Kupi Beungoh

Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Keislaman, Keacehan, dan Keindonesiaan (VI)

Bagi kebanyakan orang Aceh, walaupun yang tidak sembahyang, tidak puasa, penjudi, dan bahkan peminum arak sekalipun, Islam adalah Aceh.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Sosiolog Aceh, Ahmad Humam Hamid, berkunjung ke galery lukisan seniman Indonesia kelahiran Meulaboh Aceh Barat, Abdul Djalil Pirous (AD Pirous), di kawasan Dago Pakar, Bandung, April 2021. 

Keteguhan Pirous tentang Indonesia dan keindonesiaan sangat nyata terlihat dalam banyak catatan pengamat tentang posisi biro design yang didirikannya bersama Adriaan Palar, G.Sidharta.

Mereka dengan terbuka menyatakan ingin mengembangkan keindonesiaan dalam kerja seni mereka dengan menggali berbagai tradisi dan nilai-nilai seni masa lalu bangsa Indonesia.

Mereka dengan berani mengambil arus yang berbalik dengan kelompok mazhab Bandung yang mendominasi pengajaran seni rupa ITB pada masa itu yang sangat dipengarahi aliran modernisme- formalisme barat.

Seperti seorang salah seorang anggota kelompon Decenta, Sunarto, bagi Decenta barat itu tidak akrab, mereka  maunya timur.

Bahkan dalam mengarap nilai-nilai Keindonesiaan, kelompok Decenta menggunakan istilah Perancis yang terkenal Dialogue Avec La Pass.

Berdialog dengan masa lalu sebagai landasan estetik berkarya Decenta.

Bukti dari pencarian keindonesiaan Decenta kemudian tercermin dalam karya Pirous yang mengbungkan dialog Pirous dengan masa lalu Aceh dan keislaman.

Abdul Hadi WM, (2010) seniman dan profesor di Institut Keseniaan Jakarta bersaksi bahwa Pirous adalah pelopor genre lukisan kaligrafi yang sangat relegius sekaligus sufistik.

Genre itulah yang kemudian menumbuhkan gerakan Seni Rupa Islam Kontemporer dengan pendatang generasi baru seperti Hendra Buana, Abay D.Subarna, Said Akram, Yetmon Amier, dan Agoes Noegroho.

Akram sendiri adalah putra Pidie, yang mempunyai citra tersendiri dalam khazanah kaligrafi nasional, dan perlu tulisan yang lebih panjang lagi untuk menulis tentangnya.

Baca juga: Mengenal Said Akram, Maestro Kaligrafi Kontemporer Asal Aceh yang Karyanya Mendunia

Kalaulah ada tentang apa yang disebut dengan seni Indonesia, maka kaligrafi Islam adalah contoh nyata tentang bagaimana berbagai tulisian kaligrafi klasik yang ada pada makam raja-raja, ulama, bangsawan, dan orang kaya di Aceh pada masa lalu, dan mungkin juga di tempat lain ditampilkan kembali seniman seperti Pirous.

Ia menggunakan berbagi artefak budaya, mulai dari berbagai benda seni, lembaran Alq’uran klasik, tekstil, dan berbagai ukiran pada bangunan di Aceh.

Hadi (2010) bahkan menyatakan dengan tegas tidak hanya tentang karya-karya Pirous yang berakar dalam pencarian dan perkembangan pribadinya.

Tetapi juga mampu memantik kembali ingatan kolektif pubik, terutama pemerhati sejarah tentang sebuah tempat di Aceh, di mana seni rupa Islam pertama Nusantara berkembang dengan gemilang.

Tempat itu adalah Samudera Pasai.

*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved