Kupi Beungoh
IMAN; Tak Dapat Di Warisi Dari Seorang Ayah Yang Bertaqwa
Tidak ada jaminan "IMAN ITU TIDAK DAPAT DI WARISI DARI AYAH YANG BERTAQWA "
Oleh: Ainal Mardhiah, S.Ag. M.Ag*)
Ada PEPATAH mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, PEPATAH ini tidak selamanya benar, artinya tidak ada jaminan anak seorang ustadz, ustadzah, anak orang baik-baik, anak orang yang shaleh akan menjadi ustadz ustadzah juga, menjadi orang yang shaleh juga.
BEGITU juga sebaliknya anak dari orang yang jahat, bandit atau mafia akan jadi mafia atau bandit juga.
Tidak ada jaminan "IMAN ITU TIDAK DAPAT DI WARISI DARI AYAH YANG BERTAQWA "
Seperti bait Nasyid berikut ini;
Iman tak dapat di warisi dari seorang ayah yang bertaqwa..
Ia tak dapat di jual beli..
Ia tiada di tepian pantai..
Walau apapun cara jua...
Engkau mendaki gunung yang tinggi..
Engkau merentas lautan api...
Namun tak dapat jua dimiliki ...
Jika tidak kembali pada Allah...
Jika tidak kembali pada Allah..
Ini adalah sepenggal nasyid yang mengingatkan bahwa iman tidak dapat di warisi tapi harus diusahakan, diupayakan dan dengan mengharap kepada Allah SWT.
Banyak kasus terjadi, anak-anak berubah karena pengaruh lingkungan. Ada anak yang baik berubah menjadi buruk menjadi bandel karena pengaruh lingkungan atau pengaruh kawannya, atau sebaliknya dari tadinya anaknya tidak baik menjadi baik karena pengaruh lingkungan atau kawannya.
Belajar dari kisah Nabi Nuh, dari kisah Nabi Nuh kita bisa melihat bahwa kebaikan dan keshalehan seorang ayah tidak dapat di wariskan kepada anaknya melainkan harus dengan ikhtiar, usaha dan do'a yang sungguh sungguh dari kedua orang tuanya.
Baca juga: Wahai Muslimah Kalian Adalah MARYAM MASA KINI
Nabi Nuh dengan anaknya Qan'an
Pada masanya Nabi Nuh, Nabi Nuh terus mengingatkan masyarakat pada masa itu untuk beriman kepada Allah SWT dan hanya Menyembah-Nya, lalu beriman bahwa Nuh Rasul Nya. Namun yang terjadi adalah penolakan, seruan Nabi Nuh tidak diterima oleh sebagian besar masyarakat pada waktu itu, yang diterima oleh Nabi Nuh adalah makian, hinaan, bahkan beliau dilempari dengan kotoran.
Tidak hanya masyarakat pada masa itu menolak dakwah Nabi Nuh, keluarga Nabi Nuh yaitu Istri dan anaknya Qan'an juga menolaknya.
Hingga kemudian, Allah memerintahkan Nabi Nuh membuat sebuah bahtera (kapal). Pada waktunya Allah melihat kemungkuran semakin merajalela, sikap masyarakat kepada Nabi Nuh tidak makin membaik, bahkan makin buruk dan makin berani menghina dan menyakiti Nabi Nuh
Ketika bahtera itu sudah selesai, Allah memerintahkan Nabi Nuh dan kaumnya untuk menaiki bahtera tersebut, beserta semua pengikutnya, termasuk hewan dan pohon pohonan.
Lalu Nabi Nuh memanggil Istri dan anaknya untuk ikut naik ke kapal (bahtera) tersebut dan mengatakan bahwa Allah akan mengirimkan banjir yang akan menenggelamkan apa saja yang ditemuinya, untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mendustakan dan tidak mau beriman kepada Allah SWT dan Nuh sebagai Nabi.
Namun, apa yang terjadi, ISTRI DAN ANAK NABI NUH MENOLAK, dan mengatakan mereka akan mencari tempat yang lebih tinggi.
Nabi Nuh berkata: "Pada hari ini tidak ada yang dapat memberi pertolongan kecuali Allah SWT".
Lalu datanglah hujan yang sangat lebat, yang membuat banjir yang sangat dahsyat, menenggelamkan apapun yang ada.
Nabi Nuh terus mengajak istri dan anaknya, namun mereka tetap mengatakan kami akan mencari tempat yang lebih tinggi, istri dan anak Nabi Nuh, tidak mau ikut dengan Nabi Nuh. Hingga akhirnya keduanya yaitu istri dan anak Nabi Nuh ikut tenggelam dalam banjir yang sangat besar tersebut. .
Adalah Ini sebuah pelajaran bahwa IMAN TIDAK DAPAT DIWARISI DARI SEORANG AYAH YANG BERTAQWA. Namun sebagai orang tua harus tetap bersemangat bagaimana keadaan anak anak kita, baik buruk nya mereka.
