Kupi Beungoh
Aceh dan Kepemimpinan Militer (III) - Ali Mughayatsyah dan Detente 235 tahun
Pygmalion Mughayatsyah tidak berakhir dengan kematiannya, akan tetapi terus berlanjut berabad-abad kemudian.
Residu dari pikiran, langkah, dan tindakan Mughayatsyah menjadi sebuah variabel kunci eksistensi kerajaan Aceh berabad-abad kemudian.
Bangsa-bangsa Eropa yang tidak begitu banyak mendapat tantangan dalam menjajah tempat-tempat lain di Nusantara, tetap saja tidak menyerang dan menguasai Aceh lebih dari 234 tahun.
Padahal, semenjak mangkatnya Mughayatsyah, Aceh mengalami pasang surut yang berkelanjutan.
Kecuali kemunduran dan kehilangan wilayah, residu pygamalion Mughayatsyah memberikan “payung keamanan” untuk Aceh mendekati dua setengah abad.
Kecuali dengan Portugis, Aceh tidak pernah diserang dan menyerang Inggris, Perancis, maupun Belanda.
Yang terjadi bahkan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan ketiga negara Eropa itu.
Belanda pernah menerima duta besar Aceh, Abdul Hamid pada masa pangeran Mauris pada tahun 1602.
Menurut beberapa catatan Inggris pernah “berpikir” lama untuk Aceh, sampai akhirnya memutuskan untuk mengambil Pulau Penang pada tahun 1876.
Memang, ketika itu Aceh sangat lemah pada akhirnya, Aceh harus rela melihat Pulau Penang dan Kedah jatuh ke tangan Inggris.
Secara keseluruhan, kecuali dengan Portugis ada suasana saling tidak menyerang antara Aceh dengan kekuatan Eropa selama lebih dari dua abad itu.
Jikapun terjadi konflik dan ketegangan, seringkali hal itu berlangsung bukan di daratan Aceh.
Baru pada tahun 1872, Belanda memutuskan untuk menyerang Aceh, setelah menjadi sahabat dan mitra perdagangan selama lebih dari 250 tahun.
Sebagai catatan, rentang waktu perang Aceh dengan Belanda yang dimulai pada tahun 1872 berjarak cukup jauh dengan kehadiran Belanda di tempat lain di Nusantara.
Belanda menguasai Banten 1596 yang dikuti dengan Pulau Jawa, Maluku 1599, Sumatera Barat 1821, Bali 1849; Minahasa 1657, dan Makasar 1667.
Rentang waktu itu terjadi tidak lain dari efek Pygmalion yang dimulai pada masa Mughayatsyah.