Kupi Beungoh
Hagia Sophia, Istana Topkapi, dan Surat Sultan Aceh yang Ingin Membebaskan Nusantara dari Penjajahan
Keberadaan surat dari Sultan Aceh ini dipublikasi dalam sebuah karya Dr. Annabel Gallop, Kurator Malay and Indonesian Manuscripts.
Dibandingkan kerajaan lainnya di Nusantara, Aceh merupakan sebuah negeri yang secara geografis berada paling dekat dengan pusat peradaban imperium dunia, yaitu Rum/Turki/Konstantinopel.
Maka, Kesultanan Aceh memiliki pengaruh besar dalam peta percaturan international dari sejak 1200 Masehi.
Dalam kondisi yang diuntungkan inilah seyogyanya Aceh memiliki peranan besar menjadi penggerak peradaban Nusantara, dari era kesultanan dahulu hingga hari ini.
Di antara hal menarik yang dapat kita telaah dalam surat ini adalah, Kerajaan Aceh melalui Sultan Alaidin Mansyursyah mengungkapkan rasa sedih yang mendalam terhadap kondisi negeri-negeri di Kepulauan Nusantara.
Ungkapan tersebut termuat pada baris ke-12 -13 surat tersebut dengan petikan sebagai berikut:
12 - Ke bawah Duli, dikarena tatkala dahulu Negeri Jawi sekaliannya orang Muslimin dan kuatlah dengan berbuat ibadah dan tetaplah agama Islam dan sambunglah kehidupan segala orang faqir dan miskin dan lainnya
13 - dan sekarang sudah binasa negeri karena sudah masuk orang kafir Belanda pada satu Pulau Jawa dan serta dengan Pulau Bugis dan Pulau Bali serta dengan Pulau Borneo dan serta dengan Pulau Aceh yang setengah.
Jelas dalam dua baris isi surat di atas menunjukkan Kegelisahan Sultan Mansyursyah terhadap kondisi negeri-negeri di Nusantara yang telah diduduki oleh Bangsa Kolonial Belanda.
Kesedihan Sang Sultan bukan tanpa alasan.
Belanda yang awalnya hanya ingin menguasai perdagangan, ternyata dalam perjalanannya mengatur tatanan hukum dan pemerintahan secara menyeluruh, termasuk menyentuh tatatan yang sangat sensitif yaitu agama.
Melalui para misionarisnya, Belanda menginjilkan beberapa wilayah di Nusantara, terutama di kawasan timur hingga Pulau Jawa.
Belanda memecah belah kerajaan-kerajaan di Nusantara, dengan menjadikannya separuh muslim dan separuh kristen.
• FOTO-FOTO: Pewaris Kerajaan Aceh Ziarahi Indatu yang Terkubur di Area Pengolahan Tinja
• Taman Sari, Taman Kota Peninggalan Abad Ke-17 Kerajaan Aceh Darussalam
Pada baris 14 dari surat itu, Sultan Alaidin Mansyursyah juga menceritakan peristiwa penangkapan Sultan Minangkabau oleh Pemerintah Hindia-Belanda.
Para tokoh Miangkabau meminta bantuan Sultan Mansyurysah untuk mengusir pendudukan Belanda dari wilayah mereka.
Dari sini, jelas dapat dipahami bahwa pada masa itu, tahun 1848 M, beberapa wilayah yang dahulunya merupakan wilayah yang tunduk di bawah Kerajaan Aceh, yang mencakup hampir seluruh daratan Sumatera dan Semenanjung Malaka, telah mulai lepas dan dikuasai Belanda.