Breaking News

Kilas Balik Tsunami Aceh 2004

16 Tahun Tsunami Aceh | Kisah Maisarah Gendong Puteri Semata Wayang Mencari Keberadaan Suami

Maisarah yang menggendong puteri semata wayangnya,menanyakan dimana ia bisa mencari tahu tentang ke beradaan suaminya.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Arsip Harian Serambi Indonesia
Arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 4 Januari 2005, atau sembilan hari setelah tragedi gempa dan tsunami. 

SERAMBINEWS.COM – Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 menjadi bencana alam yang paling membekas di masyarakat Aceh.

Gempa berkekuatan 9,0 SR yang berpusat di Samudera Hindia mengguncang Bumi Serambi Mekkah pukul 8 pagi. 

Gempa kemudian disusul gelombang laut berkecepatan 360 km/jam setinggi 30 meter, menyapu sebagian pesisir wilayah Aceh, menjadi lembaran duka dalam sejarah Indonesia.

Ratusan nyawa manusia menjadi korban dari bencana mahadahsyat di abad ini.

Sebuah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Senin 10 Januari 2005, bercerita tentang kisah Maisarah yang menggendong puteri semata wayangnya yang terus mencari keberadaan suaminya, dan Amir yang mencari kerabatnya.

Artikel ini kami turunkan kembali pada menjelang peringatan 16 tahun bencana Tsunami Aceh 2004,  dalam topik “Kilas Balik Tsunami Aceh 2004”.

Baca juga: Gubernur Nova: Refleksi 16 Tahun Tsunami Momentum Kebangkitan Aceh dari Pandemi Covid-19

Baca juga: Jelang Peringatan 16 Tahun Musibah Tsunami Aceh, Warga Dusun Diwai Makam Bersihkan Meunasah

Asa yang tak Pernah Padam

Raut wajah Maisarah menampakkan keletihan saat ia bertandang ke pusat informasi Satkorlak Bencana Alam di Pendopo Gubernur, Banda Aceh, Jumat (7/1/2005).

Kepada seorang petugas yang mengenakan kaos berwarna hitam, Maisarah yang menggendong puteri semata wayangnya,

menanyakan dimana ia bisa mencari tahu tentang ke beradaan suaminya, yang hingga saat ini belum diketahui keberadaannya.

Wanita hitam manis ini telah berkeliling hampir di segala pusat informasi yang terdapat di pojok Kota Banda Aceh untuk mencari suaminya, Alau din Mugayatsah.

Sehari sebelum gempa dan gelombang pasang tsunami, Sabtu (25/1/2004), Maisarah masih menerima sms dari sang suami.

Baca juga: Tsunami Aceh 2004 | Kisah Putri Selamat dari Maut Badai Tsunami setelah Cengkram Jerigen

Dalam pesan tersebut, Alaudin mengabarkan bahwa dirinya tengah berada di Ujung Fatihah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya untuk suatu kegiatan dinas.

"Saya tidak memiliki firasat jelek, saat mendapat sms dari suami saya. Habis, saya sudah biasa kalau ia selalu mendapat pekerjaan yang mendadak," paparnya.

Hingga, datang bencana alam tersebut, Maisarah juga tidak mendapatkan firasat buruk lainnya.

Hanya, ketika ia mencoba untuk mengontak suaminya melalui sms, selalu saja gagal.

Tetapi ia tidak pernah berhenti mencari suaminya.

Baca juga: Kilas Balik Tsunami Aceh 2004 - Tong Sampah Selamatkan Dihra Dari Ganasnya Tsunami

"Saya hanya ingin tahu ke beradaannya saja. Kalau sudah dapat, saya lega," ujarnya.

Hal yang sama juga dilakukan Amirnudin warga Neusu, Banda Aceh.

Ditemui seusai shalat Jumat di Masjid Raya Baiturrahman, Amir mengatakan dalam musibah tersebut ia kehilangan beberapa sanak saudara.

Baca juga: Tsunami Aceh 2004 | Penantian Seorang Ayah di Depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh

"Sampai sekarang, saya masih terus mencari keluarga saya yang belum diketemukan. Saya terus mendatangi pos informasi dan posko-posko pengungsian.

Kalau-kalau, saya bisa ketemu salah satu dari mereka," terang pria yang mengakui keluarganya selamat dalam musibah tersebut.

Usaha yang dilakukan Maisarah dan Amir ini juga dilakukan beberapa warga Banda Aceh dan luar Banda Aceh yang terus ingin mengetahui keberadaan sanak keluarganya.

Dari pengamatan Serambi di beberapa pos informasi yang tersebar di beberapa titik di pojok Kota Banda Aceh, selalu didatangi orang.

Tatapan mereka tak lepas dari gambar-gambar yang terpampang di dinding-dinding toko serta papan pengumuman orang hilang.

Tidak hanya Itu saja, di kawasan Simpang Surabaya, foto dan kertas orang-orang yang hingga saat ini belum diketahui keberadaannya sudah mengumpul dan memenuhi dinding pertokoan.

Baca juga: Tsunami Aceh 2004 | Dahsyatnya Ombak Tsunami, Tiada Lagi Olele di Koetaradja

Di Palang Merah Indonesia (PMI) saja, diutarakan seorang relawan, Syamsul Arifin, Sabtu (8/1/2005), setiap harinya didatangi kurang lebih 80 orang setiap hari untuk memberitahukan sanak saudara mereka yang belum diketahui keberadaannya dan menanyakan perkembangannya.

Ini menunjukkan asa yang tidak pernah padam dalam mencari orang yang saat ini belum diketahui keberadaannya.

Tali cinta dan persaudaraan memang tak kan pernah putus, walau oleh gempa dan tsunami sekalipun. (Arsip Serambi Indonesia/Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Baca juga: Kisah Fotografer Serambi Indonesia, Rekam Bencana Tsunami Aceh Hingga Nyaris Lupa Anak Istri

BERITA KILAS BALIK TSUNAMI ACEH LAINNYA KLIK DI SINI

Baca Juga Lainnya:

Baca juga: Hari Ini Gempa 6,3 Goyang Filipina, Tiga Jam Kemudian Sulawesi Utara Diguncang Gempa 5,2

Baca juga: Teka-teki Calon Kapolri Pengganti Idham Azis Mengerucut, Siapa yang Akan Dipilih Jokowi?

Baca juga: Agar Sejalan dengan Permendagri, Perangkat Gampong Seuneubok Dilatih Peningkatan Kapasitas

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved