Demo Tolak RUU KPK
Bahayakah Gas Air Mata Kedaluwarsa? Aktivis HAM Sebut Ada Zat Kimia Mematikan Seperti Perang Dunia I
"Kami menemukan bukti polisi menggunakan expired tear gas (gas air mata kadaluwarsa) ketika menembakan ke arah kerumunan massa."
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Toxicological Reviews pada 2013 mencapai konklusi bahwa "tidak ada bukti kalau individu yang sehat akan mengalami efek kesehatan jangka panjang dari paparan CS (senyawa 2-chlorobenzalmalononitrile dalam gas air mata) di ruang terbuka".
Namun, memang ada beberapa kasus di mana paparan gas air mata dapat meninggalkan efek permanen.
Dalam demonstrasi di Mesir pada 2013, misalnya, 37 orang meninggal karena sesak napas setelah gas air mata dilepaskan di dalam kendaraan mereka.
Laporan untuk demonstrasi yang sama juga mengungkapkan adanya korban-korban yang menjadi buta, luka parah atau meninggal karena terkena tembakan gas air mata dari jarak dekat.
Paparan gas air mata yang berlebihan juga dapat menyebabkan luka bakar pada kulit, dan bila terkena mata bisa menyebabkan kebutaan.
Lalu, pada orang-orang dengan penyakit asma, gas air mata bisa memicu gangguan pernapasan yang membutuhkan perawatan panjang.
Sven-Eric Jordt, seorang profesor farmakologi dari Yale University School of Medicine yang mempelajari cara kerja gas air mata secara neurologis, berkata bahwa ada cukup banyak contoh di mana orang-orang mengalami luka bakar parah (akibat gas air mata), terutama di ruang tertutup atau di jalanan yang kanan kirinya gedung-gedung tinggi.
"Warga yang hidup di sekitar Tahir Square di Kairo yang mendapat banyak gas air mata telah mengalami paparan jangka panjang, yang menyebabkan masalah pernapasan. Paparan jangka panjang sangat bermasalah," ujarnya.
Studi di Turki Dalam wawancara dengan The Cut, 21 Agustus 2014, Jordt berkata bahwa tidak banyak studi yang mempelajari efek jangka panjang gas air mata terhadap individu atau sekelompok manusia.
Pasalnya, hanya ada sedikit orang yang terpapar dan terpengaruh oleh gas air mata untuk jangka waktu lama. Namun, sekelompok dokter dari Turki telah berhasil melakukan studi efek jangka panjang terhadap 93 orang yang lebih sering terpapar gas air mata daripada orang normal.
Dipublikasikan dalam The Scientific World Journal pada 2014, tim peneliti mengikuti 93 subyek dari latar belakang yang beragam, mulai dari karyawan, guru, siswa, jurnalis dan aktivis poltik, yang lebih sering terpapar gas air mata daripada orang normal.
Mereka lantas membandingkannya dengan 55 orang yang memiliki riwayat kesehatan serupa dan latar belakang beragam, tetapi tidak pernah terpapar gas air mata.
Para partisipan diminta untuk mengisi kuesioner tentang jumlah paparan yang mereka alami selama dua tahun terakhir, tipe gas air mata, jarak dari sumber gas air mata dan riwayat penanganan usai terpapar gas air mata.
Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok yang lebih banyak terpapar gas air mata lebih sering mengalami batuk berdahak selama lebih dari tiga bulan. Mereka juga 2-2,5 kali lipat lebih sering mengalami sesak di dada, dispnea atau sesak napas, batuk pagi hari saat musim dingin dan dahak.
Partisipan yang lebih sering terpapar gas air mata daripada orang normal juga melaporkan kejadian yang lebih sering untuk hidung berair, mata berair dan dermatitis daripada kelompok yang tidak terpapar, meskipun perbedaan kedua kelompok tidak terlalu signifikan.
Para peneliti pun mengonklusikan paparan gas air mata berulang yang berlebihan atau lebih sering daripada umumnya dapat meningkatkan keluhan pernapasan dan meningkatkan risiko terkena bronkitis kronis.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Aktivis HAM Sebut Polisi Gunakan Gas Air Mata Kadaluwarsa" dan "Terpapar Gas Air Mata Saat Demo, Adakah Efek Jangka Panjangnya?"