Mengenang Tsunami

Ciuman Terakhir dengan Istri dan Anakku

Baunya sangat wangi, aku terharu sekali melihat mayat gadis yang kutaksir berumur 20 tahun-an

Ciuman Terakhir dengan Istri dan Anakku - yuswar2.jpg
Rumahku setelah Tsunami
Ciuman Terakhir dengan Istri dan Anakku - yuswar1.jpg
Rumahku Sebelum Tsunami
Ciuman Terakhir dengan Istri dan Anakku - yuswar3.jpg
Keluarga yang meninggal saat tsunami
Ciuman Terakhir dengan Istri dan Anakku - yuswar4.jpg
YUNA PUTRI BERKAH binti YUSWAR YUNUS, ia selamat dari tsunami
Ciuman Terakhir dengan Istri dan Anakku - yuswar35jpg.jpg
Muhammad Yuzan Wardhana, ia selamat dari tsunami

Begitu mau melangkah ke pelataran sate, pikiranku tambah kacau dan sempoyonganku kian bertambah. Akhirnya kuputuskan batal singgah untuk makan sate dan pikiranku tambah ruwet ingat terus ke Aceh dan dari lapangan Gasibu terus aku berjalan kaki hingga ke jalan Trunojoyo dan aku menaiki angkot menuju ke alun-alun untuk membeli minyak ikan Omega 3 yang sering aku kosumsi untuk menurunkan kolesterol, kebetulan di rumah sudah tidak bersisa lagi. Aku ke toko Palembang di Jalan Sudirman tidak jauh dari perempatan jalan Otto Iskandardinata (Otista).

Kembali dari membeli minyak ikan kabsul, aku singgah di Wartel Pasar Simpang Dago untuk mencoba menelpon ke Banda Aceh, aku berpikir mungkin lewat Wartel akan mendapat  sambungan ke Aceh karena lewat Hp tidak berhasil, hanya untuk mengecek lagi mengapa pikiranku sejak pagi tadi terus melayang ke Aceh, saat aku memasuki Wartel aku melihat jam dinding waktu itu menunjukkan pukul 10 pagi.

Di kamar wartel tersebut, aku berulang kali memencet nomor telepon rumahku di Banda Aceh, ternyata tidak ada sambungan sama sekali, aku coba lagi berulangkali, juga tidak ada respons sama sekali, dalam pikiranku jangan-jangan satelit kominikasi lagi rusak, namun sebentar lagi pasti akan bagus kembali. Lalu aku menanyakan kepada petugas wartel, mengapa tidak ada sambungan ke Aceh. Cewek petugas di wartel ini, ringan saja ia menjawab, benar pak tadi ada juga orang yang menelpon ke Aceh, tetapi tidak tersambung.

Aku dengan menaiki angkot  terus kembali ke rumah di Dago Timur. Tiba di rumah, aku melihat ke kamar anakku Yuzan ia masih tertidur dan aku karena masih ada sisa-sisa sempoyonganku, maka aku pun merebahkan diri ke kasur dengan mencuatkan pikiranku ke Banda Aceh. Aku di Bandung hanya berdua dengan Yuzan, anakku yang berkuliah di Fisip Unpad.

Aku terbangun pas kulihat jam pukul 12.20, setelah mencuci muka, iseng aku membuka TV, apa lajur ? di layar kaca tersebut sedang ditayangkan berita gempa besar di Aceh. Gampa yang ditayangkan berita-berita gempa dan tsunami di Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara. Aku melihat sejumlah mayat akibat dari tsunami tersebut.

Sedangkan Banda Aceh diberitakan terputus komunikasi dan Banda Aceh juga diinfokan adanya gempa besar dengan kekuatan gempa menurut Indonesia 6,8 SR sedangkan menurut Amerika 8,9 SR.

Untuk menentramkan hati, aku terus  shalat sunat setelah shalat dhuhur dan malamnya aku Thahajud kebiasaan yang sering kulakukan - shalat di malam hari, aku membaca Surat Yasin serta zikir. Air mataku terus  tidak terbendung, bu Tomi tetanggaku di sebelah rumah juga datang menanyakan bagaimana ikhwalnya di Aceh. Aku hanya pasrah, hanya dapat memberi jawaban belum dapat berita bu. Juga datang Pak Heri mantan RW dan Rezky RW-nya Dago Timur menanyakan hal yang serupa, juga datang Imam mushalla kami, Pak Asep menanyakan hal yang sama juga.

