Jurnalisme Warga

Jejak Orang Yunani di Spoordex Banda Aceh

Di sekitar Spoordex ramai dengan para pekerja dan pelancong karena lokasinya strategis, berdekatan dengan stasiun kereta api (Acheh Staats Spoor)

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Jejak Orang Yunani di Spoordex Banda Aceh
FOR SERAMBINEWS.COM
TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Almuslim dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Banda Aceh

OLEH TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Almuslim dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Banda Aceh

Spoordex (diucap Spordex) menjadi salah satu tempat bersejarah di Banda Aceh.

Berada di Jalan Diponegoro, Pasar Aceh, Gampong (Desa) Merduati.

Dahulu tempat ini berdekatan dengan lintasan kereta api dan menjadi tempat tinggal para pejabat birokrat.

Spoordex berada di dalam gang yang melingkar dengan jejeran rumah kopel kayu.

Rumah kopel adalah rumah tunggal yang berbagi satu dinding dengan rumah di sebelahnya.

Di sekitar Spoordex ramai dengan para pekerja dan pelancong karena lokasinya strategis, berdekatan dengan stasiun kereta api (Acheh Staats Spoor) yang berapa di seberang jalan depan Masjid Raya Baiturrahman.

Stasiun Spoor Koetaradja yang dibangun pada tahun 1876 ini akhirnya dibongkar untuk keperluan perluasan Masjid Raya Baiturrahman (MRB).

Lokomotif kereta masih bisa kita lihat di halaman supermarket yang berada di seberang MRB.

Jejak sejarah perkeretaapian yang telah eksis 100 tahun lamanya akhirnya terhapus tanpa pembelajaran sejarah bagi generasi berikutnya.

Baca juga: Jejak Yahudi di Kampung Blower Banda Aceh

Baca juga: Jepang Kutuk Rencana Pembangunan 4.000 Unit Rumah Pemukiman Yahudi Oleh Israel

Ada beberapa orang tua yang menduga, dua orang Eropa pemilik rumah kopel yang disewakan di Spoordex antara tahun ‘40-an hingga ‘60-an adalah orang Yahudi.

Dugaan ini beralasan karena pada masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia ada sekitar 300-an orang Yahudi menetap dan membuka usahanya di Kuta Raja (Banda Aceh).

Mereka mendapat hak partikelir berupa kepemilikan tanah yang dijual oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada orang Belanda dan juga orang Eropa yang mengikuti progam naturalisasi dari Pemerintah Kerajaan Belanda, termasuk juga dijual kepada orang Arab dan Cina.

Kebijakan adanya tanah partikelir adalah kebijakan yang diterapkan pada abad ke-19 (1808-1811) di masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels.

Kebijakan tersebut dihapus pada tahun 1958.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved