Kupi Beungoh
Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XXIV) - Salahkah Putin Menuduh Barat Salah?
Tak hanya dalam perang, banyaknya negara-negara anggota NATO yang berbatasan langsung dengan Rusia juga menjadi ancaman bagi stabilitas domestik Rusia
Pergumulan AS dan sekutunya dengan Rusia dalam memperebutkan Ukraina sebenarnya telah berlangsung lama, dan mencapai puncaknya ketika Presiden Ukraina Viktor Yanukovych, yang pro Rusia digulingkan oleh protes rakyat Ukraina pada Februari 2014.
Tidak dapat disangkal AS dan sekutunya berperan dibalik penggulingan itu. Tidak bisa menerima kenyataan itu, pada bulan April 2014, Rusia menginvasi Crimea, dan mendukung pemisahan diri dua kawasan Timur Ukraina, Donetsk dan Luhanks.
Kedua kawasan dengan mayoritas penduduk berbahasa Rusia itu kemudian memproklamirkan diri menjadi dua republik yang memisahkan diri dari Ukraina yang mendapat dukungan penuh dari negara Rusia.
Kejadian itu sesungguhnya lebih merupakan pesan Putin kepada AS dan sekutunya untuk tidak menarik Ukraina ke dalam NATO, dan bahkan untuk anggota Un Eropa sekalipun.
Kejadian itu juga menjadi peringatan penting kepada elit dan masyarakat Ukraina untuk melupakan keinginan menjadi bagian dari kekuatan AS dan NATO, seperti langkah yang diambil oleh elit pemerintahan pasca Yanukovich yang semakin dekat dengan Barat setelah penggulingan itu.

Seperti diketahui, pemerintah sementara pimpinan Yukochenko yang mengikuti revolusi pro-Barat itu akhirnya menandatangani perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa yang dipandang sebagai langkah pertama menuju keanggotaan blok tersebut.
Kebijakan geopolitik AS tentang perluasan keanggotan NATO, terutama terhadap beberapa bekas negara anggota Uni Soviet dalam kaitannya dengan Rusia, telah menimbulkan perbedaan pedapat, terutama dikalangan ilmuwan dan pemikir geopolitik AS.
Sebagian berpendapat, sudah saatnya Rusia dllemahkan secara strategis dengan menjadikan negara-negara perbatasannya menjadi anggota NATO, sementara yang lainnya menilai kebijakan itu akan membuat Rusia terpojok.
Akhirnya hal itu akan memaksa Rusia untuk melakukan hal-hal sebaliknya yang akan menimbulkan kegocangan baru di Eropa.
Salah seorang penentang keras kebijakan perluasan keanggotaan NATO untuk negara-negara eks Uni Soviet yang tersisa oleh AS, terutama terhadap Ukraina, adalah John Mearsheimer, guru besar ilmu politik internasional dari Universitas Chicago.
Baca juga: NATO Buka Pintu Untuk Anggota Baru, Kecuali Ukraina, Tidak Dapat Diterima
Penulis buku terlaris “ The Israel Lobby and US Foreign Policy, jauh sebelum perang Ukraina telah mengeritik kebijakan AS dalam hal perluasan keanggotaan NATO, dan hubungan istimewa AS dengan Ukraina.
Bahkan Mearsheimer dengan tegas menyebutkan keputusan Putin untuk menganeksasi Crimea, sepenuhnya kesalahan dan tanggung jawab AS dan sekutunya di Eropa.
Bagi Mearsheimer, AS tidak pernah berhenti menggerus dan medesak Rusia ke dalam posisi yang membuat negeri itu tak berdaya adalah sebuah kesalahan besar.
Tidak berhenti dengan memasukkan semua negara eks Pakta Warsawa, yakni negara-negara Eropa Timur menjadi anggota NATO, negara-negara itu segera menjadi anggota Uni Eropa.
Keadaan menjadi bertambah panas ketika berlangsung Pertemuan Puncak NATO di Bucharest, Romania, pada tahun 2008 yang mengumumkan Georgia dan Ukraina akan segera menjadi anggota NATO.