Breaking News

Kupi Beungoh

Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XXIV) - Salahkah Putin Menuduh Barat Salah?

Tak hanya dalam perang, banyaknya negara-negara anggota NATO yang berbatasan langsung dengan Rusia juga menjadi ancaman bagi stabilitas domestik Rusia

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

AS juga menjadi penguasa tunggal laut Karibia, setelah pada awal abad ke 20 mengusir Spanyol dari kawasan itu, dan memaksa secara tak langung, Perancis untuk mengundurkan diri.

Bagi Mearsheimer, persoalan penyebar luasan nilai-nilai demokrasi liberal bagi AS, bukanlah persoalan utama ideologi.

Akan tetapi lebih banyak berurusan dengan kepentingan negara itu sendiri. AS tak segan menjatuhkan pemerintah demokrasi negara lain, jika itu bertentangan dengan kepentingan nasionalnya.

Bagi Mearsheimer, kebijakan AS kadang sering tak ada hubungannya dengan nilai-nilai universal yang dianutnya, apalagi demokrasi, akan tetapi lebih sebagai hakikat permainan negara adi kuasa.

Sebaliknya, seperti kasus Teluk Babi Kuba pada tahun enam puluhan, dimana AS sangat takut dan terancam dengan kehadiran militer dan senjata nuklir Uni Soviet.

Hal yang sama juga wajar terjadi jika Rusia takut dan terancam dengan bergabungnya Ukraina dengan NATO dan Uni Eropa.

Berbeda dengan Mearsheimer, bagi kelompok pendukung kebijakan ekspansi NATO, AS sudah sepatutnya dan sangat perlu terlibat tidak langsung dalam perang Ukraina.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XV) - Kinzhal, Mie Razali, Canai Mamak, dan Stringer

Alasannya juga cukup kuat, karena Putin adalah “pemimpi” kebesaran Rusia masa lalu. Dari berbagai tulisan dan pidato Putin terlihat jelas Putin ingin menempatkan dirinya dalam sejarah Rusia sejajar kalau tidak lebih besar dari Peter Agung abad ke 17, atau Katherina Agung abad ke 18.

Kedua penguasa itu adalah simbol kekuatan dan modernitas Rusia. Rusia mempunyai wilayah persis seperti yang pernah dimiliki oleh Uni Soviet pada awal abad ke 20.

Jalan pikiran Putin dipandang oleh pendukung keteribatan AS di Ukraina, terutama oleh ilmuwan seperti Francis Fukuyama, atau sejarawan Steven Kotkin, sangat berbahaya.

Bagi Fukuyama, adalah kewajiban bagi AS untuk melanjutkan pekerjaan penyebaran ideologi liberal-demokrasi dan pasar bebas.

Sementara itu bagi Kotkin ucapan dan tulisan Putin tentang Ukraina bukan sebagai negara, adalah cerminan sikap imperial Rusia klasik yang sangat berbahaya bagi masa depan Eropa dan dunia.

Pada bulan Juli 2021, Putin menulis sebuah artikel yang menguraikan tentang sejarah persatuan antara Rusia dan Ukraina, yang pada hakekatnya menyebutkan dua entitas itu sebagai sebuah kesatuan yang tak terpisahkan, yakni Rusia.

Hanya karena kecelakaan sejarahlah yang membuat Rusia dan Ukraina menjadi dua negara.

Baca juga: VIDEO Amerika Serikat Paksa ASEAN Kutuk dan Jatuhkan Sanksi ke Rusia

Misi Putin adalah membuat kesalahan sejarah itu kembali diluruskan untuk ditempatkan pada posisi yang semestinya. Russky Mir,-dunia Rusia, Novorossiya,- Rusia baru, yediyi narod- satu bangsa antara Rusia dan Ukraina adalah beberapa terminologi yang kerap digunakan Putin dalam membangkitkan nasionalisme Rusia, terutama menjelang perang Ukraina.

Perdebatan salah atau benar Putin mengivasi Ukraina, atau salah atau benar AS dan sekutunya membantu Ukraina adalah debat panjang yang tak pernah selesai.

Tidak ada seorang hakimpun yang mampu memberikan vonis yang objektif terhadap tindakan kedua negara adikuasa itu.(*)

*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA ARTIKEL KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved