama, bisa memulai dari lingkungan kegiatan keagamaannya seperti guru mengaji, pengurus masjid, dan pekerja sosial keagamaan lainnya yang ada di Gampong.
Tokoh masyarakat bisa memulai dari anggota organisasi kemasyarakatan dilingkungannya, atau bahkan pengikut, pendukung dan konstituennya.
Kesadaran tanggung jawab bersama ini dapat dipastikan mampu memberikan dampak yang positif untuk memulai dan menularkan kebiasaan baru dalam memberikan bantuan kepada sesama.
Dengan menyisihkan Rp. 16.800, sudah dapat melindungi 1 (satu) orang pekerja di lingkungan sekitar, dengan manfaat perlindungan kecelakaan kerja tanpa batasan, dan manfaat santunan jika meninggal duni sebesar Rp. 42.000.000,- sekaligus manfaat tambahan beasiswa sampai dengan perguruan tinggi
Jaminan sosial ketenagakerjaan merupakan salah satu program negara yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan tenaga kerja.
Dengan kata lain, kelompok masyarakat juga berkewajiban untuk memastikan pekerja dilingkungannya sudah terlindungi apabila terjadi risiko ekonomi dan sosial melalui prinsip ta’awun (tolong-menolong) dan tabarru’ (derma sosial) yang sesuai dengan nilai islam yang sudah dijalani masyarakat Aceh sejak lama, sehingga Aceh dapat sebagai contoh dalam melahirkan kesadaran baru perlindungan sosial dan pelaksanaan jaminan sosial ketenagakerjaan berbasis syariah.
*) PENULIS adalah Penggiat Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
BPJS
BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan Syariah
Serambi Mekkah
Serambi Indonesia
Serambinews
Aceh
| Menjaga Indonesia dari Paham Agama Keras |
|
|---|
| Kemandekan Investasi dan Industrialisasi di Aceh, Bagian I |
|
|---|
| Globalisasi dan Alam Gayo: Antara Kemajuan dan Ancaman Hijau |
|
|---|
| Ketika Buku Berdebu, dan Layar Jadi Teman: Masa Depan Perpustakaan di Era Digital |
|
|---|
| Biaya Hidup Melonjak dan Krisis Pekerjaan di Indonesia: Sebuah Tinjauan Filsafat Ilmu |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/aceh/foto/bank/originals/Renggha-Prima-ST-MH_Penggiat-Jaminan-Sosial-Ketenagakerjaan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.