Keluarga istriku di Solo juga menelpon, juga yang di Jakarta, semuanya sepupu istriku. Juga promotor dan ko promotorku, hingga para rekan-rekanku di Unpad menelpon menanyakan ikhwal berita.

Dan, senin siang aku pun mulai dapat berita di TV bahwa Banda Aceh paling parah mendapat kerusakan, bahkan ditayangkan gambar mayat-mayat berjajar di jalan Teuku Umar Banda Aceh, sedangkan malam hari gelap gulita karena PLN tidak berfungsi lagi. Aku terus mencari berita yang lengkap tentang keluargaku di Banda Aceh, bagaimana dengan istriku ? bagaimana dengan anak-anakku? menantuku? dan cucu kesayanganku yang baru kumiliki hanya satu-satunya itu ? Hari musibah itu, cucuku genap berusia tujuh bulan.

Aku musyawarah dengan Yuzan dan Dedi kemenakanku yang baru datang ke Dago Timur, lalu aku putuskan bahwa kami bertiga segera berangkat  ke Banda Aceh. Senin sore itu, aku mencari tiket pesawat, tiket pun aku dapatkan untuk kami bertiga pada hari kamis tanggal 30 Desember 2004. Jadwal keberangkatan tersebut, memang agak susah didapatkan, menurut travel penerbangan ke Banda Aceh sangat padat akibat musibah tsunami.

Setelah mendapatkan tiket pesawat, aku segera menuju ke Pasar baru untuk membeli segala keperluan di Banda Aceh, seperti lampu Patromat, Sarung tangan, biscuit kaleng, air Oksigen, masker dan lain-lain, tujuanku kembali segera ke Banda Aceh untuk mencari jasad keluargaku kalau-kalau mereka juga tertimba musibah.

Begitu aku tiba di Dago Timur, depan rumahku dipenuhi oleh banyak tetangga, mereka semua memeluk aku, mereka semuanya mengucapkan agar aku bersabar dan jawabanku ketika itu hanya mampu kuucapkan dengan cucuran air mata yang membasahi pipiku.

Aku, Yuzan dan Dedy kemenakanku, segera diantar oleh Rizky RW kami di Dago Timur ke Jakarta. Beliau sendiri yang menyetir mobilnya. Dalam perjalanan ke Jakarta, aku mendapat telepon dari Rizal teman Yuzan di Dago Timur. Ia menginfokan, bahwa sepeninggalku menuju ke Jakarta tadi, datang temannya Yuna, memberitakan bahwa Yuna selamat dari terjangan tsunami dan sekarang ia diungsikan ke komplek Bandara Sultan Iskandar Muda di Kabupaten Aceh Besar, namun keluarga lainnya tidak ada berita apa pun. Lalu aku mencoba menghubungi Rizal di Dago, ia mengimfokan bahwa berita tadi diperolehnya dari temannya Yuna yang datang ke rumah di Dago Timur dan teman anakku itu, member nomor Hp yang digunakan oleh Yuna saat menelpon ke Bandung (kemudian baru aku ketahui bahwa Yuna meminjan HP para pengungsi lain, sedangkan Hp nya hilang di tsunami).

Setelah mendapat no Hp tersebut, aku segera menghubungi anakku di pengungsian. Yuna menagis melaporkan apa yang terjadi, aku kuatkan diriku atas laporan yang disampaikannya. Ia mengatakan bahwa ia tersangkut di lantai dua rumah tetangga di belakang rumahku di Banda Aceh. Kondisi Yuna badannya luka-luka akibat tsunami dan butuh pertolongan segera. Apalagi Yuna kelihatan sangat trauma, ia menangis sebentar-sebentar saat menyampaikan laporannya kepadaku. Ia mengatakan gempa Ayah terus bruntun sampai sekarang.

Aku menanyakan mama ke mana? Kak Yudid dan kak Yuki kemana?  bang Elfan dan bang Raifal kemana? mana defa? Dalam benakku ketika itu mereka semua ada di pengungsian bersama dengan Yuna. Jawaban Yuna hanya, "Tidak tau ayah…"

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved