17 Tahun MoU Helsinki

17 Tahun MoU Helsinki, Wartawan Serambi Yarmen Dinamika Sebut Pusat Masih Berhutang Ini untuk Aceh

Mengenang 17 Tahun MoU Helsinki, apa saja butir-butir yang belum tertunai hingga saat ini?

Penulis: Sara Masroni | Editor: Mursal Ismail
Redaktur senior Harian Serambi Indonesia, Yarmen Dinamika sedang presentasi dalam acara pelatihan jurnalistik dan kehumasan untuk mahasiswa FISIP Universitas Syiah Kuala dan UIN Ar-Raniry di Aula FISIP Universita Syiah Kuala, Minggu (25/12/2016) sore. Sementara itu, informasi terbaru dalam rangka memperingati 17 Tahun MoU Helsinki hari ini, Senin (15/8/2022), Yarmen Dinamika sebut pusat masih berhutang delapan butir MoU Helsinki lagi untuk Aceh. 

Masih menjadi pertanyaan apakah nama itu masih dipakai, atau menggunakan gelar sultan atau gubernur seperti yang sekarang.

"Gubernur di Jogja namanya Sultan. Aceh di masa konflik menggunakan gelar panglima sagoe. Apakah kita pakai yang seperti itu, atau gubernur. Ini belum ada ketetapan," ujar Yarmen.

"Gelar pejabat senior dipilih dan ditentukan oleh legislatif Aceh setelah pemilu tahun 2007 lalu. Tapi sampai sekarang belum ada gelar itu. Padahal perintah MoU adalah utang" tambahnya.

• Bendera dan Lambang

Bendera dan Lambang sudah disepakati, tapi hingga saat ini belum disetujui oleh pusat.

Padahal dalam MoU Helsinki, Aceh berhak menentukan tiga hal yakni lambang, bendera dan himne.

"Alhamdulillah himne sudah disetujui," katanya.

• Peradilan Independen

Selama ini, apapun perkaranya akan berujung ke Mahkamah Agung (MA).

Namun harus menunggu antrean putusan hingga 2-3 tahun lamanya karena MA mengurusi hingga 37 provinsi se-Indonesia sekaligus.

Pihak GAM menghendaki suatu sistem peradilan yang tidak memihak dan independen, termasuk pengadilan tinggi, dibentuk di Aceh dalam sistem peradilan Republik Indonesia.

"Sehingga putusan akhirnya tidak mesti harus ke MA Jakarta, nah semacam membuat kantor cabangnya di Aceh," jelas Yarmen.

"Setara MA tetapi mengurus khusus untuk Aceh," tambahnya.

Baca juga: Pon Yaya Mulai Sisir Realisasi MoU Helsinki

• Kejahatan Sipil Aparat Militer Diadili di Aceh

Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh, berdasarkan MoU Helsinki, semestinya diadili pada pengadilan sipil di Aceh.

"Pengadilan sipil, itulah Pengadilan Negeri (PN). Tapi mana ada sekarang aparat militer yang diadili di PN, semuanya masih harus ke Pengadilan Militer," ungkap Yarmen.

• Akses Langsung ke Negara Asing via Laut dan Udara

Salah satu amanat MoU Helsinki menyebutkan, ada butir di mana Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa ada hambatan ke negara-negara asing melalui jalur laut dan udara.

Namun kenyataannya, hingga kini pesawat dari Aceh masih belum dibolehkan ke Malaysia secara langsung melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar.

Melainkan harus ke Medan terlebih dahulu, baru bisa ke negara asing.

• Pekerjaan dan Jaminan Sosial

Belum semua eks kombatan, mantan tahanan politik (tapol) dan narapidana politik (napol) GAM, serta masyarakat sipil korban konflik mendapatkan haknya.

Hak tersebut sebagaimana diamanatkan MoU Helsinki seperti pekerjaan, jaminan sosial, dan tanah pertanian yang pantas atau memadai apabila mereka tidak mampu bekerja.

Terkait tanah atau lahan yang dibagikan, sedikitnya harus ada 320.000 hektare.

• Tentukan Bunga Bank Sendiri

Aceh berhak menentukan suku bunga bank sendiri yang berbeda dengan ketetapan Bank Indonesia (BI).

"Orang GAM maunya Aceh boleh menetapkan suku bunga sendiri yang berbeda dengan ketetapan BI," kata Yarmen.

"Namun sampai saat ini belum ada. Itulah antara lain MoU Helsinki yang belum terwujud," tutupnya.

Jadi catatan ke depan, di momen peringatan ke 17 tahun MoU Helsinki, tinggal delapan butir lagi utang pusat terhadap Aceh berdasarkan nota kesepahaman yang ditandatangani 2005 silam. Harus ditagih terus!

(Serambinews.com/Sara Masroni)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved