Kupi Beungoh

Investasi di Aceh, What Wrong?

Tercatat sudah puluhan MoU ditandatangani oleh Pemerintah Aceh dalam beberapa tahun terakhir, di berbagai negara lintas benua pula.

Editor: Zaenal
IST
Mulyadi Nurdin, Lc, MH 

Oleh Mulyadi Nurdin, Lc, MH *)

MENURUT data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di Indonesia tahun 2019 sebesar Rp 809,6 triliun.

Sebaran investasi tersebut berlokasi di Pulau Jawa sebesar Rp 434,6 triliun (53,7%) dan di luar Pulau Jawa Rp 375 triliun (46,3%).

Tak heran Majalah Ceoworld menobatkan Indonesia sebagai negara peringkat ke-4 paling menarik investasi, mengalahkan negara lain seperti Australia, Singapura, India, Republik Ceko, Spanyol, dan Thailand. 

Provinsi dengan nilai realisasi investasi terbesar tahun 2019 adalah Jawa Barat (Rp 137,5 triliun), DKI Jakarta (Rp 123,9 triliun), Jawa Tengah (Rp 59,5 triliun), Jawa Timur (Rp 58,5 triliun), dan Banten (Rp 48,7 triliun).

Untuk Wilayah Sumatera, investasi tahun 2019 didominasi ke Riau yang mencapai Rp 41,8 triliun alias terbesar se-Sumatera.

Disusul Sumatera Selatan Rp 26 triliun, Sumatera Utara Rp 25,44 triliun, Sumatera Barat Rp 5,3 triliun, dan lain-lain.

Untuk Investasi Memang Tidak Boleh Menunggu  

Bagaimana dengan Investasi di Aceh?

Kalau kita browsing informasi tentang realisasi investasi di Aceh di dunia maya, kita agak kesulitan karena data yang terekspos masih sangat minim.

Kalau kita buka link resmi https://dpmptsp.acehprov.go.id/id/info-publik/data-investasi/ hingga tanggal 10 maret 2020 yang terlihat hanya perkembangan realisasi investasi Aceh tahun 2010-2017.

Sementara data investasi tahun 2018 dan 2019 tidak tersedia.

Mungkin data tersebut tersedia di sumber lain, tapi Penulis belum mendapatkannya.

Hal itu sangat kontra produktif dengan semangat Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT yang tak henti-hentinya mencari investor ke berbagai belahan dunia, namun realisasi di lapangan belum sesuai harapan.

Nova Jemput Komitmen Investasi ke Abu Dhabi

So What Wrong?

Yang menjadi tanda tanya, apa yang salah dengan Aceh?

Kenapa tidak ada investasi yang signifikan di tengah gencarnya investasi di berbagai provinsi lain di Indonesia?

Tercatat sudah puluhan MoU ditandatangani oleh Pemerintah Aceh dalam beberapa tahun terakhir, di berbagai negara lintas benua pula, namun lama-lama gaungnya hilang ditelan waktu.

Investor yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang. Malah yang sudah mulai investasi ada yang angkat kaki, seperti perusahaan Semen Indonesia di Laweung, Pidie.

Bagaimana Kelanjutan Pembangunan Pabrik Semen Laweung, Ini Penjelasan Abusyik

Kendala Investasi

Secara nasional kendala investasi di Indonesia masih terjadi.

Hal itu diakui oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong di Kantor Presiden, Senin (11/9/2019) yang memaparkan 5 keluhan investor selama ini berupa:

Pertama adalah persoalan regulasi, yang dinilai masih tidak jelas, tumpang tindih, sering berubah, perizinan bertele-tele.

Kedua, masalah perpajakan.

Ketiga, urusan lahan, seperti sengketa lahan, kerumitan membebaskan lahan, izin-izin bangunan, pengurusan sertifikat yang bisa memakan waktu lama berbulan-bulan dengan biaya yang tidak murah.

Keempat, masalah ketenagakerjaan, masih usangnya Undang-Undang  Ketenagakerjaan yang telah berlaku sejak 2003, sudah tidak mengikuti dinamika yang ada saat ini.

Kelima, dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), banyak investor dari pihak swasta yang mengeluhkan banyaknya BUMN yang mendapatkan pekerjaan dari pemerintah.

Dan tentu saja selebihnya adalah kebiasaan pungutan liar (pungli).

Wali Nanggroe Temui Dubes Uni Eropa di Jakarta, Bahas dari Soal MoU Helsinki Hingga Investasi

Kendala di Aceh

Terkhusus kendala di Aceh kita patut mencermati pengakuan Ismail Rasyid, pengusaha Internasional, CEO PT.Trans Continent yang kini berinvestasi di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong.

Kapasitasnya sebagai pengusaha tidak diragukan lagi.

Ismail Rasyid bos dari 7 perusahaan yang bernaung di bawah bendera Royal Group.

Ia juga mendirikan PT. Trans Continent yang memiliki 19 cabang di Indonesia termasuk Aceh, 2 cabang di luar negeri (Australia & Filipina) serta jaringan kerja di 80 negara.

PT. Trans Continent kini sudah mulai beroperasi di Kawasan Industri Ladong berupa land clearing dan pematangan lahan seluas 10 hektare, menyediakan 1 unit mobile crane, 1 unit exavator, 4 trailer dan 7 tronton, 12 unit forklift, 1 unit telehandler, 32 unit kontainer, dan 1 unit reach stacker.

Peletakan batu pertama (groundbreaking) dilakukan pada pada 31 Agustus 2019, Namun, hingga awal Maret 2020, atau setelah enam bulan, belum ada aktivitas ekspor impor.

Menurut penjelasan Ismail Rasyid kepada Serambinews.com kendala yang dihadapinya adalah seputar basic infrastructure.

Namun jika dihitung mundur sejak diluncurkan pada Desember 2018, seharusnya KIA Ladong sudah memiliki infrastruktur bisnis yang memadai untuk memulai investasi.

Menurut penjelasan Ismail Rasyid, hal basic yang belum tersedia, di antaranya pagar kawasan yang saat ini seperti pagar abu nawas, alias belum seluruhnya terpagar, sehingga keamanan tidak terjamin, drainase yang belum layak, air bersih yang hingga bulan keenam masih harus beli sendiri, dan yang terpenting adalah pengamanan harus setara pengamanan obyek vital.

Berlebihan? Tentunya tidak, sebagai pengusaha dengan pengalaman bisnis di 80 negara, penjelasan Ismail Rasyid adalah kebutuhan real seorang investor.

Selama ini kita tidak mengetahui apa keluhan investor yang membatalkan rencana investasi di Aceh walaupun sudah terjalin MoU dengan Pemerintah Aceh dan mitra bisnis lokal.

Pengakuan Ismail Rasyid menjadi masukan berharga kepada Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah MT, yang mungkin selama ini belum mendapatkan informasi yang utuh seputar kendala investasi di Aceh.

Pengakuan blak-blakan Ismail Rasyid ini sekaligus membuka tabir apa permasalahan sebenarnya di lapangan saat investasi dimulai.

Sebagai putra daerah Ismail Rasyid tetap bertahan di tengah minimnya fasilitas di kawasan industri, dimana dia harus mengurus hal sepele seperti pagar, demi menjaga aset bisnisnya agar tidak hilang atau diganggu binatang buas.

Bagi calon investor lain mungkin lebih memilih mundur daripada mengurusi hal-hal tersebut.

Transcontinent Mulai Gerakkan Aktivitas Pusat Logistik Berikat KIA Ladong

Infrastruktur Dasar Masih Jadi Kendala di KIA Ladong  

Jangan Habis Energi dalam Berwacana

Perlu Konsultan Investasi

Idealnya Gubernur Aceh memiliki Konsultan Investasi, terpulang bagaimana nomenklaturnya, yang bertugas mensukseskan investasi, dengan melibatkan praktisi atau pengusaha berpengalaman.

Karena pengusaha pasti memahami apa saja kebutuhan bisnis secara nyata.

Kolaborasi antara pengusaha dan pejabat terkait, pastinya akan menghasilkan perencanaan, dan pembangunan infrastruktur bisnis yang sejalan dengan kebutuhan investor.

Konsultan investasi bertugas mendampingi proses investasi mulai dari perencanaan kawasan, penyusunan bisnis plan, memetakan kebutuhan investor, serta menyiapkan rencana solusi alternatif.

Dalam menjalankan tugasnya Konsultan tersebut berkoordinasi dengan SKPA dan Instansi terkait, supaya semua gagasan menjadi program dan dimasukkan dalam Rencana kerja tahunan yang terintegrasi dengan lintas sektoral.

Selanjutnya konsultan mengawal dan meng-update progress semua rencana investasi terutama yang sudah ada MoU dan Kontrak Kerja dengan mitra lokal.

Jika ada masalah supaya segera mencari solusi dengan tetap menjaga keharmonisan antar instansi. 

Secara nasional mungkin kebijakan Presiden Jokowi bisa menjadi contoh, dengan menempatkan Erick Thohir yang merupakan pebisnis sebagai menteri BUMN untuk membenahi bisnis milik negara.

Sebagaimana menempatkan Sri Mulyani yang pernah menjadi Direktur Bank Dunia sebagai Menteri Keuangan, yang pastinya sangat memahami persoalan keuangan dunia.

Sederhananya adalah ibarat seorang yang ingin menyewakan toko, harus menyesuaikan dengan kebutuhan pedagang.

Misalnya jika toko tersebut disewakan untuk warung kopi, ia harus menyediakan space untuk dapur, ventilasi udara yang cukup, meja dan kursi yang memadai, area parkir yang luas.

Untuk itu pemilik toko harus berkonsultasi dengan pakar warung kopi.

Karena kebutuhan space ruangan akan berbeda jika bangunan tersebut disewa oleh tukang cukur rambut atau lainnya.

Demikian halnya dengan investasi, di Aceh terdapat beberapa lokasi investasi favorit seperti KIA Ladong, KEK Arun, Sabang, dan lainnya.

Untuk memastikan semuanya sesuai kebutuhan calon investor, perlu melibatkan pakar bisnis terkait kebutuhan investor secara nyata di lapangan, yang dapat memberikan alternatif solusi jika ada kendala teknis.

Dalam hal ini bukan lagi sebatas teori, karena secara teori semua sudah dilalui.

Tinggal implementasi di lapangan bagaimana memanjakan pemilik uang supaya bersedia menanamkan uangnya di Aceh.

Umumnya investor tidak mau susah, mereka memiliki banyak pilihan baik di provinsi tetangga atau di negara lain.

Secara ekonomi investor ingin mencari keuntungan dari investasinya, jika banyak hambatan mereka akan get out.

Makanya sangat penting meyakinkan investor bahwa semua fasilitas bisnis mulai dari perizinan, produksi hingga marketing berjalan lancar.

Beberapa calon investor sudah berulang kali menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Aceh, baru-baru ini Uni Emirat Arab (UEA) ingin berinvestasi sebesar 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 42 triliun.

Harapan kita semua hal itu menjadi kenyataan, karena investasi tersebut sangat dibutuhkan rakyat Aceh untuk membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan.

Plt Gubernur Aceh bukanlah Superman.

Ia tidak mampu bekerja sendiri, perlu kolaborasi semua komponen, mulai dari media massa, politisi, pengusaha, aparat keamanan, pendidik, LSM, hingga masyarakat luas demi mewujudkan impian Aceh Hebat.

* PENULIS adalah Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat pada IAIN Langsa/ Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh tahun 2017-2018.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved