Salam

Logo Halal Baru, Apa Perlunya?

BADAN Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag RI menetapkan logo label halal baru dituangkan dalam Keputusan

Editor: bakri
KOLASE/SERAMBI INDONESIA
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menegaskan logo halal yang baru itu tidak wajib digunakan pelaku usaha yang mengedarkan produk usahanya di Aceh. 

BADAN Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag RI menetapkan logo label halal baru dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Label Halal.

Logo baru ini berlaku secara nasional dan efektif terhitung sejak 1 Maret 2022.

Namun, logo baru ini ramai diprotes para pakar dan warganet.

Di kanal Twitter, tak sedikit warganet menyebut logo halal Indonesia tersebut terkesan seperti memaksakan Jawa sentris karena berbentuk seperti gunungan wayang.

Ada juga yang menilai logo itu kurang islami.

Padahal, halal dan haram itu adalah urusan umat Islam.

Bahkan, Wakil Ketua Umum (Waketum) MUI, Anwar Abbas juga menyayangkan hilangnya tulisan "MUI" dalam logo baru.

Padahal dalam pembicaraan di tahap-tahap awal, ada 3 unsur yang ingin diperlihatkan dalam logo baru yaitu tulisan BPJPH, MUI, dan kata halal yang ditulis dalam bahasa Arab.

"Tapi setelah jadi, hanya kata halal dalam bentuk kaligrafi.

" Menanggapi banyaknya komentar masyarakat terhadap logo halal yang baru itu, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh ternyata memiliki sikap sendiri.

Baca juga: Terkait Logo Halal Terbaru, Ketua MPU Sebut Aceh Punya Kewenangan Khusus

Baca juga: Terkait Label Halal Baru Dari Kemenag, MUI: Lebih Kedepankan Seni Daripada Kata Halal Berbahasa Arab

Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali mengatakan, logo halal baru tak wajib bagi semua pengusaha kuliner, obat-obatan, dan kosmetik yang memproduk hasil usahanya dan mengedarkan di Aceh.

"Karena Aceh punya qanun tersendiri yaitu Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2006 tentang Jaminan Produk Halal," katanya.

Sedangkan untuk pengusaha yang mengedarkan barang usahanya secara nasional, tentu harus mengikuti kewajiban logo halal nasional.

"Khusus Aceh tetap dengan label halal yang dikeluarkan MPU Aceh.

Undang-undang tentang halal memang mengistimewakan Aceh," katanya.

Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham sebelumnya menjelaskan, penetapan label halal tersebut dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.

"Melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka BPJPH menetapkan label halal dalam bentuk logo," ungkap Aqil.

Dengan terbitnya keputusan ini, ke depan, label halal tidak lagi diterbitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan Undang-undang diselenggarakan Pemerintah.

Mungkin, dalam konteks inilah Dr Teuku Zulkhairi MA, seorang akademisi dari UIN Ar-Raniry Banda Aceh melihat penerbitan logo baru halal oleh BPJPH sebagai mendegradasi otoritas MUI.

Yang menjadi pertanyaan kita tentu siapa yang memprotes logo halal lama sehingga pemerintah merasa harus menggantinya dengan logo yang baru? Lalu, apa hubungan mengganti logo dengan jaminan produk halal? Toh, di mana-mana untuk urusan halal dan haram, kaum muslim tetap masih berpedoman pada fatwa ulama.

Makanya, kita sangat sependapat dengan Wasekjen Bidang Hukum MUI Pusat, Ikhsan Abdulah yang mengingatkan BPJPH jangan memaksakan penggantian logo halal MUI.

Ikhsan yang juga Syuriah PBNU menegaskan bahwa logo halal MUI sudah sangat diterma masyarakat dalam negeri dan internasional.

Ia khawatir nantinya ada produk tertentu bisa ditolak masuk ke negara lain karena penggantian logo halal.

Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) ini menilai, ketentuan peggantian logo pasti merugikan masyarakat karena pelaku usaha harus mengganti semua perangkat merek dagangnya dengan logo baru.

”Tidak ada urgensinya BPJPH mengganti logo halal MUI dengan logo baru karena dibanding manfaatnya bagi masyarakat akan lebih banyak mafsadatnya,” kata Ikhsan.

Nah?!

Baca juga: Logo Halal Terbaru tak Wajib di Aceh, Akademisi: Terkesan Mendegradasi Otoritas MUI

Baca juga: PPP Aceh tak Persoalkan Label Halal Diambil Alih Kemenag, Ilmiza: Asal Kepentingan Warga Terpenuhi 

Sumber: Sinyal
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Banda Aceh Bukan Tempat Maksiat!

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved