Breaking News

Luar Negeri

Gerakan Antimonarki, Rakyat Thailand Desak Perubahan Konstitusi Negara Menjadi Republik

Selama lebih dari dua bulan protes anti-pemerintah, beberapa pemimpin protes mengatakan mereka mengupayakan reformasi terhadap sistem Negara Thailand.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
AP PHOTO/WASON WANICHAKORN
Para demonstran pro-demokrasi mengibarkan bendera nasional di lapangan Sanam Luang, saat berdemo di Bangkok, Thailand, Sabtu (19/9/2020). Ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan hari itu untuk mendukung para mahasiswa yang berunjuk rasa mendesak digelarnya pemilu baru dan merombak sistem kerajaan.(AP PHOTO/WASON WANICHAKORN) = 

Parlemen Thailand yang didominasi oleh pendukung pemerintah, memberikan suara pada hari Kamis (24/9/2020) untuk menunda pengambilan keputusan apakah akan mengubah konstitusi.

Para pengunjuk rasa dan anggota parlemen oposisi menuduh badan legislatif itu mencoba mengulur waktu.

Akhir pekan lalu, puluhan ribu pengunjuk rasa menyerukan reformasi monarki.

Pendemo di Thailand Berani Menentang Raja, Serukan Reformasi Monarki di Negeri Gajah Putih

Muslim Empat Provinsi di Thailand Merindukan Perdamaian dan Kebebasan

Gerakan antimonarki yang dipimpin oleh para mahasiswa ini sudah mulai bergerak sejak bulan Juli 2020, dengan beberapa unjuk rasa dilakukan tiap minggu.

Pemimpin unjuk rasa mulai dengan tiga tuntutan: parlemen dibubarkan, konstitusi diubah, dan diakhirinya penekanan terhadap pegiat oposisi.

Setelah raja Thailand yang baru berkuasa sejak 2016, Istana meminta adanya perubahan dalam undang-undang dasar yang memberinya kuasa lebih besar dalam keadaan darurat.

Raja sekarang sudah secara pribadi berkuasa atas beberapa unit militer dan aset istana bernilai puluhan miliar dolar.

"Politik Thailand tidak berkembang sama sekali, hanya terjadi lingkaran setan. Kudeta, pemilu, kudeta, pemilu," kata Panusaya, seorang mahasiswa berusia 21 tahun, yang sekarang menjadi simbol perjuangan generasi muda di sana.

"Bila kita ingin kehidupan lebih baik, harus ada sistem politik yang bagus. Jadi kita harus memperbaiki masalahnya," tambahnya.

Bulan Agustus 2020 lalu, sebuah kelompok mengadakan protes menggunakan tema 'Harry Potter' melawan "Seseorang yang tidak bisa disebut namanya", karena adanya larangan menyebut nama raja Thailand King Maha Vajiralongkorn.

Muslim Thailand Desak Pemerintah Tetapkan Hari Jumat Sebagai Hari Besar Umat Islam & Libur Nasional

Inilah Sumber Kekayaan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, Raja Terkaya Dunia yang Punya Banyak Selir

Mengangkat tiga jari dari film 'The Hunger Games' juga dilakukan di unjuk rasa sebagai simbol demokrasi.

Di akhir Agustus 2020, para pengunjuk rasa mulai terang-terangan menyampaikan tuntutan mereka termasuk mengurangi kuasa Raja dalam soal konstitusi, polisi, angkatan bersenjata, dan dana publik dan penghapusan UU Lese Majeste.

Seorang pengunjuk rasa membacakan manifesto politik berisi 10 hal tuntutan untuk pertama kalinya.

"Masa dengan penuh semangat mendukung pernyataan itu," kata Panusaya.

 "Sulit dipercaya bahwa masyarakat Thailand, yang sudah ditekan begitu lamanya, menjadi begitu berani.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved