Kupi Beungoh

Inilah Akhlak, Doa, dan Sifat Hidup Orang Beriman

Walaupun kita berkulit hitam, namun wajah akan berseri-seri jika kita berbagi senyuman dengan hati yang bersih.

Editor: Zaenal
IST
Ridha Yuadi 

Oleh: Ridha Yuadi*)

SESAAT sebelum pesawat tinggal landas, awak kabin akan meminta penumpang membuka tutup jendela, menegakkan sandaran kursi, mengencangkan sabuk pengaman, hingga mendemontrasikan prosedur keselamatan.

Sang pramugari juga dengan ramah melayani para penumpang.

Tanpa diminta sekali pun, dia tetap akan melayani Anda, menyajikan makanan atau bertanya: mau nambah minum lagii?

Inilah sebuah kebaikan yang ditunjukkan oleh seorang flight attendant di setiap maskapai penerbangan.

Tetapi saat penumpang sudah turun dari si burung besi, kita pun tidak akan dipedulikannya lagi.

Nah contoh di atas bukanlah sebuah akhlak yang luhur.

(Baca: Mendidik Akhlak)

Yang namanya akhlak adalah berusaha berbuat kebaikan kepada siapa saja, kapan saja, dan di mana saja, hanya demi mendapatkan ridha-Nya Allah.

Semata-mata mencari ridha Allah.

Orang yang baik akhlaknya adalah lentera yang menyala benderang.

Dia hangat dan menentramkan lingkungan, orang-orang pun sejuk berada di dekatnya.

Jika kita berilmu tapi tidak berakhlak berarti cuma lentera dengan gagang yang menyala kecil, hanya cukup menerangi dirinya sendiri.

Sesungguhnya, kemuliaan seseorang bergantung pada akhlak pribadinya.

Akhlak adalah pemandu dan cerminan dari hati (iman) seseorang.

Jika hati baik maka akan baik pula akhlak dan kehidupannya.

(Baca: Ilmu tanpa Akhlak Membawa Kehancuran)

Walaupun kita berkulit hitam, namun wajah akan berseri-seri jika kita berbagi senyuman dengan hati yang bersih.

Wajah yang berseri-seri itu bukan hanya karena berwudhu saja, tetapi karena ada nur di wajah kita yang Allah pancarkan.

Hati adalah rajanya sang badan, dia lah yang memerintahkan semua anggota badan, mata, kaki, telinga, tangan dan sebagainya, agar patuh dan taat, hanya kepada Allah SWT.

Sebaliknya, jika manusia sudah merosot akhlaknya, maka hidupnya pun akan rusak dan merusaki, nabrak sana nabrak sini, bahkan bisa-bisa derajatnya lebih rendah dari hewan ternak atau binatang buas.

Nun jauh di seberang sana, misalnya, sudah banyak manusia seperti itu.

Mereka tidak sekedar mengenyangkan isi perutnya saja, melainkan baru akan puas ketika melihat bangsa lain sengsara.

Jasadnya memang tetap manusia, tetapi hati dan akhlaknya sudah berubah menjadi animal.

(Baca: Peringati Milad Ke-5, KWPSI Bahas Akhlak, Ilmu Pengetahuan, Sampai Makanan Halal)

Lalu bagaimana akhlaknya orang beriman?

Akhlaknya muslim beriman yaitu bagaimana dirinya, keluarganya, dan seluruh muslim dapat selamat di dunia dan di akhirat selama-lamanya.

Itulah akhlak, doa dan sifat hidup orang yang beriman.

Alkisah, suatu ketika datang seorang miskin kepada Rasulullah SAW dengan membawa hadiah semangkuk buah anggur.

Rasul pun menerima hadiah itu dan mulai memakannya.

Biasanya, Baginda Rasul mengajak para sahabat ikut makan bersama.

Namun kali ini berbeda, beliau memakan anggur pertama, lalu tersenyum kepada sahabatnya.

Lalu mengambil anggur kedua lalu tersenyum kembali.

Orang yang memberi anggur itu serasa terbang bahagia karena melihat Rasulullah menyukai hadiahnya.

Sementara para sahabat penuh rasa heran. Tak biasanya Rasulullah makan sendirian.

Satu per satu anggur itu diambil oleh Rasul dengan selalu tersenyum, hingga semangkuk anggur itu habis tak bersisa.

Para sahabat semakin heran dan orang miskin itu pulang dengan hati penuh bahagia.

Lalu seorang sahabat bertanya kepada Baginda, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak mengajak kami ikut makan bersamamu?”

Rasul pun tersenyum dan menjawab: Kalian telah melihat bagaimana wajah bahagia orang itu dengan memberiku semangkuk anggur. Dan ketika aku memakan anggur itu, kutemukan rasanya masam. Dan aku takut jika mengajak kalian ikut makan denganku, akan ada yang menunjukkan sesuatu yang tidak enak hingga merusak kebahagiaan orang miskin tersebut.

Seketika para sahabat berujar: kami ridha ya Rasulullah, kami ridha.

(Baca: Hanya dalam 20 Hari, Santri Ini Mampu Hafal 9 Juz Alquran)

(Baca: Ali Banat, Pemuda Tampan Berhati Malaikat)

Sungguh mulia akhlak, budi pekerti, dan kepeduliaan Baginda Rasulullah SAW dalam menjaga perasaan orang lain.

Sesungguhnya terdapat suri tauladan yang baik bagi kita, seperti yang telah diajarkan oleh junjungan kita Sayyidina Muhammad SAW, yang meliputi iman, ibadah, muamalah, muasyarah dan akhlak.

Kita harus bisa mengambil manfaat dan meneladani kehidupan beliau, mulai dari senyumnya, budi pekertinya, ibadahnya, munajadnya, sampai ngantuknya Nabi Besar Muhammad SAW.

Sifat-sifat mulia dan suri tauladan itulah yang dikehendaki oleh Allah dan harus terus kita praktikkan di kantor-kantor, di kampus, di pasar, di sawah, di warung-warung kopi ataupun di mana saja.

Karena kemanapun kita pergi, sesungguhnya kita ini 'on the way' menunggu panggilan-Nya, cuma ada yang mutar-mutar dulu, dari rumah ke kantor atau sebaliknya, tetapi akhirnya kita semua tetap menuju ke kuburan masing-masing.

(Baca: Ali Banat Meninggal Dunia, Kepergian Pemuda Kaya Raya Ini Meninggalkan Duka bagi Banyak Muslim)

Sesungguhnya apa yang kita tanam, itu pula yang akan kita tuai.

Lalu sampai kapan kita meneladani kehidupan Baginda Rasul?

Ya, sampai nyawa berada di kerongkongan, dan kita pun tetap tersenyum saat Malaikat maut berkata: tugasmu di dunia sudah selesai, maka pulanglah!

*) Penulis, Ridha Yuadi adalah aktivis Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) dan aktivis Sipade Institute.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved