Kupi Beungoh
Mewujudkan Pusat Logistik Berikat dan Industry Processing di Aceh, Mungkinkah?
Di antara kendalanya yang mereka hadapi adalah kekurangan modal, tempat produksi yang kurang layak, serta jaringan pemasaran.
Prof. Dr. Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc, tokoh Aceh yang pertama kali melempar diskusi ini menanggapinya dengan penuh harapan.
“Mudah-mudahan Allah SWT memberikan jalan pada kita untuk mewujudkan Aceh untuk menguasai ceruk bisnis halal food industry,” tulisnya menanggapi artikel tersebut.
Prof TA Sanny berpendapat, kehadiran industri halal di Aceh akan membuat daerah syariah ini tidak hanya sebatas norma, tetapi juga menguasai bisnisnya, sebagaimana Rasulullah juga menekankan pentingnya menguasai bisnis/perdagangan.
Harapan agar Aceh bisa bersaing dengan Brazil, India, USA, dan Rusia sebagai produsen dan eksportir utama makanan halal juga disampaikan oleh Dr Teuku Zulkhairi MA, aktivis santri Aceh yang juga akademisi UIN Ar-Raniry.
Hanya saja, Teuku Zulkhairi merasa pesimis dan tidak yakin jika pengambil kebijakan akan serius melihat peluang ini.
Namun, pesimistis Teuku Zulkhairi ini ditepis oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin.
“Jangan pesimis Tengku. Semua produksi Aceh sebetulnya halal. Hanya saja proses produksi dan labelisasi formal yang diperlukan stempel MUI. Mengapa tak ada cap "halal" di barang yang diproduksi dan dijual di Aceh?,” tulisnya.
Pendapat Taqwaddin ini mendapat dukungan dari Bahruddin.
“Sangat setuju pak Doktor, mestinya didorong kepada semua pelaku UMKM Aceh unttk melabelkan kehalalan produk makanan dan minumannya, untuk meyakinkan konsumen dalam dan luar negeri yang mungkin tidak kenal Aceh,” tulisnya.
Pendapat Bahruddin ini kemudian ditanggapi balik oleh Dr Taqwaddin.
“Perlu juga ada sosialisasi dari pihak terkait. Misalnya, MUI, DisKop UMKM, Kampus, dll untuk menyampaikan pesan bahwa pentingnya label Halal, terutama bagi turis asing,” tulis Taqwaddin.
Dr HM Natsir Insya kemudian menyampaikan sebuah informasi tentang kajian Food Halal di Zoom Meeting yang dibahas di Group FGD TAN.
“Hasilnya pak Ismail Rasyid sebagai pengusaha Aceh yang sukses mengajak tindak lanjut perdagangan International Food Halal Aceh. Sekarang akademisi dan pengusaha sudah sekata, bagaimana dengan Pemda Aceh,” tulis Dr Natsir Insya.
Ia melanjutkan pendapatnya, Pemda harus bersinergi dengan pengusaha dan akedmisi ( ITB&USK) untuk Aceh Bangkit Maju.
“Tentunya tokoh-tokoh FGD Tan dan DPR dan DPRA bersatu dan kompak memajukan pembangunan Aceh. Pemda sampai saat ini masih kelihatam seperti Superman. Semoga kita semua dalam group tidak lagi berwana atau berpikir saja, tetapi berkiprah tindak lanjut yang konkrit diperlukan,” papar Natsir Insya.