Berita Luar Negeri
2 Kali Gelar Referendum, Mayoritas Warga Ini Tolak Merdeka dan Tetap Memilih di Bawah Prancis
Negara kepulauan di Samudera Pasifik ini, memilih untuk tetap berada di bawah Prancis dengan 53,26 persen suara.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Kemudian, referendum yang ketiga akan dilakukan pada tahun 2022, dengan catatan sepertiga dari parleman lokal meyetujuinya.
Dorongan untuk merdeka dari Prancis yang didukung oleh penduduk asli Kaledonia Baru, kemungkinan akan tampak nyata di tahun 2022.
• Truk Senggol Truk di Aceh Timur, Tata Tabrak Rumah Warga, Dyna Seruduk Pohon
“Jalan menuju kemerdekaan dan kedaulatan tidak bisa dihindari,” koalisi partai-partai kemerdekaan - Front de Libération Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS), dilansir dari The Guardian, Senin (5/10/2020).

Meskipun kalah untuk merdeka 2018 dan 2020, para koalisi partai itu berpendapat bahwa mereka akan melajutkan kampanye untuk keluar dari ikatan Prancis.
Roch Wamytan, juru bicara Kongres Kaledonia Baru mengatakan, kampanye tersebut akan berlanjut ke referendum berikutnya, dan kemungkinan seterusnya.
"Jika kata 'tidak' menang lagi dalam dua tahun kedepan, kita akan berkumpul, kita akan bicara, dan kita akan memikirkan sesuatu,” katanya.
• Serangan Netizen Indonesia Bernada Rasis dan Penghinaan, Begini Tanggapan Pemerintah Vanuatu
• Sentil Indonesia Soal HAM di Papua, Ternyata Vanuatu Masuk 4 Negara yang Berpotensi Lenyap dari Bumi
Wialayah yang terletak di dekat Vanuatu, Australia atau Selandia Baru ini, memiliki simpanan nikel yang besar, yang merupakan komponen penting dalam manufaktur elektronik.
Hal inilah yang dipandang oleh Prancis sebagai aset politik dan ekonomi strategis di wilayah tersebut.
Wilayah itu menikmati otonomi yang besar, tetapi sangat bergantung pada Prancis dalam hal pertahanan dan pendidikan dan masih menerima kucuran besar dari Prancis.
• Pemuda Buang Foto Mantan Kekasihnya ke Laut, Ternyata Si Cewek Sudah 4 Tahun Jadi Milik Pria Lain
Prancis pertama kali menjajah Kaledonia Baru, yang merupakan rumah bagi sekitar 270.000 orang, pada tahun 1853. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca Juga Lainnya:
• Nasir Djamil Diminta Kawal Pemekaran Aceh Leuser Antara di Komisi II DPR
• Kisah Pengembala Kerbau Tersesat di Hutan Mencari Bunga Janda Bolong
• Kursi Roda Ayah Dijual oleh Anak Gadis Bersama Pacarnya, Begini Respon Sang Ayah