Kupi Beungoh

Menakar Kemampuan Aceh dalam Mengelola Migas, Jangan Buka Payung Sebelum Hujan

Sebagai masyarakat, kami sangat senang terhadap pemimpin yang jujur dan bekerja dengan ikhlas dan tidak mengharapkan posisi tertentu sebagai imbalan

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
T. Murdani, mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art & Design, University of Canberra, Australia, mengajar pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh. 

T. Murdani*)

BANYAK hal yang menarik berkembang di media sosial dalam beberapa hari terakhir di Aceh, khususnya setelah pernyataan kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral tentang PT. PEMA ambil Alih Blok B.

Tentu saja ramai yang senang dan menyambut gembira, namun tidak sedikit juga yang pesimis dan malah menganggap berita tersebut sebagai haba mameh untuk pencitraan semata.

Diberitakan Serambinews.com, Kamis (18/6/2020), Ir. Mahdinur selaku Kadis ESDM mengklaim kalau Menteri ESDM telah menandatangani surat alih kelola yang ditujukan kepada Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).

Aceh Ambil Alih Blok B, Pengelolaan Diserahkan ke PT PEMA

Sayang surat tersebut tidak dipublikasikan.

Padahal seharusnya masyarakat Aceh membaca sendiri apa yang tertera di sana.

Siapa tahu para elit Aceh salah memahami isi dan bahasa dalam surat tersebut, sehingga dengan percaya diri mengatakan Blok B akan dikelola oleh PEMA.

Kebimbangan di tengah kegembiraan ini muncul ketika berita di rubrika.id, Jumat (19/6/2020) menuliskan Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) akan memfasilitasi, sekaligus melakukan evaluasi, dan memberi rekomendasi proposal penjemputan dari PT Pembangunan Aceh.

Artinya masih harus ada upaya yang serius di sana.

Kalau kita melihat pada PP nomor 23 tahun 2015 dimana pada pasal 39 disebutkan;

Wilayah Kerja yang dikembalikan oleh kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat 1, dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada BUMD sebelum dinyatakan menjadi wilayah terbuka, dengan mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan BUMD, sepanjang saham BUMD 100% (seratus persen) dimiliki oleh Pemerintah Aceh.

Ayat 2, Apabila BUMD tidak menyatakan minat untuk melakukan Kegiatan Usaha Hulu pada Wilayah Kerja dimaksud, dapat ditawarkan secara terbuka.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, benarkah Menteri ESDM telah menandatangani surat alih kelola Blok B kepada PT PEMA?

Atau baru sekedar memberikan kesempatan kepada Pemerintah Aceh untuk mengajuan proposal agar dapat mengelola Blok B tersebut dengan memenuhi segala macam persyaratan?

Kalau hanya sebatas pengajuan proposal, ini benar-benar sebuah kebohongan besar yang disebarkan oleh elite Aceh kepada rakyatnya.

Anak kemarin sore pun paham bahwa kalau pengajuan proposal berarti PEMA harus melengkapi berbagai syarat yang kemudian akan dinilai dengan proposal-proposal lainnya.

Mengelola migas jelas tidak seperti mengelola perusahaan keripik ubi di Saree.

Beli ubi dari petani, bersihkan, cincang, goreng, packing dan jual.

Migas membutuhkan kemampuan dan keahlian khusus karena pekerjaan yang beresiko tinggi.

Serambinews.com sebagai media yang sangat terpercaya saat ini di Aceh perlu melakukan klarifikasi ulang kepada kepala dinas ESDM bagaimana cerita yang sebenarnya.

Kalau tidak berita ini dapat dikategorikan sebagai upaya pembohongan publik Aceh.

Rakyat Aceh harus sangat hati-hati terhadap pemberitaan ini.

Karena sebuah catatan menjelaskan bahwa Blok B memiliki kaitan kelam terhadap munculnya konflik selama 30 tahun di Aceh.

Kecemburuan sosial terhadap hasil alam yang melimpah, namun kondisi kemiskinan di Aceh kala itu telah menyebabkan konflik bersenjata yang memakan ribuan korban jiwa.

Dukung Pemerintah Aceh Ambil Alih Migas Blok B, PDDA Harap Migas Aceh dapat Mensejahterakan Rakyat

DPRA Minta Pemerintah Miliki Roadmap, Dalam Pengelolaan Blok B

Fakta dan Realita

Sebagai generasi millennial perlu memahami beberapa realita terhadap berita gembira ini.

Pertama, selama ini Aceh telah mendapatkan bagi hasil migas dari blok B dengan kalkulasi 70% Pemerintah 30% Pertamina.

Dalam 70% Pemerintah yang kemudian dijadikan 100%, 70% untuk Aceh, 30% untuk pemerintah pusat.

Adakah kemungkinan dengan pengambil alihan blok B ini akan mengganggu persentase bagi hasil tersebut?

Bukankah 70% itu sudah sangat aman bagi Aceh?

Kedua, Blok B ini merupakan sumur tua, di mana salah satu alasan Exxon Mobil Indonesia menyerahkan pengelolaannya ke Pertamina, walaupun masa kontraknya belum habis adalah karena produksinya yang terus menurun.

Hal ini juga diakui oleh Kepala Dinas ESDM Aceh dengan kalimat tersirat bahwa ladang tersebut bukanlah ladang besar lagi.

Namun, pernahkah Pemerintah Aceh melalui PT. PEMA melakukan assessment (penilaian) terhadap kondisi blok tersebut untuk mengetahui kondisi real di lapangan?

Kemudian melakukan kajian terhadap kemungkinan keuntungan dan kerugian kalau mengambil alih blok tersebut.

Pemerintah Aceh dalam hal ini perlu berfikir secara logis dan jangan sekali-kali berasumsi, bahwa kalau mengambil alih sebuah blok migas yang berjalan, tinggal bawa guni dan are untuk jak sukat keuntungan, tetapi lupa memprediksi resiko kerugian yang akan dialami.

Ketiga, berapa besar kemampuan Aceh untuk mengelola blok B tersebut?

Katakanlah tenaga kerja yang selama ini bersedia menjadi karyawan PEMA.

Tapi bagaimana kalau PEMA tidak sanggup memberikan fasilitas se-standar Pertamina, sehingga mereka lebih memilih menjadi karyawan PHE daripada PEMA.

Bukti selama ini sudah nyata bahwa banyak aparatur di jajaran Pemerintah Aceh tak ubahnya bak tong kosong nyaring bunyinya.

Sapi di Saree saja tidak sanggup diurus, sehingga kurus kering dan sebagian mati kelaparan.

Sedangkan PEMA, untuk membangun KIA Ladong saja tidak memiliki kemampuan dan modal yang memadai.

Keempat, kalau PEMA berencana menggaet perusahaan asing untuk mengelola blok B tersebut, mengapa tidak melakukannya dengan Pertamina saja?

Sebagai sebuah proyek vital yang sangat penting bagi negara dan sudah dikelola sendiri, mengapa kemudian harus melibatkan asing?

Pada awal kepemimpinan Irwandi-Nova pernah juga tersebar informasi bahwa Pemerintah Aceh melalui PDPA kala itu tidak mampu mengelola blok B tersebut, padahal pemerintah pusat telah memberi kesempatan serupa.

Irwandi Yusuf kala itu malah menulis surat kepada Menteri ESDM untuk membuat kebijakan agar pengelolaan blok B diberikan saja kepada Pertamina.

Hal ini dilakukan dengan alasan untuk menjaga pasokan gas terhadap masyarakat dan perusahaan-perusahaan vital lainnya di Aceh.

Apakah Plt. Nova Iriansyah sadar akan hal ini dan juga resiko apabila nantinya PEMA tidak mampu mengelola Blok B ini dengan benar bahwa operasional perusahaan lain yang selama ini menggunakan sumber gas dari Blok B akan terganggu?

Anggota DPRA dari Fraksi PAN Apresiasi Plt Gubernur Ambil Alih Penggelolaan Blok B Aceh Utara

Aceh Kelola Sendiri Blok B, Hendra Budian: Keberhasilan Ini Jangan Ditanggapi Pesimis

Jangan Buka Payung Sebelum Hujan

Ada baiknya para elite Aceh dan Plt. Nova Iriansyah tidak membuka payung sebelum hujan.

Tidak perlu memberi berita yang menyenangkan publik kalau hasilnya belum ada.

Sebagai masyarakat, kami sangat senang terhadap pemimpin yang jujur dan bekerja dengan ikhlas dan tidak mengharapkan posisi tertentu sebagai imbalan untuk balas budi.

Tidak perlu malu untuk menutupi kegagalan ataupun ketidak mampuan dengan berbagai cerita bangai.

Ataupun memutarbalikkan fakta seolah-olah Jakarta sengaja mempersulit Aceh untuk mengelola sendiri sebuah blok minyak.

Blok B ini merupakan salah satu proyek vital bagi negara.

Sebagai proyek vital tentu saja negara akan melakukan perlindungan terukur karena menyangkut dengan pemasukan bagi negara dalam membiayai pembangunan.

Sebaiknya, Pemerintah Aceh belajar kepada Pemerintah Riau dalam mengambil alih blok CPP melalui perusahaan daerahnya Bumi Siak Pusako (BOP).

Mereka terlebih dahulu melakukan pengelolaan bersama dengan Pertamina selama 20 tahun, sebelum secara 100% mengelola sendiri.

Pengelolaan bersama tersebut telah menghasilkan knowledge transfer yang cukup matang dan telah mempersiapkan orang-orang yang sangat mumpuni untuk menduduki posisi managerial tertentu di dalam perusahaan daerahnya.

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah sangat perlu untuk berkonsultasi dengan para ahli migas yang original dalam hal ini, baik sebelum membuat statemen ke media ataupun mengambil keputusan terhadap pengelolaan blok B.

Tidak hanya mendengar ahli migas kaleng-kaleng yang menginginkan jabatan tertentu, tetapi nantinya akan membuat masa depan Aceh runyoh.

Canberra, 22 Juni 2020

*) PENULIS adalah mahasiswa program Doktor dalam bidang International Development, Fakultas Art & Design, University of Canberra, Australia, mengajar pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved