Opini
Pj Gubernur dan Komitmen untuk Aceh
Frasa ini memberi makna selama dua setengah tahun ke depan, Aceh akan dipimpin pejabat, yang telah ditunjuk sesuai dengan ketentuan undang- undang
PR besar dalam merawat damai adalah komitmen implementasi Undang-Undang 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengalami berbagai hambatan.
Tidak jarang pula kadang lahir kebijakan nasional yang “dianggap” tidak selaras dengan UUPA.
Kondisi ini membuat kondisi politik di Aceh selalu memanas, bahkan ada anggapan “ada upaya dari pemerintahan pusat, untuk menggerus UUPA setiap saat”.
Pandangan ini membuat renggangnya hubungan Aceh dengan pusat.
Yang diperlukan hari ini adalah bagaimana mengisi ruh perdamaian itu sendiri dengan penyempurnaan berbagai regulasi dan implementasinya.
Ketiga, perpanjangan Dana Otonomi Khusus Aceh (Otsus Aceh).
Sebagaimana kita pahami bersama bahwa dana Otsus akan berakhir pada tahun 2027.
Berdasarkan pasal 183 dan 258 UUPA jelas disebutkan; kebijakan alokasi Otsus Aceh sebesar 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dari tahun 2008-2022 dan sebesar 1 persen mulai tahun 2023 hingga 2027.
Kondisi ini menggambarkan, pasca pemilu dan Pilkada 2024, hanya 3 tahun setelah itu dana Otsus Aceh sudah berakhir.
Faktanya kita bisa melihat ketimpangan pembangunan dan kemiskinan Aceh masih relatif tinggi.
Karena itu Pj Gubernur harus memimpin barisan perjuangan untuk perpanjangan dana Otsus.
Berkolaborasi Selama beberapa waktu terakhir, masyarakat Aceh dipertontonkan dengan “perang” antara Gubernur dan DPRA.
Padahal kolaborasi eksekutif dan legislatif adalah kunci menyelesaikan berbagai PR pembangunan Aceh.
Selain itu perlu juga menjalin hubungan yang harmonis dengan semua partai politik sebagai instrumen penting bangsa.
Para pemangku kebijakan harus berkoalisi dan mengedepankan kepentingan Aceh di atas segala-galanya.