Salam

17 Tahun Tsunami, Sudah Siagakah Kita?

Harian Serambi Indonesia edisi Ahad (26/12/2021) kemarin mewartakan tentang peringatan 17 tahun gempa

Editor: hasyim
SERAMBINEWS.COM/SYAMSUL AZMAN
Tepat pada 26 Desember 2021, Aceh kembali memperingati musibah yang maha dahsyat, 17 tahun silam gelombang menyapu bersih tempat tinggal makhluk di daratan. 

Harian Serambi Indonesia edisi Ahad (26/12/2021) kemarin mewartakan tentang peringatan 17 tahun gempa dan tsunami melanda Aceh yang tahun ini kegiatannya dipusatkan ke pelataran parkir Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh. Peringatan tersebut gawenya Pemerintah Aceh yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh.

Seperti biasanya, peringatan tersebut diisi dengan zikir dan doa kepada para korban tsunami agar memperoleh pahala syahid, dan diakhiri dengan tausiah tsunami.

Tausiah kali ini disampaikan Ustaz Ir Faizal Adriansyah MSi, geolog yang juga Kepala Puslatbang Kajian Hukum Administrasi Negara RI yang berkantor di Lamcot, Aceh Besar.

Menurut Kepala Disbudpar Aceh, Jamaluddin MSi, dengan peringatan gempa dan tsunami ini kita kembali mengingat bahwa Aceh pernah dilanda bencana mahadahsyat dan kemudian kita mampu bangkit kembali.

Menarik apa yang disampaikan Kepala Disbudpar Aceh itu bahwa Aceh memang pernah dilanda gempa superdahsyat berkekuatan 9,3 skala Richter pada 26 Desember 2004. Gempa tersebut kemudian memicu tsunami yang run-up-nya antara 30 hingga 42,6 meter (di Krueng Raba, Lhoknga, Aceh Besar).

Daerah pesisir Aceh sepanjang 1.600 km luluh lantak dihantam tsunami yang dalam bahasa lokal dinamakan ‘smong’, ‘gloro’, atau ‘ie beuna’ ini. Selain itu, 12 negara–tiga di antaranya di bagian utara benua Afrika–terdampak tsunami Aceh.

Pendeknya, di antara banyak bencana alam yang terjadi sepanjang abad 21, tsunami Acehlah yang tercatat sebagai peristiwa paling dahsyat.

Total korban yang meninggal dan hilang mendekati 300.000 jiwa dengan korban terbanyak di Aceh. Para ahli mencatat, di Indonesia sudah 172 kali tsunami terjadi dalam rentang tahun 1600-2012.

Di Aceh sendiri sudah 12 kali tsunami melanda, sebagiannya merupakan tsunami purba yang terjadi pada 7.400, 5.400, dan 3.200 tahun silam. Hebatnya lagi, di nusantara ini hanya di Aceh pernah terjadi “tsunami kembar”, tiga kali dalam satu abad, yakni tahun 1907, 2004, dan 2005 (gempa Nias yang memicu tsunami setinggi enam meter di Pulau Haloban, Aceh Singkil).

Fakta tersebut menunjukkan bahwa gempa dan tsunami merupakan peristiwa alam yang berulang, seperti halnya banjir bandang dan erupsi gunung api. Secara sains, fenomena alam yang terus terjadi ini dipahami dalam rangka alam mencari titik keseimbangannya.

Maka, kepada kita yang diizinkan Allah untuk tetap hidup pascatsunami memiliki tanggung jawab besar untuk mewariskan pengetahuan tentang tsunami dan berbagai bencana alam lainnya kepada generasi di bawah kita.

Tentang hal ini kita tak perlu belajar jauh ke Jepang atau ke Alaska misalnya, cukup belajar ke Simeulue saja. Soalnya, masyarakat di pulau penghasil lobster dan cengkih itu punya kearifan lokal yang dinamakan “smong”.

Kisah smong (tsunami) yang melanda dan menghancurkan Simeulue pada tahun 1907 itu tersampaikan melalui penuturan lokal masyarakat yang dinamakan “nafi-nafi”, sehingga 97 tahun kemudian ketika tsunami menerjang Simeulue masyarakatnya telah siaga bencana.

Korban jiwa akibat tsunami pada hari itu hanya tiga orang. Sedangkan di daratan Aceh, ribuan orang meregang nyawa. Ini terutama, karena kita yang berada di daratan Aceh tak punya pengetahuan tentang apa yang seharusnya dilakukan setelah gempa besar mengguncang.

Padahal, masyarakat Aceh sudah ditakdirkan hidup di daerah ‘ring of fire’ (cincin api) yang hampir tak pernah sepi dari gempa, termasuk gempa besar yang memicu tsunami.

Baca juga: Warga Terima Gas Elpiji 3 Kg Usai Divaksin

Baca juga: Angka Vaksinasi Aceh Melonjak

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Realisasi APBA 2025 Harus Dipacu

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved