Citizen Reporter
Duo Aceh Tracker Selesaikan Ekspedisi Pendakian Marathon 6 Gunung Pidie jaya
Said dan Sultan telah selesai melaksanakan jelajah pendakian 6 (enam) gunung secara marathon di Pegunungan Selatan Pidie Jaya.
Said Murthaza Almahdaly dan Sultan Refi Pobri Fonna, pendaki gunung di Aceh melaporkan dari Pidie Jaya
***
Alhamdulillah Pawang Ubiet atau Said Murthaza Almahdaly (41) dan Sultan Refi Pobri Fonna (27) telah selesai melaksanakan jelajah pendakian 6 (enam) gunung secara marathon di Pegunungan Selatan Pidie Jaya.
Kegiatan jelajah kepetualangan alam terbuka ini berlangsung sejak tanggal 30 Oktober sampai dengan 15 November 2025.
Area kegiatan meliputi wilayah Gampong Alue Sane, Kecamatan Bandar Dua sebagai startpoint dan Gampong Lhok Sandeng, Kecamatan Meurah Dua sebagai finishpoint.
Formasi Said dan Sultan juga dikenal sebagai The Dynamic Duo Aceh Tracker.
Ekspedisi ini bertujuan untuk pengembangan kapasitas (capacity building) internal Aceh Tracker bidang jelajah gunung serta kemampuan Explorer Seacrh and Rescue (ESAR) atau SAR Gunung selain dokumentasi bentang alam dan inventarisasi satwa di lintasan pendakian.
Awalnya agenda pendakian ke salah satu gunung di wilayah ini adalah untuk pelatihan navigasi gunung bagi siapapun yang berminat secara terbuka.
Namun hingga deadline yang ditetapkan, tidak ada yang berminat untuk mengikuti studi terapan navigasi gunung hutan bersama Aceh Tracker.
Akhirnya Pawang Aceh Tracker segera mengambil keputusan untuk tetap menggelar kegiatan pendakian namun dalam level dan grade yang berbeda.
Bukan kali pertama Aceh Tracker menerapkan formasi minimum (2 personil) dalam ekspedisi gunung di belantara hutan gunung Aceh.
Sebelumnya tercatat beberapa giat penjelajahan juga dilakukan dengan formasi tersebut antara lain seperti dalam program Ekspedisi Jelajah Puncak Aceh (JAPAKEH), Operasi Kenal Medan (OKM) dan lain-lain.
Bahkan Said atau Pawang Ubiet dan Bang Nailul Autar juga pernah melakukan penjelajahan hutan gunung secara solo atau sendiri di pegunungan berbeda.
Baca juga: Pendaki Gunung Lebanon Menjadi Wanita Arab Pertama Mencapai Gunung Tertinggi Kedua Dunia
Terkait formasi tim dalam ekspedisi gunung, Aceh Tracker memiliki kualifikasi khusus terhadap hal tersebut seperti kemampuan secara individual yang mampu merangkap banyak tugas sekaligus dalam situasi terbatas di tengah medan berat.
Dalam level tersebut, setiap ekspeditor Aceh Tracker harus siap mental dan diharapkan mampu menguasai teknik-teknik khusus, seperti navigasi gunung, management logistik ekspedisi, melacak sumber air, perintisan jalur, esload system, siap melakukan night trekking (pendakian gunung malam hari) dan lain sebagainya.
Melaksanakan ekspedisi gunung dengan durasi lama dalam formasi minimum dapat meningkatkan kemampuan individu secara maksimum serta mudah menyerap atau memahami hal-hal yang tidak selalu muncul dalam kondisi khusus.
Selama ekspedisi, kondisi cuaca di pegunungan tersebut sangat berbeda dengan kondisi cuaca di bawah.
Dimana selama 17 hari ekspedisi, tercatat hanya 5 hari terjadi hujan deras disertai angin kencang.
Meskipun demikian, hampir setiap hari pegunungan tersebut diselimuti kabut sehingga sangat jarang dapat melihat langit biru.
Baca juga: Maisarah Pimpin Tim Mapala Jabal Everest Unigha Tuntaskan Ekspedisi Gunung Lhee Sagoe Pidie
Saat malam hari, dari puncak dan lereng Gle Mujrat Chik dan Gle Kareueng Rhieng terlihat jelas hamparan lampu-lampu di pesisir Pidie Jaya dan Bireuen, seperti Kecamatan Ulim, Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Samalanga dan Kecamatan Jeunieb pada sudut azimuth 0 – 90° berikut garis pantai.
Sempat terjadi badai petir disertai angin kencang saat tim berada di sekitar puncak Gle Mujrat Chik.
Dalam situasi cuaca tersebut, penting untuk bersikap tenang dan meningkatkan kewaspadaan semisal mem-prakirakan area pohon tumbang, spot rawan longsor di tepi jurang dan lain sebagainya.
Dalam rencana awal, ada 8 (delapan) target gunung yang ingin dicapai antara lain puncak Gle Mujrat Chik (1805 mdpl), Gle Kareueng Rhieng (1839 mdpl),
Gle Gamut (1913,7 mdpl), Pucoek Alue Jeulanga (2075 mdpl), Pucoek Krueng Seuko (2166 mdpl),
Gle Salapacang (1531,2 mdpl), Salapacang Selatan (1550 mdpl) dan Gle Toidoh (668,9 mdpl).
Namun setelah kendala yang dialami tim, akhirnya upaya mencapai Pucoek Alue Jeulanga dan Pucoek Krueng Seuko yang merupakan 2 (dua) titik terjauh ekspedisi, dibatalkan.
Dari 6 puncak gunung yang didaki, berdasarkan referensi peta BAKOSURTANAL 1978 hanya 3 gunung yang terdapat pilar buatan Belanda, yakni di puncak Gle Toidoh, Gle Salapacang dan Gle Gamut.
Namun dari 3 pilar tersebut hanya pilar Gle Toidoh yang tidak berhasil ditemukan meskipun telah lebih 2 jam tim menyisir area di kontur terakhir tersebut untuk melakukan pencarian.
Sultan Refi sempat mengingatkan soal keterbatasan waktu agar tidak terlalu lama melakukan pencarian pilar karena sejatinya posisi tim sudah fixed berada di atas kontur terakhir puncakan Gle Toidoh yang cukup lebar, berlapis dan berbanjar.
Kendala utama sebagai dasar perubahan rencana utama adalah kondisi kesehatan Pawang Ubiet yang memburuk setelah melewati puncak ke-3.
Kondisi ini pula yang juga menyebabkan tim melakukan recovery. Selain itu, beberapa peralatan utama sebagai power supply juga mengalami masalah sehingga keputusan membatalkan upaya melanjutkan penjelajahan menuju ke 2 puncak terjauh segera diambil.
Meskipun hal ini sangat mengecewakan, namun saat ekspedisi gunung, ada keputusan-keputusan besar yang harus segera diambil atas dasar perhitungan-perhitungan objektif, rasional dan haruslah jauh dari sebatas ambisi atau obsesi. Penting untuk mengetahui kelemahan dan batas fisik yang dimiliki.
Teknis terapan ekspedisi pendakian gunung yang dilakukan Aceh Tracker dimulai dengan pemahaman tentang topografi kawasan sebelum menetapkan plot jalur perlintasan termasuk prospek sumber air.
Agar kebutuhan konsumsi air dapat selalu terpenuhi meskipun dalam skala minimum.
Hal ini penting karena tanpa kemampuan untuk mencukupi kebutuhan air berbasis teknik pelacakan sumber air berdasarkan karakter topografi kawasan, akan sangat menyulitkan pergerakan (jadi lambat, terbatas dsb) jika hanya mengandalkan pada stok air yang ada.
Dalam Ekspedisi Marathon Gunung Pidie Jaya ini, Aceh Tracker memastikan bahwa pada jalur dari kedua sisi, tidak kurang terdapat masing-masing 3-4 sumber air yang dapat ditelusuri meskipun dalam cuaca musim kering karena sumber air yang dideteksi Aceh Tracker adalah sumber air yang berasal dari mata air pangkal lembahan.
Baca juga: Dua Pendaki Lanjutkan Observasi Satwa Liar Pegunungan Tertinggi Aceh Timur, Ini Foto-fotonya
Dalam setiap ekspedisi yang Aceh Tracker gelar dengan melibatkan unsur eksternal sebagai personil, Pawang Ubiet selalu mempraktekkan bagaimana trik-teknik mendeteksi sumber air berbasis orientasi kenal medan atau refleksi Tracking Mode dalam Explore Search and Rescue (ESAR).
Berbeda dari ekspedisi-ekspedisi sebelumnya, pola jalur jelajah gunung yang dirancang Aceh Tracker kali ini adalah Siege Tactic atau bersifat mengelilingi atau memutari.
Jika sebelumnya terapan jalur pendakian Aceh Tracker identik naik dan turun (gunung) dari rute yang sama, maka dalam Ekspedisi Marathon Gunung Pidie Jaya 2025 ini naik dan turun melalui rute berbeda.
Perbedaan ini adalah untuk jalur naik melintasi lereng punggungan di sisi timur Krueng Ulim, sedangkan jalur turun adalah di sisi barat lembahan Krueng Ulim.
Praktis beberapa teknik khusus seperti tanam logistik atau Summits Attack tidak dapat diterapkan karena tim terus bergerak maju atau moving camp.
Tanam logistik adalah teknik menanam paket logistik di jalur saat pergi untuk dipergunakan saat kembali melintasi jalur yang sama.
Flora fauna yang ditemukan sepanjang trek lintasan antara lain Orang Utan, Rangkong (paling dominan), Beruk, Owa/siamang, (feces) Harimau Sumatera, (feces) Kambing Gunung dan lain-lain.
Jenis tumbuhan yang ditemukan antara lain Raflesia (yang sudah mati), jenis-jenis anggrek hutan, kantong semar, pohon pinus besar dan lain sebagainya.
Pawang memanfaatkan bongkahan getah pohon pinus yang ditemukan di jalur sebagai bahan bakar utama untuk (mancing) api kayu untuk memasak (nasi/bubur).
Sampah berbahaya di pengunungan
Dalam ekspedisi Pidie Jaya ini, Aceh Tracker menemukan fakta yang cukup miris dimana terdapat perilaku nyampah (oleh manusia) yang sangat berbahaya bagi lingkungan pegunungan.
Selain itu, cukup sedih melihat ketika ada kelompok manusia yang ‘membuka’ lapak camp tapi menebang terlalu banyak pohon untuk sekedar ngecamp.
Di sekitar puncak Gle Gamut, tim menemukan sampah (yang sebagiannya coba disembunyikan di bawah pohon) berupa limbah baterai kering (ukuran) A1 sebanyak 2 pcs, A3 sebanyak 2 pcs, tali plastik ikat area sheltercamp di pohon, bungkus permen, karet gelang berserakan, sampah sachetan, korek mancis, puntung (filter) rokok dan sarung tangan wol 1 pasang.
Perilaku nyampah ini sangat ironi dengan profil Gle Gamut yang sebenarnya jarang didaki.
Padahal limbah baterai kering termasuk Limbah B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun.
Manusia-manusia pendaki yang secara sadar meninggalkan limbah tersebut, menurut Aceh Tracker perlu di rukiyah.
Karena kelakuan seperti ini lebih mirip kerasukan setan karena tidak mungkin dilakukan secara sadar. Dan hal ini tentunya menambah ketidaksukaan gunung terhadap manusia.
Moralitas pendaki atau penjelajah gunung dalam aspek pelestarian alam mungkin tidak bisa di tatar khusus di dalam atau di luar ruang.
Karena sejatinya setiap manusia dewasa dan sehat mental pastinya telah mengetahui bahaya pencemaran lingkungan tersebut.
Baca juga: Dua Pendaki Aceh Tracker Lanjutkan Ekspedisi Gunung Abong-abong Gayo Lues
Secara pribadi, Pawang Aceh Tracker telah ‘mengoleksi’ 14 pcs limbah baterai di gunung dalam rentang waktu 3 bulan.
Yakni 4 pcs baterai (ukuran) A1 berwarna kuning kombinasi di jalur pegunungan Lembu Aceh Timur, 3 pcs baterai A2 berwarna hijau kombinasi di sekitar Gle Mujrat Chik.
Kemudian 2 pcs baterai A1 berwarna silver dan 2 pcs baterai A3 berwarna hitam kombinasi di puncak Gle Gamut dan 3 pcs baterai A2 hijau kombinasi di sekitar Gle Salapacang.
Dari sejak startpoint (titik awal) pendakian di sekitar irigasi Gampong Alue Sane hingga kilometer XX akses jalur masih terlihat juga dilalui kendaraan bermotor (roda dua).
Seterusnya setelah kilometer 4 jalur ekspedisi, tim baru memasuki area hutan belantara.
Terdapat jalur lama yang telah dilalui manusia hingga puncak Gle Kareueng Rhieng yang ditandai dengan adanya bekas tebasan.
Setelah Gle Kareung Rhieng, jalur tersebut putus sehingga tim harus merintis jalur melintasi saddle (pelana) antara puncak Gle Kareung Rhieng dengan lereng timur Gle Gamut.
Saddle atau pelana adalah area relative datar yang berada diantara 2 puncak atau lebih.
Saddle bisa juga berada di pangkal lembahan, terlepas lembahan tersebut curam atau landai.
Lebatnya hutan lumut di sekitar lereng selatan jelang pertigaan menuju puncakan Gle Gamut merupakan kawasan hutan yang masih terjaga.
Terlebih karena Aceh Tracker menjadi grup manusia pertama yang melintasinya sambil merintis jalur mengikuti laluan binatang.
Untuk area spot camp, Aceh Tracker menerapkan standar khusus untuk ketinggian gunung di bawah 2500mdpl maka ekspeditor tidak menggunakan tenda melainkan hanya memakai flysheet atau tarp-tent.
Karena formasi 2 crew, maka tim menggunakan ukuran 3 x 4 meter.
Tidur di alam terbuka dengan atap tanpa dinding adalah media latih mental kewaspadaan tinggi saat tidur pulas bahkan di zona pegunungan remote area.
Rutinitas lainnya di area camp yang diketahui perlu mencari sumber air, maka tim mengoptimalkan waktu sore jelang maghrib untuk melacak sumber air terdekat baik yang sudah di targetkan (plotting) atau di lokasi camp dadakan.
Lalu kemudian mengumpulkan kayu bakar untuk masak nasi guna menghemat penggunaan gas kaleng atau gas butane (butana) yang diperuntukkan untuk lainnya.
Lalu menghidupkan lampu (lentera) berbahan bakar minyak tanah untuk menghemat penggunaan baterai kering atau powerbank pada jenis lampu tenda apalagi lampu hias.
Untuk ‘keamanan’ sekitar, ciri khas camp Aceh Tracker sejak lembaga ini berdiri adalah penggunaan lampu marine light atau lampu kapal (kelap-kelip) di salah satu sisi berlawanan dengan area sisi masak kayu bakar.
Dengar ceramah Ustad Abdul Somad atau Berbagi Kisah : Sirah Nabawiyah Rasulullah
Selama ekspedisi pendakian gunung, Aceh Tracker selalu menyalakan radio fm (jika terjangkau sinyal) atau menghidupkan Mp3 ceramah agama Ustad Abdul Somad atau Berbagi Kisah : Sirah Nabawiyah Rasulullah Muhammad SAW yang selalu diputar tak hanya di camp namun di setiap spot rest instirahat di jalur.
Sejatinya, hal ini cukup menyehatkan psikologis tim.
Menu makan siang siang tim Aceh Tracker sangat sederhana yakni beberapa potong biscuit, mie instant dimakan langsung (kriuukkk) dan serbuk air sachetan.
Untuk menu konsumsi, tidak ada trik khusus yang perlu diterapkan selama sanggup dibawa dalam ransel sesuai durasi ekspedisi.
Perhatikan pula untuk selalu membawa obat-obatan pribadi sebagai perbekalan personal.
Tidak dapat dinafikan lagi bahwa seiring perkembangan zaman, teknologi informasi perpetaan sudah begitu mudah untuk diakses seperti apps berbasis perpetaan.
Aceh Tracker saat menerapkan navigasi yang berbasis apps memilih menggunakan Avenza Maps dan Gaia GPS.
Namun instrument digital ini bukanlah satu-satunya opsi yang dipakai melainkan pula yang bersifat manual seperti kompas bidik non-prismatik dan peta topografi lembaran.
Baca juga: Langkah Mitigasi, Dua Pendaki Gunung Aceh Sosialisasi Profil Jalur Gunung Lembu Aceh Timur
Teknik penggunaan kompas seperti cross bearing technique maupun man-to-man dijadikan ‘guide’ arahan sudut azimuth sesuai plotting jalur.
Penggunaan guide alam seperti lereng punggungan (ridgelines), puncakan, lembahan maupun saddle atau pelana adalah juga untuk meningkatkan akurasi atau presisi ketika melakukan sinergisitas orientasi kenal medan dan orientasi peta.
Pemakaian atau penggunaan tali jejak atau stringlines atau marka jalur sepanjang lintasan bagi Aceh Tracker itu merupakan hal penting.
Mengingat marka tersebut dapat pula dipergunakan oleh masyarakat setempat yang mungkin secara kebutulan tersesat ke area tersebut.
Perlintasan dari Gle Gamut menuju ke Gle Salapacang atau ke arah barat lau relative lebih aktif dilalui manusia.
Ini terlihat dari cukup lebarnya jalur tersebut serta ada banyak lapak camp sepanjang jalur layaknya jalur konvensional.
Tebasan-tebasan yang ada juga sudah bervariasi dari yang baru beberapa minggu lalu hingga yang paling lama (bertahun-tahun lalu).
Berbeda dengan jalur di sisi timur lembah Krueng Ulim yang sangat kecil dan mudah hilang atau terputus.
Jika memiliki pengalaman sebagai penebas atau orang yang berjalan paling depan meristis jalur selama bertahun-tahun, tentu tidak sulit ‘menyamakan’ pikiran dengan penebas anonymous pada masa lalu tersebut saat mencari ‘terusan-terusan’ tebasan kecil di perlintasan.
Jarak tempuh dari titik awal menuju puncak Gle Gamut sebagai titik terjauh penjelajahan ekspedisi ini adalah tidak kurang 15 kilometer atau lebih 9,32 mil.
Sedangkan jalur ‘turun’ dari Gle Gamut menuju Lhok Sandeng via Gle Toidoh adalah 14,7 atau 9,13 mil sehingga jarak tempuh total penjelajahan ekspedisi ini adalah 18,45 mil atau 29,7 km.
Aceh Tracker biasanya menetapkan plotting jarak antar camp berkisar antara 1,5 hingga 2,5 km tergantung topografi perlintasan.
Ekspedisi Marathon Gunung Pidie Jaya 2025 ini dipersiapkan dengan cermat meliputi penyiapan data info meliputi profil taktis detail kegiatan, KTP, biodata lengkap personil ekspedisi dan Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) ESAR Aceh Tracker yang merupakan pedoman rescuer maupun survivor terkait.
Dalam data info tersebut tercantum pula catatan aktifitas alam terbuka terkini yang telah dilakukan serta hal-hal yang tidak terdapat dalam KTP.
Baca juga: Sosok Agam Viral, Aksi Heroik Pemandu Gunung Rinjani Evakuasi Jasad Pendaki Brazil Juliana Marins
Dokumen tersebut kemudian dirangkum dalam satu berkas untuk kemudian ditembuskan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Kegiatan kepada para pihak.
Seperti Kapolres Cq Kasat.Intelkam, Kapolsek dan Keuchiek Gampong area kegiatan selain diarsipkan oleh D-TRACK (Uniet Rescue Aceh Tracker).
Aceh Tracker sangat berterima kasih kepada pihak Polres Pidie Jaya, Polsek Bandar Dua, Keuchik Gampong Alue Sane, Masyarakat Lhok Sandeng, rekan- rekan kerabat Aceh Tracker dan seluruh pihak yang telah membantu sehingga ekspedisi ini selesai dilaksanakan.
Aceh Tracker juga sangat terbuka menerima masukan dari berbagai pihak terkait pengembangan kemampuan (capacity building) Sumber Daya Manusia (SDM) penjelajahan gunung dan InsyaAllah siap jika diminta untuk terlibat dalam misi pencarian orang tersesat di hutan.
Bagi masyarakat yang ingin melakukan kontak terkait upaya pelacakan (tracking) atau pencarian orang hilang atau tersesat di gunung dapat menghubungi Pawang Aceh Tracker di nomor Whatsapp 0851-2658-9466 atau bisa DM Instagram ke akun @kausalitas322.
Kami siap melakukan upaya yang diperlukan sebatas kemampuan. InsyaAllah.(*)
Aceh Tracker
pendaki gunung
Pidie Jaya
Ekspedisi Pendakian
Meurah Dua
Gampong Alue Sane
Aceh
Serambi Indonesia
Serambinews
| Jabal Uhud: Bukit Cinta, Syahid, dan Keabadian |
|
|---|
| Menikmati Aneka Kuliner di Ampang, Kuala Lumpur |
|
|---|
| Summer University 2025: Sepucuk Surat Musim Panas dari Rusia |
|
|---|
| WCN 2025 Seoul: Panggung Dunia Neurologi dan Pesona Kota Cerdas Asia Timur |
|
|---|
| Merajut Sejarah, Menyulam Masa Depan: 437 Tahun Kota Meulaboh dan Pekan Kebudayaan Aceh Barat |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.