Kupi Beungoh
Mahar Nikah, Standar Rupiah atau Emas?
Di Aceh, sudah menjadi tradisi kalau mahar pernikahan itu menggunakan emas.
Di Aceh, sudah menjadi tradisi kalau mahar pernikahan itu menggunakan emas.
Penulis: Muhammad Nasril, Anggota Ikat Aceh
PEMBAHASAN tentang mahar dalam pernikahan selalu menarik untuk disimak, dikaji dan didiskusikan.
Bahkan antusiasme warga di media sosial selalu ramai kalau pembahasannya mengenai mahar.
Tentu artikel tentang mahar telah banyak ditulis dan dikupas tuntas dari berbagai sisi, mulai dari kuantitas, kualitas dan berbagai macam persoalan lainnya.
Di Aceh, sudah menjadi tradisi kalau mahar pernikahan itu menggunakan emas.
Rata-rata pasangan yang melangsungkan akad nikah maharnya menggunakan logam mulia itu.
• Pagi Ini, Warga Banda Aceh Gotong Royong Serentak Sambut Ramadhan, Tetap Jaga Jarak, Jalan Disemprot
Melihat harga emas sekarang naik drastis dan tidak bisa diprediksi ke depan apakah terus meroket atau tetap bertahan, jika terkadang harganya turun tapi tidak sebanding dengan kenaikannya.
Kondisi ini menyulitkan mereka yang ingin menikah, sehingga mereka mengharapkan subsidi dari orang tua atau kerabat lain untuk memenuhi permintaan mahar tersebut.
Bahkan, ada juga yang gagal menikah karena persoalan banyaknya jumlah mayam yang ditetapkan, sehingga terkesan pernikahan ini sesuatu yang menakutkan.
Pasalnya tidak mampu memenuhi jumlah mayam tersebut.
Bagi yang belum menikah tentu menarik untuk mengupdate info harga emas dan rasa khawatir tidak sanggup membelinya selalu ada.
• Tim Penyelenggara Jenazah Covid-19 di Meulaboh Gelar Simulasi, Begini Prosedur dan Tata Caranya
Saat ini, meski sedang menghadapi wabah Covid-19, kenaikan harga emas yang mencapai hampir 3 juta menjadi topik hangat di Aceh.
Bahkan sejumlah pemuda khawatir akan hal tersebut yang dapat berkibat tertundanya pernikahan.
Seperti yang diberitakan salah satu media di Aceh, hanya karena persoalan emas naik drastis banyak pemuda yang terpaksa menunda pernikahan mereka karena tidak mampu mengumpulkan si kuning dalam waktu dekat.
Apalagi di tengah wabah seperti ini pendapatan mereka tidak stabil.
Bahkan beberapa waktu dalam media yang sama juga diberitakan kisah seorang pemuda yang merekayasa perampokan karena malu tidak mampu memenuhi jumlah mayam emas yang telah ditetapkan.
Menjadi tanda tanya, apakah mahar pernikahan itu harus standar emas?
Karena nyaris tidak ditemukan mahar selain emas di Aceh, sehingga akan memberatkan calon pengantin pria kalau harganya meroket seperti saat ini.
Misalnya 15 mayam emas beberapa tahun lalu berbeda jauh dengan harga saat ini.
• Polres Gayo Lues Tangkap Tiga Tersangka Pemakai Sabu, PNS, Honorer dan Tukang Parkir
Oleh karena itu tetap menjadikan emas sebagai standar dalam mahar pernikahan menjadi momok bagi calon pengantin itu sendiri.
Hal ini membuat bingung sebagian masyarakat, seolah-olah mahar itu harus emas, sehingga terkesan menikah itu susah, sulit, suram dan menikah itu berat.
Oleh karena itu, muncul pula ungkapan dalam bahasa Aceh 'hana meuh hanjeut meukawen' .
Ini semua karena kebiasaan di daerah kita mengharuskan emas sebagai mahar.
Kalaupun ada yang menjadikan standar mahar itu selain emas, itu pun jumlahnya sangat sedikit.
• Terkait Meugang dan Hari Makan-makan, Ini Instruksi Sekda Aceh Selatan ke Seluruh Camat
Makna mahar
Dalam literatur kitab Ahwal Syahksiah dan dalam kompilasi hukum Islam bahwa mahar merupakan harta atau pekerjaan yang diberikan oleh seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai pengganti.
Dalam sebuah pernikahan menurut kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak, atau berdasarkan ketetapan dari si hakim.
Para ulama telah sepakat bahwa mahar hukumnya wajib bagi seorang laki-laki yang hendak menikah, baik mahar tersebut disebutkan atau tidak disebutkan.
Dengan demikian si suami harus membayar mahar mitsil (mahar sesuai dengan standar keluarga wanita atau sesuai mahar ibu dari wanita yang dinikahi).
Namun yang pasti dan harus diingat mahar itu wajib hukumnya, hanya kadarnya (jumlah) yang berbeda-beda.
• Petugas Bandara SIM dan TNI AU Gagalkan Penyelundupan Ganja, Ini Modus Operandinya
Tidak seragamnya mahar dalam masyarakat menunjukkan bahwa mahar ini sifatnya kondisional.
Artinya tergantung siapa, di mana dan bagaimana kesepakatan antara kedua pihak keluarga yang akan menikah.
Oleh sebab itu, perbedaan ini bukanlah hal untuk diperbedatkan.
Hanya saja mengenai mahar ini yang perlu diketahui adalah besarnya tidak memberatkan calon linto baro (pengantin pria).
Apalagi sampai batal atau gagal menikah hanya karena tingginya mahar yang diminta oleh dara baro (mempelai wanita).
Jika kita melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, susahnya mendapatkan emas (mahar) menjadi salah satu halangan atau kendala bagi seseorang yang hendak menikah.
Yang menjadi pertanyaan adalah ‘apakah kesanggupan untuk memberi mahar yang banyak termasuk dalam kategori “mampu” untuk menikah,".
Mungkin jawaban kita “iya”, jika laki- laki sudah memiliki emas atau sanggup untuk membeli emas untuk mahar itu akan dikategorikan sebagai laki- laki yang sudah siap ataupun mampu untuk menikah.
Terlepas emas itu didapatkan melalui cara apa, apakah kredit, hutang, bahkan bagi PNS “SK”-nya pun "disekolahkan" di bank, yang penting emas harus ada dan siap melaksanakan akad nikah, tanpa memperdulikan kehidupan setelah menjadi mempelai.
Kalaupun kita sepakat di daerah kita mahar itu emas, kiranya banyaknya jumlah emas yang diminta sebagai mahar tidak memberatkan dan tidak menjadi beban bagi calon pengantin pria.
• Badan Jalan Abdya-Galus Longsor di Km 17, Jika tak Hati-hati Kendaraan Bisa Terjungkal ke Jurang
Karena membina sebuah keluarga tidak hanya diukur dari materi saja, jadi tidak perlu khawatir dengan pernikahan yang maharnya murah.
Ada hal yang lebih penting yang menjadi tolak ukur yaitu keikhlasan dan tanggung jawab, bukan mengukur dari banyaknya emas sebagai mahar karena “Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).”
Nikah tanpa mahar tak sah
Pernikahan yang tidak memakai mahar tidak sah, meski pihak wanita telah ridha untuk tidak mendapatkan mahar.
Jadi mahar tetap harus ada walaupun tidak dibayar dengan tunai.
Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah, maka pihak wanita berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan wanita semisal dirinya.
Kita perlu mengulang bahwa sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal.
Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi sehingga menjadikan kendala bagi yang mau menikah dan dikhawatirkan terjadinya perbuatan “fahisyah“ (keji atau jelek seperti zina).
• Kasus Amuk Massa Dua Pria Asal Medan yang Mencuri di Pasar Lambaro, Aceh Besar, Seorang Dibebaskan
Untuk mahar itu sejatinya tidak menjadikan emas sebagai standar, bisa jadi rupiah atau sesuatu yang berharga lainnya.
Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari’at Islam.
Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar.
Sedangkan, mengenai batas minimal mas kawin, para ulama mengatakan bahwa berapa saja jumlahnya selama itu berupa harta atau hal lain yang disamakan dengan harta dan disetujui serta direlakan oleh si calon mempelai wanita, maka hal demikian boleh-boleh saja.
Kita tidak terpaku dengan kebiasaan yang membuat mudharat dan semakin membebankan diri, dan kebiasaan tersebut haruslah sesuai dengan kondisi dan waktu, kita boleh mengikuti kebiasaan tapi jangan sampai menjadi beban untuk manjalankan sunnah Rasul sehingga maksiat lebih menonjol.
Perbedaan daerah di Aceh tentu memiliki adat yang berbeda, di Aceh secara umum diputuskan secara musyawarah kedua belah pihak calon mempelai, sehingga mahar di Aceh lebih identik dengan kondisional.
Menikah tidak hanya diukur dari kesiapan materi berupa mahar yang tinggi, tapi tentang tanggung jawab dunia dan akhirat.
Mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a'lam bissawab. (*)