Baca juga: PERBEDAAN MAZHAB DALAM ISLAM; Untuk Mempermudah Bukan Untuk Memecah Belah
Dari kisah tersebut dapat kita lihat dan kita ambil pelajaran bahwa ada 2 dua hal dalam hidup seorang anak sangat mempengaruhi agar kehidupan seorang anak itu menjadi baik atau menjadi buruk yaitu:
1. Seorang Anak Harus Mendapatkan Ibu Yang Shalehah.
Betapa dekatnya seorang anak dengan ibunya. Sampai sampai seorang ayah tidak bisa berbuat apa-apa dengan anaknya. Ingin menyelamatkanpun tidak bisa.
Sangat besar pengaruh seorang ibu terhadap terhadap tumbuh kembang seorang anak. Sangat besar pengaruh ibu dalam pendidikan anak terutama terhadap pendidikan agama karena ibu orang pertama yang di jumpai anak, yang dipercaya anak. Dalam kisah ini seorang ibu yang tidak bertaqwa, mempengaruhi anakpun menjadi tidak bertaqwa.
Oleh karena itu salah satu ikhtiar agar memiliki keturunan keturunan yang shaleh shalehah adalah dengan memilih pasangan atau istri yang shalehah, istri yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Lalu bagaimana, bila istri yang dimiliki tidak Shalehah tidak bertaqwa. Apa di ceraikan? TENTU TIDAK. Ini tugas suami untuk membimbing, mendidik, memberikan waktu terbaiknya dalam mendidik istri, agar istrinya dapat mendidik dan menjaga anak anaknya.
Karena hak seorang anak dari ayahnya adalah MEMEMILIH BAGINYA SEORANG IBU YANG SHALEHAH. Karena ibu nantinya menjadi sekolah pertama bagi anak anaknya. Sedangkan hak seorang anak dari ibunya adalah MEMILIHNYA SEORANG AYAH YANG SHALEH agar mendapat makanan yang halal lagi baik baginya.
Baca juga: Islam Mengajarkan Cognitive Flexibility; Agar Dapat Menghadapi Perubahan Zaman dan Keadaan
2. Memberikan Lingkungan Yang Dapat Menjaga Fitrahmya.
Rasulullah SAW mengatakan bahwa setiap anak itu lahir dalam keadaan fitrah, orang tuanya yang menjadikan anak itu Majusi, Nasrani ataupun Yahudi.
Fitrah itu artinya ber-Tuhan, bersih dan suci.
Maksudnya, seorang anak itu Fitrahnya meyakini Allah sebagai Tuhannya, meski seorang anak itu lahir dari seorang yang bukan muslim. Fitrah bahwa seorang anak itu suci dan bersih. Sebagaimana di sebutkan dalam sebuah ayat berikut ini;
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini" (QS. Al 'Araf: 172).
Ini bermakna bahwa seseorang itu membawa fitrah berTuhan, semua anak itu yakin Allah sebagai Tuhannya, setiap anak itu punya fitrah kebaikan, namun dalam perkembangannya, keberhasilan anak, keshalehan anak itu, dipengaruhi oleh lingkungan.
Apakah lingkungan anak itu mendukung, membimbing, mengembangkan fitrah ber Tuhan yang dimiliki anak sehingga keshalehan dam fitrah anak itu tetap terjaga. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.
Dari Abi Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
(HR. Bukhari Muslim)
Demikian dapat kita lihat bahwa heriditas (keturunan) dan lingkungan memengaruhi keshalehan seorang anak. Anak Nabi Nuh membawa fitrah keshalehan, fitrah ber Tuhan kepada Allah SWT, fitrah untuk taat namun karena pengaruh lingkungan yaitu ibunya yang tidak ta'at, tidak mendukung, tidak mendidik dan membimbing anaknya untuk ta'at kepada Allah dan ayahnya, sehingga nilai fitrah ber Tuhan nilai fitrah kebaikan yang Allah berikan tidak mendapat dukungan dan sarana untuk pengembangannya, ini berakibat anak Nabi Nuh tidak tumbuh menjadi pribadi yang Shaleh, pribadi yang bertaqwa, pribadi yang beriman, malah sebaliknya menjadi pribadi yang ingkar kepada Allah dan ayahnya, karena pengaruh ibunya.
Begitu besar pengaruh seorang ibu, sehingga para ibu, sangat perlu memberikan waktu terbaiknya untuk mendidik dan memberikan perhatian pada anak anaknya, terutama pada masa anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan phisik dan jiwanya baru dimulai, sampai anak bisa mandiri dalam hal ibadah dan ekonomi. Insya Allah
Wallahu'alam
Moga bermanfaat.
*) PENULIS Ainal Mardhiah, S.Ag. M.Ag adalah Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar Raniry Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.