Kupi Beungoh
Hagia Sophia, Istana Topkapi, dan Surat Sultan Aceh yang Ingin Membebaskan Nusantara dari Penjajahan
Keberadaan surat dari Sultan Aceh ini dipublikasi dalam sebuah karya Dr. Annabel Gallop, Kurator Malay and Indonesian Manuscripts.
40- Duli Hadarat kepada patik dan lainnya hendak memerang kafir Belanda itu pada tiap-tiap negeri dan tiap-tiap bandar. Dan hendaklah sedekah Duli Hadarat surat tanda alamah Duli Hadarat kepada kami semuhanya yang di dalam Negeri Jawi
41- Ilaihim Ajma’in supaya suka kami mati syahid. Itulah ihwalnya dan yang lain tiadalah patik sebutkan dalam waraqah ini melainkan Duli Hadarat periksa pada orang yang membawak surat ini karena dianya hulubalang.
Jelaslah diterangkan pada baris ke 38 tujuan daripada permohonan Bantuan yang diharapkan oleh Sultan Alaidin Mansyursyah adalah bantuan 12 (dua belas) buah kapal perang kumplit serta dengan isinya dan pasukan-pasukannya dari Kesultanan Turki Utsmani.
Sultan menerangkan bahwa belanja segala kebutuhan pasukan dan lainnya akan menjadi tanggungan Sultan Mansyurysah.
Puncak daripada harapan 12 kapal perang tersebut beserta laskar dan segala isinya adalah, Sultan Mansyurysah ingin memerangi kafir Belanda di tiap-tiap negeri dan kota-kota atau pelabuhan-pelabuhan yang telah diduduki oleh Belanda dengan sempurna.
Seperti di Jawa, Bugis, Bali, Borneo, dan Palembang.
• Mata Uang Emas Kerajaan Aceh
• Peran Habib Bugak di Kerajaan Aceh
Jelas cita-cita Sultan di sini sebenarnya adalah ingin membebaskan seluruh wilayah yang hari ini telah menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketika itu, pada tahun 1848, hampir seluruh kerajaan di Nusantara (kini masuk wilayah Indonesia), berada dalam cengkraman hukum Belanda.
Dan Sultan Aceh, dengan bantuan dari Turki, ingin membebaskan seluruh kerajaan tersebut, agar kembali tegaknya agama Islam sebagai agama utama rakyatnya.
Menutup tulisan ini, penulis memanjatkan doa dan harapan, momentum dikumandangkannya kembali azan di Haghia Sophia (Ayasofia), menjadi titik balik kebangkitan Turki Utsmani dengan semangat bayang-bayang negara vasalnya (Aceh Darussalam dan seluruh anak negeri di Tanah Jawi/ Nusantara).
Penantian 86 tahun kembalinya status Ayasofia sebagai masjid menjadi spirit tersendiri bagi Seluruh umat Islam di Nusantara, walkhususan Aceh Darussalam.
Sebagaimana mengutip kata Erdogan Bey “Dimana Azan Berkumandang Disitu Tanah Airku”.
Demikian lah kira-kira suara hati yang sama dari Sulan Alaidin Mansyursyah Dzilullahufil’alam yang ingin membebaskan Batavia dari pendudukan Belanda.
*) PENULIS, Tuanku Warul Waliddin, SE, Ak adalah keturunan Sultan Alaidin Mansyursyah dan Pang Ulee Komandan Al Asyi.
* KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.