Opini
Mengkritisi Kurikulum Merdeka
Terutama bagi mereka yang kemarin mencermati berbagai masalah yang kita kritisi pasca pemberlakuan Kurikulum Prototipe, yang kita kenal sekarang

Jika selama ini ada yang berkeyakinan, bahwa ada kesalahan ber-kurikulum yang tersistematis, yang membuat anak-anak tidak siap dengan “dunia nyata-dunia kerja”.
Ini menjadi waktu kita memulai pembuktian, dengan membagi amatan dalam dua persepsi.
Kurikulum K-13, dan lainnya, dengan Kurikulum Merdeka.
Kita akan melihat bagaimana mekanisme masing-masing kurikulum berpengaruh, bagaimana signifikansinya terhadap perubahan.
Kurikulum Merdeka dirancang, sebagai pendekatan baru, menyiasati kesenjangan dalam berbagai aspek pendidikan kita selama ini.
Kita masih ingat bagaimana kita di sekolah menengah, bahkan untuk memilih jurusan saja, masih direcoki intervensi guru.
Ukuran-ukuran nilai sains yang tinggi menjadi alasan para guru untuk menempatkan kita di jurusan sains-IPA.
Padahal, bisa jadi murid punya minat-bakat yang lain.
Dan bisa jadi itu lebih ke jurusan sosial.
Berkuliah di bahasa-sastra asing, jurnalistik-publisistik, sendratasik.
Pilihan itu dikorbankan karena intervensi sekolah dan guru.
Cara berpikir itu juga menyebabkan terjadinya kesenjangan.
Kelas sains-IPA memiliki derajat lebih tinggi daripada kelas sosial-IPS.
Sekolah berlomba mengukur kredibilitas dan akreditasinya dengan mendorong lebih dominan kelas IPA dari IPS.
Dinas pendidikan-pun mengalami distorsi yang sama.