Opini
Mengkritisi Kurikulum Merdeka
Terutama bagi mereka yang kemarin mencermati berbagai masalah yang kita kritisi pasca pemberlakuan Kurikulum Prototipe, yang kita kenal sekarang

Tidak memahami hal tersebut sebagai masalah.
Apalagi sains sangat diagungkan di belahan dunia maju.
Jadi negara berkembang, harus mendorong sains sebagai satu-satunya cara bisa bersaing dan tidak dilihat dengan sebelah mata.
Benarkah persisnya demikian? Salah Asuhan? Memang benar, seperti gagasan mantan presiden BJ Habibie, dengan mendorong teknologi-sains, sebagai cara percepatan pembangunan.
Teknologi identik dengan gengsi, bernilai jual tinggi dan menandakan kita sebagai bangsa maju.
Indonesia bisa menjual CN 235-Tetuko, akan menjadi bargaining power- gengsi.
Namun dalam proses yang berjalan, kesalahan- kesalahan substansial telah di mulai dari bangkubangku sekolah dasar.
Ketika sains dipaksakan masuk dalam benak setiap murid, tanpa mempertimbangkan kemampuan yang sebenarnya.
Tapi sekedar kamuflase dari ukuran-ukuran nilai- nilai unsich! Inilah salah satu pangkal kegagalan tidak nyambungnya mindset berteknologi tinggi dengan kemampuan riil kita.
Saya masih ingat, ketika tsunami melanda Aceh pada 2004, banyak sekali NGO asing yang mendorong masyarakat rural--pedesaan dengan pemanfaatan hightech--teknologi tinggi.
Pertimbangannya sederhana, karena akses listrik dan jaringan yang rusak, maka alternatifnya digunakan teknologi canggih berbasis solar- panel surya.
Menggunakan energi matahari sebagai pembangkit listrik.
Betapa canggihnya, ketika di pinggiran kampung terpencil di pantai-pantai Aceh muncul deretan panel surya! Tapi apa yang terjadi kemudian? Panel-panel surya itu tidak digunakan sebagai pembangkit listrik, tapi justru dijadikan alas untuk menjemur ikan asin, karena pertimbangan sederhana, panas yang dihasilkan lebih baik.
Siapa salah dengan fenomena aneh itu? Teknologi atau mindset kita yang belum sampai? Bahkan sistem penerangan berbasis panel surya yang ada di jalanan di gunung-gunung di Aceh yang berjumlah ribuan, pada akhirnya menjadi “lahan baru” bagi para pencuri baterai panel surya.
Jalanan kembali menjadi gelap gulita, karena kejahatan dan kebodohan kita.