Salam

Sikap Negara Barat Dianggap Tidak Fair

Perang antara Rusia dengan Ukraina sejak akhir pekan lalu dilaporkan mulai memasuki babak baru.

Editor: bakri
AFP/Layanan Darurat Negara Ukraina
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api setelah rudal Rusia menyerang infrastruktur termasuk fasilitas penyimpanan bahan bakar di kota Lviv, Ukraina barat pada Sabtu (26/3/2022). 

Perang antara Rusia dengan Ukraina sejak akhir pekan lalu dilaporkan mulai memasuki babak baru.

Ada dua hal yang kemudian memunculkan kesimpulan itu.

Pertama karena Rusia menyatakan operasi militer tahap pertama mereka ke Ukraina sudah selesai.

Kapal Rusia mematikan sistem pelacakan untuk menghindari sanksi AS dan Barat.
Kapal Rusia mematikan sistem pelacakan untuk menghindari sanksi AS dan Barat. (Bloomberg)

Dan, kedua, campur tangan NATO untuk membela Ukraina sudah semakin jelas dan tegas.

Sebagaimana kita ketahui, setelah Amerika dan Jerman secara terang terangan mengirim senjata ke Ukraina, kini kabar terbaru NATO dan Rusia saling mengarahkan senjata nuklir.

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev mencatat bahwa senjata nuklir NATO sudah ditargetkan pada fasilitas-fasilitas penting di Rusia.

Sedangkan hulu ledak Rusia ditujukan pada target di Eropa dan Amerika Serikat.

Karenanya, Medvedev menekankan perlu dilakukan kebijakan yang bertanggung jawab.

Sebab, krisis saat ini lebih buruk.

"Tidak ada yang menginginkan perang, apalagi perang nuklir, yang merupakan ancaman bagi keberadaan peradaban manusia," kata Dmitry Medvedev.

Baca juga: Perbankan Turki Masih Takut Layani Warga Rusia, Khawatir Terkena Sanksi AS

Baca juga: Barat Akan Tutup Celah Negara Penampung Oligarki Rusia, Sanksi Keras ke Kremlin Akan Ditambah

Provokasi ancaman serangan nuklir ini ternyata membuat Jepang menjadi salah satu negara yang merasa muak.

Pasalnya, serangan bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945, menjadi tragedi yang mustahil dapat dihapuskan dari benak pemerintah dan seluruh rakyatnya.

Amerika Serikat sampai saat ini tetap menjadi satu satunya negara yang pernah menggunakan senjata nuklir dalam konflik.

Dan, tragedi Hiroshima mengajarkan kita bahwa tidak masuk akal bagi negara manapun untuk membuat ancaman serangan nuklir.

“Kengerian senjata nuklir tidak boleh terulang,” kata Jepang.

Sikap AS dan Jerman serta beberapa negara barat lainnya dalam kasus perang Rusia vs Ukraina dinilai sebagai sikap yang kurang fair.

Sekutu utama AS dari non NATO, Qatar dan Arab Saudi mengritik sikap standarganda negara barat dalam konflik Ukraina.

Mereka memberikan lebih banyak perhatian secara tidak proporsional ke Ukraina --yang bukan anggota NATO– daripada konflik di negara negara di Timur Tengah.

Qatar dan Saudi mengakui sejak sebulan terakhir rakyat Ukraina memang sangat menderita.

Baca juga: Turki Menghadapi Risiko, Jadikan Oligarki Rusia Sebagai Tempat Menghindari Sanksi

Namun, penderitaan di Ukraina itu tak seberapa dibanding penderitaan kemanusiaan di banyak negara kawasan Timur Tengah selama bertahun tahun.

“Dan, Barat tidak memberi perhatian sebesar ke Ukraina,” kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.

Ia mengajak barat untuk melihat kembali secara serius kebrutalan terhadap rakyat Suriah, atau terhadap Palestina, atau terhadap Libya, terhadap Irak, atau terhadap Afghanistan.

“Kita belum pernah melihat tanggapan global untuk mengatasi penderitaan di Timur Tengah itu.

” Sesungguhnya, kritik dari Qatar dan Saudi itu muncul setelah secara terang-terangan AS dan Uni Eropa mempelopori kampanye internasional mendukung Ukraina dalam berkonflik Rusia.

Mereka bahkan mengirimkan senjata dan bantuan lainnya kepada pemerintah Kiev dan menjatuhkan sanksi ekonomi yang kejam terhadap Moskow.

Sikap terhadap Ukraina itu harusnya juga menjadi seruan untuk membangunkan semua orang di komunitas internasional guna melihat penderitaan di Timur Tengah.

“Sebab, keterlibatan komunitas global sangat berbeda antara terhadap Ukraina dengan terhadap Timur Tengah,” kata Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan.

Di sisi lain campur tangan Barat, terutama AS dalam banyak konflik berbagai negara memang sering memanaskan situasi.

Apalagi, bila cenderung memihak.

Pakar studi Eropa dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Muhadi Sugiono, mengatakan perang Rusia Ukraina semakin kompleks jika Amerika Serikat, Eropa, dan NATO menggunakan paradigma menghukum Rusia melalui sanksi ketat.

Nah?!

Baca juga: Kapal Tanker Rusia Matikan Sistem Pelacakan, Berupaya Hindari Sanksi AS dan Uni Eropa

Baca juga: Anggota Parlemen Ukraina Tuduh Pasukan Rusia Memperkosa Wanita Dengan Sangat Mengerikan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Realisasi APBA 2025 Harus Dipacu

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved