Viral Medsos
Kisah Yaidah yang Sulit Urus Akta Kematian Anaknya, Ngadu ke Jakarta Hingga Kemendagri Angkat Bicara
Yaidah memerlukan akta itu untuk mengurus asuransi sang anak dan di beri waktu selama 60 hari, jika tidak ada surat kematian maka asuransi akan hangus
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Safriadi Syahbuddin
Lantaran miskomunikasi dan salah pemahaman membuat Yaidah sampai harus berangkat ke kantor Kemendagri di Jakarta.
"Saya berduka karena ada masyarakat yang dipimpong dan misinformasi sehingga si ibu mengurus hingga Jakarta,” katanya dalam pernyataan, yang diterima serambinews.com, Kamis (29/10/2020).
“Terkesan birokrasi buruk sekali. Dukcapil sedang dihukum masyarakat. Gara-gara satu kasus saja, 514 Dinas Dukcapil Kab/Kota terkena dampaknya," sambung Zudan.
Zudan menegaskan, kasus Yaidah sudah selesai pada 23 September 2020.
"Beritanya baru digoreng sekarang. Hal seperti ini berawal dari mis informasi dan handling yang tidak tepat," kata Dirjen Dukcapil.

Maka ia mengingatkan bahwa Dukcapil harus selalu berbenah.
"Mengurus akta kematian cukup di kelurahan. Bila tidak selesai, pihak kelurahan mesti proaktif. Jangan dibiarkan masyarakat bergerak sendiri," ujarnya.
Sementara kepada masyarakat, Zudan menyarankan, agar bertanya atau berkonsultasi dulu lewat layanan Whatsapp atau konsultasikan langsung ke Dinas Dukcapil terdekat.
Sebagai penanggung jawab akhir layanan Adminduk, Zudan langsung mengambil alih tanggung jawab dan tidak menyalahkan siapa pun.
Baca juga: Kini Cetak KK dan Akta Kelahiran tidak Perlu lagi ke Disdukcapil, Cukup Print di ADM
Baca juga: Ditjen Dukcapil Kemendagri Terus Upayakan Integrasi Pelayanan Publik Berbasis NIK
"Fenomena yang tidak boleh terjadi lagi. Petugas Dukcapil dari atas sampai bawah harus aware dan care. Para Kadis Dukcapil yang lebih tinggi saya minta turun sampai ke level terendah," pintanya.
Bila ada petugas Dukcapil yang sengaja memperlambat layanan dokumen kependudukan bakal kena sanksi.
Berdasarkan Pasal 92 UU No. 23 Tahun 2006 yang mengatur layanan Adminduk, sanksi yang diberikan yaitu berupa denda paling banyak Rp.10 juta.
Namun, Zudan mengatakan bahwa, sanksi terberat bagi aparatur Dukcapil bukan sanksi yang dijatuhkan oleh negara.
"Sanksi terberat bagi institusi itu justru dari masyarakat," ujarnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca juga: Lapas Tolak Tahanan Polisi & Jaksa Selama Pandemi Covid-19, Hanya Terima Tahanan Hakim, Mengapa?
Baca juga: PM Pakistan Serukan Pemimpin Muslim Lawan Islamofobia, Prancis Bersikukuh Atas Hak Ejek Agama Islam
Baca juga: Pucok Krueng, Destinasi Wisata di Aceh Besar Tempat Pemandian Para Raja