LIPSUS Proyek Tinja di Makam Ulama
Ide ‘Gila’ yang Dihujat dan Ditolak (4)
Pembangunan IPAL ditengarai semakin menambah derita warga Gampong Pande dan Gampong Jawa yang sudah berpuluh tahun hidup berdampingan dengan sampah.
Penulis: Muslim Arsani | Editor: Yusmadi
Laporan Anshari Hasyim | BandaAceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Gagasan pembangunan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) sejak 2006 sudah mendapat penolakan masyarakat.
Pembangunan IPAL ditengarai semakin menambah derita warga sekitar Gampong Pande dan Gampong Jawa yang sudah berpuluh tahun hidup berdampingan dengan sampah.
Belum lagi persoalan TPA usai, kini warga kembali dicekoki masalah IPAL, yang hampir serupa dengan kasus TPA, yang menebarkan bau tak sedap.
Baca: PENGANTAR Lipsus Proyek Tinja di Makam Ulama
Pemerintah Kota Banda Aceh sepertinya juga tak berdaya menghadapinya. IPAL disebut-sebut merupakan salah satu dari 55 proyek strategis nasional program Presiden Jokowi.
Proyek ini berada langsung di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Baca: IPAL dan Misteri Raja Sulaiman di Gampong Pande (3)
Di tengah gencarnya pembangunan IPAL, suara keprihatinan publik kian terdengar.
Terutama soal lokasi pembangunan IPAL yang dinilai telah menggusur situs sejarah Kerajaan Aceh Darussalam.
“Wali Kota seperti tidak punya ide. Ini sama saja dengan mengubur sejarah. Mengapa harus dibangun di kawasan ini, apakah tidak ada lokasi lain yang lebih tepat,” kata Irdus, mantan keuchik Gampong Pande kepada wartawan, Rabu (30/8/2017).
Baca: Karena Sejarah Dikira Dongeng (Meratapi Gampong Pande)
Menurut cerita Irdus lahan yang sekarang dijadikan lokasi pembangunan IPAL sudah dibebaskan Pemko Banda Aceh pada masa pemerintahan Wali Kota Mawardi Nurdin.
Lokasi itu sebelumnya rawa dan tambak warga.
Kemudian pascatsunami Pemko membangun TPA dan instalasi pengolahan limbah tinja.